Lihat ke Halaman Asli

Winda Ivana

Mahasiswa

Review Artikel Karya Muhammad Julijanto Mengenai Dampak Pernikahan Dini dan Problematika Hukumnya Serta Pandangan Saya Pribadi Tentang Pernikahan Dini

Diperbarui: 12 November 2023   21:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Oleh : Winda Ivana Lusti/212111323/HES D   


      Penikahan dini merupakan pernikahan di bawah usia yang tidak direkomendasikan oleh peraturan perundang-undangan. Perkawinan anak di bawah umur (Child Marriage) dalam perspektif Klasik pada prinsipnya tidak menetapkan batas usia minimum bagi laki-laki dan perempuan untuk melangsungkan perkawinan. Sehingga tidak mengherankan bahwa perkawinan anak-anak justru berkonotasi positif, jika hal itu dilakukan atas pertimbangan kemaslahatan moral dan agama. Dari sudut padang pakar hukum Islam kontemporer melakukan terobosan hukum terkait dengan legalitas perkawinan anak di bawah umur. Agama pada dasarnya tidak melarang secara tegas perkawinan di bawah umur, namun juga tidak pernah menganjurkannya, terlebih jika dilaksanakan tanpa mengindahkan dimensi fisik, mental dan hak-hak anak.

       Dampak pernikahan dini menyebabkan kualitas rumah tangga tidak berada dalam performa yang unggul baik dari kesehatan reproduksi, kesiapan psikologis maupun ekonomi keluarga, sehingga membawa dampak rentan terjadi perceraian, dan terlantarnya kualitas pendidikan anaknya. Kematangan psikologis kurang, cara penyelesaian masalah kurang berpikir panjang, melakukan pekerjaan rumah tidak maksimal. Emosi belum stabil dalam menyelesaikan masalah rumah tangga yang silih berganti.

      Dari penjelasan yang saya kutip dari salah satu artikel di atas serta membaca dari berbagai literatur, saya pribadi tidak setuju dengan adanya pernikahan dini. Karena yang kita tahu bahwa pernikahan bukanah sesuatu yang bisa dilakuan sembarangan. Terlepas dari hukum positif yang berlaku, pernikahan tentu membutuhkan kematangan baik dari finansial maupun psikologi individu. Dalam kasus pernikahan dini, remaja yang masih di bawah umur harus menjalani kehidupan rumah tangga padahal secara fisik mereka belum siap apalagi secara psikologi. Masa remaja adalah masa di mana kita sedang mencari jati diri, emosi tidak stabil, juga ego yang cenderung masih tinggi, serta belum matangnya sistem berpikir tentu akan menjadi problem tersendiri dalam berumah tangga.

      Kemungkinan terburuk dari pernikahan dini adalah tidak terpenuhinya hak masing-masing pihak karena belum adanya kesiapan dalam mengemban tanggung jawab sebagai sepasang suami dan istri. Hal ini bisa saja memicu perceraian atau bahkan hal yang tak diinginkan seperti kekerasan misalnya. Saya pernah melihat salah satu series film Indonesia yang mengisahkan tentang pernikahan dini. Menurut saya apa yang ditampilkan dalam film tersebut bisa menjadi gambaran dampak dari pernikahan dini. Dan hal tersebut makin memperjelas bahwa pernikahan dini bukanlah sebuah opsi yang tepat untuk dilakukan, melihat dari dampaknya yang lebih besar.

      Sebuah peraturan dibuat pasti dengan sebuah alasan, dan menurut saya alasan dari adanya peraturan perundang-undangan tentang batas minimal usia untuk menikah adalah untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal di atas. Meskipun di dalam Islam sendiri tidak ada penegasan jelas mengenai usia yang diperbolehkan menikah selain sudah baligh dan dewasa, tetapi jika dilihat dari mudharat yang lebih besar daripada manfaatnya, maka bisa saja secara tersirat Islam melarang adanya pernikahan tersebut. Karena dalam Islam sendiri hukum dari pernikahan bisa berubah sesuai kondisi serta melihat besarnya manfaat atau mudharat yang diakibatkan oleh pernikahan itu sendiri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline