Lihat ke Halaman Asli

WINDA OCTAVIA

Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Jember

Dampak Utang Luar Negeri Indonesia

Diperbarui: 2 Juni 2024   13:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemenuhan infrastruktur di sutu wilayah diperlukan agar berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan infrastruktur dapat bertujuan untuk meningkatkan konektivitas, mendukung mobilitas barang dan orang, serta mendorong aktivitas ekonomi.  Terlaksananya proyek pembangunan tentu membutuhkan dana yang besar. Kebutuhan dana ini menimbulkan beberapa dampak keuangan di Indonesia, yaitu terjadinya defisit anggaran yang diakibatkan oleh penerimaan dalam negeri yang rendah karena pajak yang rendah pula. Untuk menutupi defisit anggaran tersebut, pemerintah Indonesia melakukan utang luar negeri (ULN).

Dikutip dari laman resmi Bank Indonesia, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan I tahun 2024 menurun. Posisi ULN Indonesia pada triwulan I 2024 tercatat sebesar 403,9 miliar dolar AS, turun dibandingkan dengan posisi ULN pada triwulan IV 2023 sebesar 408,5 miliar dolar AS. Penurunan ULN ini bersumber dari ULN sektor publik maupun swasta. Setelah tumbuh 3,0% (yoy) pada triwulan sebelumnya, ULN Indonesia secara tahunan mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,02% (yoy). Rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) turun menjadi 29,3% dari 29,8% pada triwulan sebelumnya, ULN jangka panjang menyumbang paling besar dengan pangsa mencapai 86,8% dari total ULN.

PDB merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui kondisi perekonomian suatu negara dalam kurun waktu satu tahun. Dikutip dari laman resmi Badan Pusat Statistik (BPS), PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDB berhubungan erat dengan ULN karena semakin tinggi nilai PDB, maka semakin baik pula kemampuan suatu negara untuk membayar ULN. Dengan rasio ULN terhadap PDB yang lebih rendah, kemampuan Indonesia untuk membayar kembali utang luar negerinya semakin membaik.

Pinjaman luar negeri ini tergantung pada syarat peminjaman bantuan yang menyangkut tungkatan suku bunga, masa tenggang waktu, jangka waktu yang tidak perlu dilakukan pencicilan utang serta jangka waktu pelunasan utang. Kebijakan ULN ini dilakukan karena ketidakmampuan pendanaan dalam negeri dalam melakukan pembangunan berupa tabungan domestik. Ketidak mampuan masyarakan yang berpenghasilan rendah menyebabkan tabungan domestik menjadi rendah. Hal ini yang melatar belakangi perlunya melakukan ULN untuk menambah cadangan devisa negara guna melakukan pembangunan fasilitas dan utilitas, subsidi pendidikan, pengembangan industri, investasi, dan program-program pembangunan lainnya. 

Dalam proses pelunasan ULN, Indonesia menggunakan dana yang berasal dari tiga sumber dana. Sumber dana utama berasal dari dana Anggaran Penadapatan dan Belanja Negara (APBN) yang digunakan untuk pembayaran pokok ULN maupun pembayaran bunga. Dana APBN berasal dari penerimaan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan dana hibah. Pemerintah akan mengalokasikan dana APBN secara memadai untik pembayaran ULN yang jatuh tempo setiap tahunnya.

Dana yang digunakan untuk pembayaran ULN yang selanjutnya adalah bersumber dari penggunaan pinjaman baru. Hal ini dilakukan untuk pemenuhan pembayaran ULN tanpa harus mengalokasikan keseluruhan dana yang bersumber dari APBN. Pinjaman baru ini dapat bersal dari Lembaga keuangan internasional, pemerintah negara lain, dan dapat juga menggunakan surat utang negara berupa oblogasi global. Perlunya pertimbangan yang matang agar dapat meminimalisir risiko yang dapat ditimbulkan serta tidak memberatkan posisi keuangan negara nantinya.

Sumber dana yang selanjutnya bersumber dari hasil penjualan privatisasi aset negara yang tidak lagi strategis dan efisien dikelola oleh pemerintah. Dalam proses penjualannya, aset negara ini melibatkan persetujuan dari beberapa pihak seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar menjaga kepentingan negara dalam jangka panjang.

Dengan melalukan ULN, tentu akan berdampak positif dan negatif bagi suatu negara. Dampak positif ULN adalah dapat meningkatkan proyek pembangunan infrastruktur dengan modal yang relatif besar, dapat meningkatnya tabungan domestik yang merupakan dampak dari defisit anggaran. Selain itu, ULN dapat membantu meningkatnya ketebukaan pasar dan peningkatan investasi asing guna meningkatkan perekonomian dan pendapatan per kapita.

Namun, ULN juga memiliki dampak negatif jangka panjang yang signifikan terhadap Indonesia. Ketergantungan akan dana pinjaman luar negeri akan menjadikan Indonesia kesulitan dalam mengelola sendiri keuangannya dan melunasi utangnya. ULN juga akan berdampak pada nilai tukar rupiah yang akan menurun dan akan meningkatnya inflasi serta dapat mengurangi kemampuan negara dalam mengelola keuangannya. Kemakmuran dan kesejahteraan rakyat akan berkurang karena dana yang dibayarkan untuk pencicilan ULN bersumber dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Selain itu, ULN yang tidak terkendali dan dikelola dengan baik akan menimbulkan krisis ekonomi seperti yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997-1998 karena ULN yang tidak terkendali ini. Keadaan tersebut sesuai dengan jurnal yang dikemukakan oleh (Siddique, 2016) yang disebutkan bahwa, jika ULN tidak dapat digunakan untuk tujuan kegiatan yang dapat meningkatkan pendapatan dan produktifitas masyarakat, maka kemampuan sebuah bangsa negara debitur untuk melunasi utang akan melemah secara signifikan. Utang dengan kapasitas yang begitu besar dianggap sebagai penghalang bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di suatu negara.

Dengan demikian, perlu adanya penerapan disiplin anggaran yang ketat agar dapat mengendalikan defisit anggaran APBN. Perlunnya peningkatan efisiensi belanja dan optimalisasi penerimaan negara. Ditanamkannya prinsip dalam memajemen risiko utang berupa kemampuan dalam mengidentfikasi, mengukur, serta mitigasi risiko-risiko utang yang mungkin timbul. Selain itu, harus adanya transparansi data, laporan, dan informasi pengelolaan utang secara komprehensif antarlembaga terkait pengelolaan utang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline