Lihat ke Halaman Asli

Ketika Tahu Tempe Berhenti Beredar

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

9/10/2013 11:45:37 AM

Kesadaran bahwa diri ini hidup di sebuah sistem ternyata dapat muncul begitu saja tanpa dicari. Seperti yang saya temukan pagi ini. Setengah jam sebelum kuliah jam 8, saya keluar Pondokan Garuda yang sudah setahun lebih saya huni itu. Masih ada waktu untuk mengisi perut yang sudah berdemo ‘serangan fajar’.

"Gorengannya abis...", kata Mbak Sum, pemilik warteg, ketika saya hendak memesan sarapan.

Saya tersenyum saja, karena memang tak berniat makan gorengan. Namun ketika ada tetangga yang menanyakan gorengan, Mbak Sum memperjelas kalimatnya tadi.

"...gak ada tempe tahu goreng, pada mogok semua yang dagang... ini untuk untuk semur tahu dan orek, ada sisa stok di kulkas"

Ups! saya baru ngeh ada sesuatu yang terjadi. Sepulang dari kampus sore kemarin sebenarnya saya menyaksikan berita di berbagai stasiun TV yang mengabarkan tentang aksi mogoknya produsen dan pedagang tahu tempe karena harga kedelai melonjak tinggi. Jujur saja yang saya tonton saat itu cukup untuk mengetahui isunya saja. Miris melihat kekesalan dan kebingungan yang tergambar di wajah para pelestari makanan Indonesia itu, tambah lagi melihat tahu dibuang diinjak-injak, duh sayang banget, bikinnya gak gampang dan mubazir kan?

Begitu layar TV menayangkan teriak-teriakan dan ribut-ributan, seperti ketika menonton tayangan ribut-ribut lainnya, saya langsung pindah channel. Dalam hati terbersit rasa kasihan juga dengan para pengusaha makanan berprotein tinggi tersebut, juga para pekerjanya. Dan kasihan pula para konsumennya. Kasihan rakyat Indonesia. Sudah setelah itu, scene di pemikiran saya langsung terganti dengan hal-hal lain.

Dan selama 12 menit tadi, sambil menyantap nasi uduk lengkap dengan tumis bihun dan tahu semur (maafkan saya jika ada yang tak suka, masih ada yang menyantap tahu hari ini), saya menyadari satu hal. Sampai saat ini saya masih sering kurang peka terhadap fenomena sosial yang bergolak di sekitar saya. Padahal secara otomatis fenomena itu berpengaruh juga pada hidup saya atau orang-orang di sekitar saya. Sederhana saja, melonjaknya harga kedelai membuat produsen tahu tempe mogok berproduksi, berakibat pada ketiadaan makanan berbahan tahu tempe di warung-warung makan langganan para mahasiswa dan para pekerja, berkuranglah alternatif makanan murah dan bergizi untuk kita.

Sepertinya memang saya perlu lebih peka membaca kehidupan di sekitar saya, demi hati yang lebih manusiawi dan mampu berempati. Demi tempe tahu, demi makanan yang sehat dan merakyat, semoga semuanya segera lebih bersahabat. Harga kedelai yang lebih bersahabat, kabar-kabar tentang Indonesia yang bersahabat, dan tentu cara merespon kondisi sulit yang bersahabat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline