Lihat ke Halaman Asli

Penanggulangan Bencana Gunung Meletus dengan Mengetahui "PeRanCaNa"

Diperbarui: 9 Februari 2023   14:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia adalah negara yang berada di wilayah subur secara geografis dengan pegunungan dan perairan yang luas. Namun, Indonesia juga berada pada kondisi geologis yang rawan bencana, bahkan Indonesia dikenal sebagai ring of fire. Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 110 dari 456 atau hampir 25% kabupaten atau kota di Indonesia termasuk ke dalam wilayah yang rawan gunung api atau terancam aktivitas gunung api. Dalam kurun waktu 2011-2019, erupsi gunung paling banyak terjadi pada tahun 2018 (Grafik 1). Tercatat ada 58 kasus bencana erupsi di tahun tersebut, contohnya adalah Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda yang letusannya mencapai 14 kali dalam semenit. Sedangkan pada tahun 2019 di Indonesia tercatat ada 7 letusan gunung yang mengakibatkan 7.930 korban yang harus mengungsi (Tabel 1).

tabel-2-jpg-63e499ae4addee7949511834.jpg

Erupsi gunung merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Letusan gunung api terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Dampak negatif dari peristiwa erupsi gunung yaitu tercemarnya udara dengan abu gunung api yang mengandung banyak gas, pemberhentian aktivitas masyarakat, semua jalur yang dilalui oleh material berbahaya akan merusak pemukiman masyarakat, ekosistem hutan terancam karena panasnya lahar yang dapat membakar hutan, dan dapat menyebabkan penyakit pernapasan. Namun, selain dapat menimbulkan dampak negatif, erupsi gunung juga mempunyai dampak positif yang bermanfaat bagi masyarakat yaitu tanah atau jalur yang dilalui oleh hasil vulkanis gunung api dapat menyuburkan tanah, sehingga hal tersebut sangat menguntungkan bagi para petani. Selain petani, erupsi gunung juga menguntungkan bagi para pekerja bangunan, karena bebatuan yang disemburkan saat gunung meletus dapat dimanfaatkan untuk bahan bangunan, mata pencaharian baru yaitu penambang pasir juga dapat ditemukan oleh masyarakat karena material vulkanik berupa pasir dapat bernilai ekonomis.

Sejak tanggal 9 Agustus 2019, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyatakan bahwa Gunung Slamet yang berada di Provinsi Jawa tengah mengalami kenaikan status dari normal (level I) menjadi waspada (level 2) dan gunung ini juga berpotensi terjadi ledakan besar di masa mendatang dikarenakan adanya endapan awan panas di Guci yang membuktikan bahwa Gunung Slamet pernah meletus di masa lalu dan diduga akan terjadi pengulangan erupsi Gunung Slamet yang sangat besar di masa mendatang. Tanggal 12 Agustus 2019 Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas, Jawa Tengah, Ariono menyatakan bahwa ada lima kabupaten yang rawan terhadap erupsi Gunung Slamet yaitu Banyumas, Purbalingga, Brebes, Tegal, dan Pemalang. Sedangkan untuk wilayah Kabupaten Banyumas sendiri terdapat tiga kecamatan yang rawan erupsi Gunung Slamet yaitu kecamatan Sumbang, Baturraden, dan Kedung Banteng. Menurut ahli vulkanologi Universitas Gadjah Mada, Dr. Agung Harijoko, upaya monitoring dari PVMBG harus selalu dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda dan tingkat kegempaan yang mengarah 

pada erupsi. Selain itu, masyarakat juga harus mengetahui tentang bahaya letusan Gunung Slamet serta memahami bahwa tempat tinggal mereka termasuk sebagai daerah yang rawan bencana.

Peta rawan bencana gunung api adalah petunjuk tingkat kerawanan bencana suatu daerah apabila terjadi letusan atau aktivitas gunung api. Peta ini juga berisi tentang jenis dan bahaya letusan, daerah rawan bencana, jalur penyelamatan diri, lokasi pengungsian, dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk mitigasi dan kesiapsiagaan menghadapi bencana. Fungsinya adalah untuk menentukan perencanaan terhadap suatu wilayah yang berpotensi terkena dampak bencana.

Seperti yang dijelaskan pada Gambar 1 di bawah ini, peta rawan bencana Gunung Slamet dibagi menjadi tiga kawasan. Kawasan yang berpotensi terkena lontaran material magmatik, aliran awan panas, dan guguran lava pijar masuk kedalam Kawasan Rawan Bencana III (KRBIII). Pada KRB III tidak diperkenankan untuk membangun hunian tetap dan tempat wisata atau tujuan komersil secara permanen. Pernyataan ini diputuskan oleh pemda atas saran PVMBG. Kawasan yang berpotensi terkena lontaran material vulkanik berukuran kerikil dan hujan abu lebat, leleran lava, awan panas dan lahar terutama lembah- lembah sungai yang berhulu di kawasan puncak termasuk dalam Kawasan Rawan Bencana II (KRBII) contoh daerah yang masuk kedalam KRB II adalah Desa Guci. Kawasan terakhir yaitu Kawasan Rawan Bencana I (KRB I) dimana kawasan ini berpotensi terkena aliran lahar yang umumnya berpeluang mengancam hampir seluruh kawasan lereng dan kaki Gunung Slamet, terutama lereng bagian utara, timur, selatan, barat daya, barat. Contoh wilayah yang masuk ke dalam KRB I adalah Kecamatan Bobotsari, Kecamatan Bojongsari, dan Kecamatan Baturraden.

peta-rawan-gunung-slamet-jpg-63e499ebc3ce1f399f1c5aa2.jpg

Dari hasil pengamatan terhadap masyarakat di wilayah Baturraden, dimana saya bertempat tinggal, maka diketahui bahwa sebagian besar masyarakat belum memahami tentang adanya bahaya erupsi gunung Slamet beserta peta rawan bencananya. Untuk itulah, saya berkeinginan untuk mengadakan sosialisasi tentang 'PeRanCana" yang merupakan singkatan dari peta rawan bencana. Diharapkan dengan adanya sosialisasi tersebut, masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Slamet, utamanya adalah Kecamatan Baturraden yang berada di lereng Gunung Slamet akan memahami dan lebih memperhatikan tentang peta rawan bencana. Dengan pemahaman dan perhatian tersebut diharapkan masyarakat akan lebih berhati-hati dalam pembangunan rumah, penyelenggaraan usaha komersial secara permanen di kawasan daerah rawan bencana. Jika hal ini dilaksanakan maka diharapkan akan mampu mengurangi kerusakan, kerugian, serta korban jiwa akibat erupsi gunung Slamet.

Diharapkan pula bahwa, pemerintah semestinya harus lebih siap untuk menghadapi kemungkinan erupsi Gunung Slamet dimasa yang akan datang dengan tidak membangun tempat wisata, sarana masyarakat, dan bangunan serta fasilitas-fasilitas lain guna tujuan komersil lainnya di kawasan yang tidak disarankan agar tidak menimbulkan kerugian yang banyak. Selain itu mitigasi bencana juga bukan merupakan peran pemerintah dan TNI saja, melainkan juga merupakan peran kita sebagai masyarakat yang harus andil dalam kesiapsiagaan bencana.

Dengan pemahaman dan kesadaran masyarakat yang kuat tentang Perancana (Peta Rawan bencana) serta perhatian dan usaha yang gigih dari pemerintah guna menghadapi segala kemungkinan bencana erupsi gunung Slamet yang akan terjadi di masa yang akan datang,  maka kerusakan, kerugian, dan korban jiwa akibat bencana erupsi tersebut akan dapat diminimalisir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline