Lihat ke Halaman Asli

Win Ruhdi Bathin

Petani kopi

Arslan Abdul Wahab, Perjuangan Menyelamatkan Daerah Berujung Penjara

Diperbarui: 21 November 2024   21:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Arslan Abdul Wahab saat menjalani sidang di PN Takengon . Foto koleksi pribadi

Pada Senin, 19 November 2024, ruang sidang Pengadilan Negeri Takengon penuh sesak dengan suasana haru. Arslan Abdul Wahab, mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKK) Aceh Tengah, bersama bendaharanya, Nafisah Elviana, divonis tiga bulan penjara. 

Vonis tersebut menjadi penutup kisah panjang perjuangan Arslan menyelamatkan keuangan daerah, yang oleh banyak pihak justru dianggap sebagai bentuk pengabdian, bukan pelanggaran.

Hakim Ketua Rahma Novatiana SH yang memutuskan penjara tiga bulan kepada Arslan Abdul Wahab. Foto dari website PN Takengon

Langkah Darurat di Tengah Krisis

Tahun 2022, Kabupaten Aceh Tengah menghadapi defisit anggaran sebesar Rp 65 miliar. Situasi ini membuat pembayaran tagihan penting, seperti tunjangan profesi guru (TPG) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), berada di ujung tanduk. Pemerintah pusat mengancam pemotongan anggaran tahun berikutnya jika kewajiban ini tidak segera diselesaikan.

Arslan, sebagai pejabat yang bertanggung jawab atas keuangan daerah, mengambil langkah berani. Ia memutuskan menggunakan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) yang masih mengendap di rekening kas umum daerah (RKUD) untuk sementara waktu. 

Dana tersebut, yang sejatinya belum teralokasikan untuk program tertentu, dipindahbukuan guna memenuhi kewajiban mendesak pemerintah daerah. Tak lama setelah itu, dana ZIS tersebut dikembalikan sepenuhnya.

"Ini hanya pemindahbukuan, bukan pengalihan dana," tegas Arslan dalam pledoinya. Ia menambahkan bahwa tindakannya dilakukan dengan niat tulus menyelamatkan daerah dari sanksi finansial yang lebih besar.

Integritas yang Tak Terbantahkan

Bagi yang mengenal Arslan, vonis tersebut terasa tidak adil. Ia dikenal sebagai sosok sederhana, jujur, dan disiplin. Bahkan di lingkup keluarga, Arslan menolak menggunakan fasilitas dinas untuk kepentingan pribadi. Ketika salah seorang kerabat meminta izin meminjam mobil dinasnya, ia dengan tegas menolak, menyebut bahwa aset negara hanya boleh digunakan untuk tugas resmi.

Di lingkungan kerja, Arslan adalah pemimpin yang teliti dan peduli pada bawahannya. Tak heran, saat vonis dibacakan, puluhan kolega dan sahabat hadir memberikan dukungan moral. Tangis haru pecah di ruang sidang, melambangkan solidaritas dan penghormatan kepada perjuangan Arslan.

Payung Hukum yang Dikesampingkan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline