Lihat ke Halaman Asli

winda ikariyani

Bukan siapa-siapa

Gadis Pemisah Mimpi

Diperbarui: 30 November 2021   12:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mataku terpejam. Seseorang membangunkanku, menggoyangkan tubuhku berkali-kali. Tanpa mengeluarkan suara, satu katapun. Aku yakin itu pasti Mina. Malam baru saja dimulai, tapi dia membangunkanku saat aku ingin merajut mimpi. Aku tetap tidak ingin membuka mata. Akhirnya dia menyerah setelah berulangkali mencoba membangunkanku. Ah, sudahlah biarkan saja. Aku ingin memulai mimpi.

            Menarik selimut, aku terlelap mengarungi lautan mimpi. Bersama dengan khayalan malam merajut kisah bahagia. Bermain di langit ditemani dengan bintang-bintang yang berkelap kelip  bersama ayah, ibu dan juga Mina. Untung saja tadi aku tidak terbangun. Mungkin aku tidak bisa bermimpi indah seperti ini.  Dalam mimpi aku dan Mina merasa sangat bahagia. Bukan hanya dalam mimpi saja, dalam dunia nyata kami juga sangat bahagia.

            Sejak kecil aku dan Mina selalu bersama. Meskipun, di usia remaja kami harus ditinggal kedua orang tua untuk selamanya. Itu tidak menjadi alasan untuk mengakhiri hidup kami. Selagi kami masih bersama, segala kesedihan dan penderitaan tidak akan menjadi beban yang berarti. Kami saling berbagi, saling menguatkan, saling menghibur, dan saling bersama.

            Mimpi tidurku ini benar-benar indah. Membuatku tidak ingin membuka mata, mengakhiri cerita. Gelak tawa aku, ayah, ibu dan Mina sangat manis dan hangat untukku pada malam ini. Kebersamaan ini yang ingin selalu aku rasakan, walau hanya sekedar mimpi yang tidak nyata.

            "Kak, kamu harus turun dari langit sekarang!" pinta Mina tiba-tiba. Saat aku sedang asyik bermain dengan ayah dan ibu.

            Aku hanya diam. Tidak mengerti dengan Mina yang tiba-tiba memintaku untuk turun.

            Tangan Mina memegang tanganku. "Cepatlah, Kak!" pintanya lagi. Menatapku dengan bola matanya yang indah. Nanar saat memandangku.

            Aku tersenyum tipis. Aku yakin Mina hanya bercanda. "Memangnya kenapa, Mina? Aku masih mau bermain kalian di sini," jelasku dengan sedikit tertawa kecil.

            "Kau harus turun sekarang, Kak!" tegas Mina kepadaku.

            "Kau menyuruhku untuk turun. Lalu bagaimana denganmu, Min?" tanyaku.

            Mina menghela nafas sejenak. Membalikan badan dariku. Berjalan maju, mejauh. Tidak ingin menatapku yang sedang bertanya padanya. Masih terdiam, seperti menahan sesuatu dalam dirinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline