Lihat ke Halaman Asli

Nyaris Pingsan Bicara di Workshop Menulis Kampung Fiksi

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_152099" align="alignleft" width="650" caption="Tim Kampung Fiksi, minus mbak Endah Raharjo (ki-ka: Sari Novita, Indah Wd, Deasy Maria, G, Ria Tumimomor, Meliana India dan Winda Krisnadefa)"][/caption] Workshop Menulis dan Blogging Kampung Fiksi, akhirnya sukses digelar kemarin (Sabtu, 26 November 2011) di Bekasi Cyber Park. Dan saya ini, si emak dengan pengalaman NOL, sejak awal ditunjuk sebagai pimpro acara dan juga PEMBICARA UTAMA! Sengaja di-capslock bagian pembicara utama-nya itu, karena itu yang mau saya ceritakan.

Seumur hidup, saya belum pernah merasakan berdiri di depan orang banyak dan berbicara menyampaikan sebuah presentasi, (kecuali presentasi sebelum ini dengan pihak Indosat yang notabene, cuma ada 5 orang di dalam ruangan meeting waktu itu). Saya harus bicara selama 45 menit tanpa jeda di depan peserta workshop yang membayar untuk mendengarkan materi yang saya sampaikan. Tuhan, sejak awal saya tahu, yang membuat saya berani mengemban tugas ini, 10% adalah rasa percaya diri saya dan 90% adalah nekad.

Seminggu sebelum acara, kegiatan saya setiap anak-anak sudah terlelap adalah bicara sendiri di depan cermin, menyampaikan materi workshop sambil mengatur-atur angle yang pas supaya bisa kelihatan cantik di depan peserta nanti. *ngakaaak*

[caption id="attachment_152100" align="alignleft" width="300" caption="Alhamdulillaah, aku nggak jadi pingsan... :D"][/caption] Begitu waktunya tiba, boro-boro cantik, pemirsa! Keringat membanjir di sekujur tubuh saya, sampai ke wajah saya. Suara bergetar nggak karuan. Dan yang paling parah, saya lupa dengan semua yang harus saya sampaikan! Padahal q-card di tangan dan slide di screen lebar sudah terpampang jelas poin-poin yang harus saya sampaikan. Ironisnya, satu poin yang ada dalam materi saya adalah: Dengan menulis kita mengasah rasa percaya diri. Mwahahahaa… Saya nggak mau bohong sama peserta dan nggak mau mati kutu dan pura-pura pingsan juga. Masalahnya, kita gandeng sponsor, kalau sampai saya pingsan dan bikin keributan, acara sudah pasti gagal. Satu-satunya cara, saya harus mengakui kelemahan saya di hadapan mereka dan berharap agar mereka maklum.

“Sebenarnya ini sebuah ironi buat saya, saya mengatakan kalau menulis bisa mengasah rasa percaya diri kita. Tapi sekarang ini saya berdiri di depan teman-teman semua, keringet dingin dan grogi sekali. Satu hal yang bisa sampaikan, kalau dua tahun yang lalu saya tidak mulai aktif menulis, mungkin saya sudah pingsan sekarang. Jadi tetap, rasa percaya diri saya sudah tumbuh, walaupun mungkin masih belum cukup untuk bicara dengan tenang di depan teman-teman semua.”

Begitu saya selesai bicara begitu, peserta tertawa lepas. Saya lihat di kejauhan, teman-teman saya dari Kampung Fiksi dan beberapa panitia dari Spasi mengacungkan jempol-nya ke arah saya sambil ikut tertawa. Saya lega, karena keputusan saya untuk tampil jujur dan apa adanya ternyata dihargai oleh mereka semua. Begitu kelegaan itu muncul, saya mulai merasakan keberanian saya naik sedikit dan saya bisa melanjutkan presentasi dengan (lumayan) lancar, dibantu oleh sang moderator yang super duper keren!

[caption id="attachment_152101" align="alignleft" width="300" caption="Peserta yang antusias mengikuti pelatihan"][/caption] Pengalaman berharga yang saya dapat; menguasai bahan pembicaraan belum tentu memiliki rasa percaya diri untuk menyampaikannya. Yes, itu satu faktor penting, tapi yang paling penting adalah, tidak mungkin mengharapkan hasil yang maksimal dalam percobaan perdana. Perlu latihan dan kemauan keras untuk berani malu, sebelum akhirnya benar-benar bisa menguasai keadaan.

Begitu selesai berbicara, Deedee berkata pada saya, “Mbak, lo itu ternyata memang tipe orang yang bawel di tulisan. Pas disuruh ngomong, keliatan banget groginya.” Hahahaha, saya harus telan itu, karena memang itu kenyataanya. Tapi ucapan Deedee sama sekali tidak membuat saya kecil hati. Saya justru jadi penasaran, kepengen bisa. Apalagi melihat Eka Situmorang dan Dhiratara yang juga tampil sebagai pembicara dan mereka melakukannya dengan sangat luwes. Hayoh, cemungudh cemungudh!

Tambahan poin resolusi tahun 2012: Ikut kursus public speaking, siapa tau laku dipanggil jadi pembicara di seminar-seminar. Nguahahahaaa… Aamiin!

Akhir kata yang sedikit panjang. Daftar ucapan terima kasih sebagai berikut saya persembahkan sebagai penghargaan yang setinggi-tingginya dan rasa bangga yang sebesar-besarnya atas semua yang telah kita lakukan bersama:

-Tim Kampung Fiksi

Sejak awal kita mempersiapkan acara ini, saya tidak pernah merasa kesulitan untuk bekerja sama. Semua mengerjakan tugasnya masing-masing dengan penuh tanggung jawab, semua terbuka dengan kritik dan saran, semua legowo saat ada masalah yang timbul, dan semua mampu berpikir dengan jernih dalam menghadapi masalah. Saya bangga sekali, saat katanya tidak mungkin mengumpulkan perempuan-perempuan dalam sebuah komunitas tanpa ada friksi di dalamnya, ternyata kita mampu melewatinya. Walupun mungkin friksi itu ada, kita cukup berjiwa besar untuk menghadapinya secara dewasa. I;m so proud of you, ladies!

-Para Pembicara

Eka Situmorang yang tampil cemerlang dengan materi bloggingnya yang membuka wawasan, bahkan bagi panitia acara.

Dhiratara yang berbicara dengan penuh semangat di depan peserta, menjelaskan segala sesuatu tentang e-publishing yang mungkin masih terdengar baru bagi beberapa peserta.

Srondol yang rela meluangkan waktunya untuk tampil dan menghibur para peserta dengan banyolan-banyolan narsisnya. J

-Spasi

Andi Gunawan, Pungky, Topan dan Deedee Sabrina. Salut atas kemauan kalian membantu tanpa pamrih. Andi yang ditunjuk dengan semena-mena menjadi moderator dengan bayaran yang semena-mena juga, tampil total mengeluarkan semua kemampuannya. Pungky dan Topan yang bela-belain datang dari Purwokerto padahal ada kegiatan kuliah keesokan harinya. Deedee yang ucluk-ucluk nongol ke lokasi acara begitu kuliahnya selesai, menunjukkan kemauannya untuk membantu sebisanya.

-Peserta Wokshop

Saya sering ikut seminar dan workshop, tapi belum pernah saya menemukan audience yang begitu bersemangat dan antusias. Setiap sesi acara hidup dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh peserta. Saya sangat menghargai itu, karena jelas terlihat peserta memang datang dengan harapan bisa mendapatkan ‘sesuatu’ dari acara ini. Saya atas nama Kampung Fiksi juga mohon maaf jika ada kekurangan di sana-sini, semata karena kurangnya pengalaman kami.

-Sponsor (Indosat)

Terima kasih atas kerja-samanya dengan Kampung Fiksi. Mudah-mudahan ke depannya kita bisa bekerja sama dengan lebih baik lagi.

-Para sahabat yang kami undang untuk hadir

Atuk Dian Kelana, Babeh Helmi dan Choirul Huda, terima kasih sudah meluangkan waktunya untuk menyaksikan dan mendukung acara Kampung Fiksi. Mudah-mudahan nggak kapok, ya!

Emak Gaul di Kampung Fiksi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline