Lihat ke Halaman Asli

Winbert Hutahaean

Diplomat Indonesia di New Caledonia

Referendum Kemerdekaan di New Caledonia, Bagaimana Keturunan Jawa di Sana?

Diperbarui: 5 Oktober 2020   04:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Poster "Oui" (Ya) untuk merdeka dan "Non" (Tidak) untuk tetap bersama Prancis | Dokumentasi pribadi

Noumea - Pada 4 Oktober 2020 ini, referendum terakhir di dunia untuk memerdekakan sebuah negara akan dilaksanakan di Kaledonia Baru, sebuah pulau yang menjadi koloni Prancis di Pasifik. 

Referendum ini akan diawasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang telah memasukan wilayah ini ke dalam Group C-24 untuk mengikuti proses dekolonisasi. 

Menurut Noumea Accord (Perjanjian Noumea) yang ditandatangani pada tahun 1998, Kaledonia Baru akan menyelenggarakan 3 referendum mulai tahun 2018 dengan jeda setiap 2 tahun. 

Referendum pertama telah dilaksanakan pada 2018 dan mayoritas penduduk memilih untuk tidak merdeka, dan karena itu referendum kedua dilaksanakan di tahun 2020 ini, dengan referendum ketiga akan menjadi pilihan terakhir pada 2022. 

Sebaliknya jika dalam salah satu referendum mayoritas menyatakan ingin memisahkan diri dari Prancis, maka negara termuda akan muncul di dunia ini. 

Namun apabila setelah melalui 3 referendum mayoritas masih tidak mau merdeka, bukan berarti Kaledonia Baru adalah Departemen (provinsi) Prancis, bahkan ini hampir tidak mungkin. 

Pilihan paling masuk akal adalah mengadakan referendum baru dalam 20-30 tahun terhitung dari 2022 atau mendirikan negara baru di bawah asosiasi khusus dengan Prancis atau status quo seperti saat ini, tetapi dengan hak dan kekuasaan yang lebih besar.

Masyarakat Kaledonia Baru kini terbagi dua sisi antara mereka yang tidak menginginkan kemerdekaan, sebagian besar didukung oleh keturunan Eropa dan mereka yang menginginkan kemerdekaan, yang mayoritas adalah suku asli Melanesia Kanak. 

Kaledonia Baru telah dihuni selama 3.500 tahun oleh orang Melanesian Kanak, namun pada tahun 1853 kawasan ini dikuasai oleh Prancis yang kemudian ditetapkan sebagai Territory d'outre mer (teritori seberang laut). 

Pemerintah Prancis menjadikan pulau ini sebagai tempat pengasingan bagi tahanan asal Eropa. Belakangan dengan bantuan Pemerintah Belanda, pada 1896 Pemerintah Prancis mendatangkan tenaga kontrak dari Jawa, terutama setelah nikel banyak ditemukan, ke pulau ini. 

Mereka dibawa dengan aturan yang ada yaitu "Koeli Ordonantie" mirip dengan cerita orang Jawa di Suriname, tetapi tidak banyak orang Indonesia yang tahu tentang hal ini. Orang Jawa di Kaledonia Baru saat ini sudah mencapai generasi ke-5.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline