Lihat ke Halaman Asli

Winarto SPd

Guru Bahasa Indonesia

Lonceng Jam Tua

Diperbarui: 9 Agustus 2024   20:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dibuat dengan AI

Malam ini aku sudah melanggar jadwal waktu tidur. Rasa khawatir yang campur aduk terasa riuh meramaikan isi otakku.

"Apa iya aku bisa lulus ujian program bidikmisi fakultas kedokteran? Apa masih ada harapan lain yang bisa menghantarkan diri ini meraih cita-cita?" begitulah keramaian isi kepala dengan bisingnya berkata.

Tidak hanya itu, berbagai aktivitas sehari-hari juga tampil bagaikan rekaman kejadian yang diputar, membuat mata kian sulit mengatup. Ketakutan terkait  harapan mengangkat derajat orang tua gagal karena tidak lulus ujian juga mengisi ruang-ruang kepalaku.

"Teng, teng, teng" Lonceng jam tua peninggalan kakek mengayunkan tubuhnya menyimbolkan waktu tepat pukul sepuluh malam.

Lampu dengan daya 20 watt bersinar kuning keemasan yang menggantung di plafon kamar belum sempat aku matikan.

"Cekrek, cekrek, krieekkk, ketepuk, ketepuk, ketepuk" terdengar suara bapak membuka kunci pintu utama, memasuki rumah dengan langkah sepatunya.

Selimut tebal mulai kuraih dengan jidat dan mata yang tenggelam di tebalnya bantal. Aku tidak ingin satu pun orang rumah tahu gelisahnya diriku di malam ini. Capeknya Ibu mengurus rumah, Bapak yang lelah mencari nafkah dengan motor supranya mengantarkan koran, tidak boleh tahu kalau anak perempuan satu-satunya belum tidur di jam sepuluh malam. 

"Anindya, Bapak sadar mungkin bapak bukan orang tua yang baik di matamu. Mungkin banyak teman di sekolahmu memiliki orang tua dengan bergelimang harta memberikan fasilitas maksimal. Hanya lantunan doa kecil seikhlas-ikhlasnya Bapak meminta kepada Allah Ya Salam sang pemberi kesejahteraan agar di masa depan, anak Bapak bernama Anindya Putri Mardani selalu beruntung dan bermanfaat hidupnya" suara lembut dan hangatnya telapak tangan Bapak mengusap kepalaku di ahad pagi waktu aku berpamitan sebelum berangkat ke sekolah.

Pesan Bapak yang terserap di telinga dan meramu di otakku masih terngiang hingga senin malam ini.

"Alhamdulillah, Bapak sudah pulang. Ibu sudah siapkan air hangat, susu coklat, dan nasi sambal teri ya Pak. Bapak mandi dulu nanti segera makan malam" terdengar suara Ibu menyambut kepulangan Bapak.

"Wah, paket komplit. Sungguh perhatiannya istri Bapak ini" sahut manis Bapak jelas terdengar di telingaku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline