Sekelompok generasi muda yang jengah, muak , mual dan prihatin terhadap politik uang saat ini, mulai menggagas satu gerakan perlawanan. Perlawanan terhadap gencarnya politik uang yang telah berhasil dimenangkan oleh mereka yang membeli suara. Para pemenang kontestasi legislatif kali ini menggelontorkan uang milyaran. Demi mendapat kursi kursi Dprk, Dora dan Dpr Ri. Sementara yang mereka yang melawan politik uang dan maju melawan arogansi uang ini, kalah. Bukan tidak ada orang orang idealis yang ikut bertarung. Banyak.
Tapi mereka dikalahkan oleh uang. Muncul firaun firaun kecil yang kaya dan meminjamkan uangnya kepada siapa saja yang mau. Mereka yang meminjam uang ini, kemudian dititipi banyak kepentingan si Beruang tadi. Pangkat dan jabatan dijual belikan, digadai dan dipaksa diambil dengan sodoran uang. Sementara, semua perilaku pelanggaran Syariat Islam ini, begitu terbuka, terorganisir, masif dan terstruktur ini, terjadi di depan para ulama dan aturan Islam.
Setelah berhasil merebut kursi dprk dan seterusnya keatas, para beruang ini masik ke tahap kedua, merebut kursi bupati yang akan berlangsung di penghujung tahun 2024 ini. Mereka sudah kuasai dprk, lalu kepala daerah. Semua dari kalangan mereka. Tak peduli visi misi atau sdm. Semua itu tak penting. Yang penting berkuasa, hidup.makmur dan mengelola uang apbk.. KKN meraja lela.
Mereka yang merebut kursi dprk dan bupati dengan uang, tentu akan berpikir dan bertindak mengembalikan uang terlebih dahulu saat berkuasa. Rakyat dan pembangunan untuk memsejahterakan rakyat? Per iblis dan persetan. Uang sudah dibuang. Harus kembali,.plus untungnya selama 5 tahun menjabat.
Begitu logikanya. Mereka yang sudah merasakan nikmatnya kekuasaan, akan selalu 8ngin berkuasa, apapun caranya. Sementara mereka yang kaya dari proyek dan jabatan dan belum berkuasa, ingin mendapatkan bagian dari uang negara lewat apbk yang berjumlah Rp satu trilyun lebih pertahun.
Mereka semua ingin menikmatinya, plus dengan untungnya serta fasilitas dan gelar kehormatan lainnya. Kue apbk yang lezat dan gurih. Meski tanpa kinerja, mereka akan dibiayai negara selama 5 tahun.
Siapa tak gila mendapatkannya? Ditengah parahnya kerusakan dengan kekuasaan uang ini, sekelompok generasi muda dari era milenial dan Gen Z ini, coba melawan. Masa sih membiarkan kemungkaran menang dan nyata nyata melawan Syariat Islam. Jual beli suara. Begitu kira kira kata mereka.
Apakah tidak ada lagi orang baik dan idealis yang bisa menjadi bupati fi lontestasi selanjutnya?. Begitu pikiran yang lainnya. Lalu mereka merancang sebuah perlawanan dengan mengusung orang baik menjadi bupati. Lewat jalur independen. Artinya, tanpa diusung partai.
Karena partai dianggap terlalu mahal dan didapatkan dengan beli suara. Partai pasti menawarkan mahar yang mahal untuk ditunggangi calon bupati. Oleh sebab itulah dirancang bupati dari jalur independen. Bupati yang akan diusung bukan cabup yang sudah pernah duduk atau berkuasa. Bukan pula cabup yang sudah tua.
Tapi benar benar diluar estimasi orang banyak Muda, agamis, dan berpikir kedepan. Mau mewakafkan dirinya untuk orang banyak. Kini , nama nama cabup tersebut sedang dikumpulkan.
Kemudian setelah dianggap cukup. Lalu dipublikasikan kepada masyarakat banyak. Masyarakat banyak kemudian memilih pasangan bupati yang diinginkan. Cabup dan cawabup paling banyak dipilih warga, akan diusung dari jalur independen.