Lihat ke Halaman Asli

Pisang Bakar Cantik Lasiana

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lasiana

Kupang masih asing bagi saya. Maklum, baru sekali ini saya mengunjungi ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur tersebut. Sebenarnya tidak butuh waktu yang lama untuk sampai ke Kupang via jalur udara dari Denpasar. Bila penerbangan dari Denpasar ke Kupang langsung hanya butuh waktu 1,5 jam saja. Namun, rencana perjalanan saya diakhir Mei lalu berubah total karena Merpati yang telah ingkar janji. Butuh waktu 3 jam lebih karena pesawat harus transit di Tambolaka dan Waingapu, Sumba.

Saya sudah lakukan sedikit penelusuran tentang Kupang di internet, paling tidak bisa memberi gambaran tentang kota tersebut. Beruntung ada teman di Kupang yang bersedia direpoti. Dia adalah Remi, seorang mahasiswa Pasca Sarjana di Universitas Nusa Cendana dan Pak Wayan Mudita, dosen Fakultas Pertanian Undana. Di awal bulan Mei, saya sudah menghubungi mereka berdua. Pak Wayan berkata bahwa Remi akan menjadi guide selama saya di Kupang.

Lasiana beach adalah salah satu tujuan saya dan Remi. Perjalanan dari rumah Remi di daerah Oebufu ke Pantai Lasiana kira-kira memakan waktu tiga puluh menit dengan menggunakan sepeda motor. Dalam perjalanan itu, saya banyak mengamati sesuatu hal yang mungkin belum pernah saya lihat/jarang saya temui di Bali ataupun di Jawa. Saya beberapa kali melihat gerombolan pemuda yang kebut-kebutan tanpa helm di jalan raya. Selain itu, di Kupang juga banyak saya temui angkutan kota (angkot) yang memutar lagu dengan suara yang terdengar sangat keras. Saya pikir itu adalah hiburan gratis di jalan raya meskipun kalau berada di dalamnya saya sangat tidak suka musik dengan suara yang demikian keras.

Akhirnya, saya sampai di Lasiana Beach. Remi mengajak mampir di rumah saudaranya yang terletak di dekat pintu gerbang masuk pantai. Setelah berbincang-bincang sebentar, saudara Remi itu ternyata ingin ikut ke pantai dengan mengajak istri dan anaknya yang masih berumur sekitar 2 tahun. Ternyata Remi sempat menghabiskan beberapa tahun di dekat Lasiana, sehingga tidak heran, banyak penduduk sekitar yang mengenalnya, termasuk penjaga tiket pintu masuk. Oleh sebab itulah, saya yang berboncengan dengan Remi dapat masuk ke Lasiana Beach tanpa harus bayar karcis masuk.

Pisang Bakar

Sejauh memandang, Pantai Lasiana sangatlah indah. Pasir hitam dan jajaran pepohonan kelapa di sekitar pantai, ditambah dengan keceriaan pengunjung yang tengah bermain air dan bermain sepak bola, semakin menambah kecantikan Pantai Lasiana. Di sana juga terdapat warung-warung yang dikelola oleh penduduk sekitar.

Entah siapa yang berinisiatif, saya mengikuti Remi ke salah satu warung. Saya ditawari pisang bakar. Sepertinya enak. Saya menurut saja. Sambil menunggu, saya menikmati pemandangan alam dan aktivitas manusia yang ada di sekitar Pantai Lasiana itu sambil menikmati makanan kecil yang dijual di warung itu.

Kami memesan 4 porsi pisang bakar. Cukup lama juga pisang itu dibakar di atas tungku. Layaknya sebuah sate, penjualnya mengipasi tungku tersebut. Saya sudah membayangkan bahwa pisang bakar yang hendak saya makan nanti mirip dengan pisang owol, namun pasti ada perbedaannya.

Pisang bakar pun diantar oleh penjualnya. Terlihat sangat enak dan memang berbeda dengan pisang owol. Tidak ada meises, tidak ada keju dan tidak ada susu cair. Pisang bakar di Pantai Lasiana yang tersaji dalam sebuah piring tersebut terlihat tertimbun oleh sesuatu. Penasaran dengan timbunan tersebut, saya mencicipinya sedikit. Lidah ini mencoba merasakan bubuk yang ada di atas pisang tersebut yang ternyata adalah bubuk kacang. Selain itu juga terasa manis yang berasal dari gula merah cair. Perpaduan pisang, bubuk kacang dan gula merah tersebut sangat enak di lidah.

Tidak butuh waktu lama untuk menghabiskan pisang owol ala Pantai Lasiana. Mungkin lebih cepat menghabiskan pisang bakar tersebut daripada penantian untuk menyajikannya. Minggu sore di Pantai Lasiana sungguh lengkap dengan hidangan pisang bakar itu. Setelah semua menghabiskan bagian masing-masing, saya membayar untuk makanan dan minuman yang kami beli. Total habis dua puluh delapan ribu rupiah. Entah mahal entah murah, yang penting batin terpuaskan dan senang.

Terlihat dari luar warung tersebut, langit tampak kemerah-merahan di kala senja. Pantai Lasiana sore itu betul-betul memiliki magnet yang menarik bagi saya. Saya mendekat ke bibir pantai, memandang keindahan alam sambil sesekali berujar luar biasa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline