Sebagai perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, PermataBank memang telah menyampaikan keterbukaan informasi, khususnya permasalahan hukum di dalam Laporan Tahunan 2015 halaman 444-445. Dari rincian perkara perdata yang disampaikan, PermataBank menyatakan ketiga gugatan ini tidak mempengaruhi kondisi keuangan PermataBank.
Padahal dana sejumlah Rp 245 juta yang telah saya percayakan kepada PermataBank terbukti hilang dari rekening yang sedang dikelola mereka. Walaupun bisnis bank adalah bisnis kepercayaan, namun ternyata PermataBank tidak melihat resiko reputasi ini. Resiko reputasi ini bisa berakibat fatal, contohnya rush uang maupun pencabutan izin usaha.
Bertepatan dengan 22 bulan kasus pembobolan rekening saya di PermataBank (kronologis kejadian dapat dibaca disini), izinkan saya untuk menyampaikan 6 fakta pertaruhan reputasi yang sedang dihadapi oleh PermataBank. Semoga informasi ini bisa berguna bagi orang banyak, khususnya bagi seluruh pemangku kepentingan PermataBank.
Fakta 1: Isi Laporan Tahunan PermataBank 2015 Belum Mencerminkan Kejadian Yang Sesungguhnya
PermataBank belum menyampaikan fakta/posisi kasus yang sesungguhnya terjadi dalam kejadian pembobolan rekening saya, diantaranya:
PermataBank tidak menyampaikan fakta adanya permintaan reset password internet banking Tjho Winarto dari pihak ketiga kepada Call Center PermataBank. Lebih lanjut, Manajemen PermataBank tidak memberikan izin kepada saya untuk mendengar rekaman percakapan validasi permintaan reset password diatas.
PermataBank juga tidak menyampaikan fakta bahwa komplotan pelaku pembobolan sudah tertangkap dan bagaimana modus pihak ketiga membobol dana nasabah. Ternyata pihak ketiga dapat membeli data pribadi nasabah yang seharusnya dijaga kerahasiaannya, terutama fotokopi kartu ATM PermataBank atas nama saaya. Artinya komplotan pembobolan bukan hanya memiliki 16 digit nomor kartu ATM, tetapi juga mempunyai fotokopi kartu ATM PermataBank. Hal ini tentunya mengandung resiko yang besar bagi nasabah PermataBank lainnya.
Fakta 2: Laporan Dugaan Pelanggaran ke Komisi Yudisial
Berdasarkan surat tanggal 25 April 2016, saya telah menyampaikan laporan dugaan pelanggaran ke Komisi Yudisial Republik Indonesia dan hal ini telah ditindaklanjuti oleh KY. Pada dasarnya, salinan putusan resmi perkara perdata 92/Pdt.G/2015/PN.JKT.SEL tanggal 26 Januari 2016 memiliki cacat hukum, yaitu isi salinan putusan berbeda dengan apa yang dibacakan oleh majelis hakim PN Jaksel dalam persidangan. Dasar pertimbangan hukum majelis hakim yang dibacakan dalam sidang putusan terkait SMS banking tidak lagi tercatat dalam salinan putusan resmi.
Padahal 2 media nasional telah memuat hasil putusan sidang sesuai dengan apa yang dibacakan oleh majelis hakim PN Jaksel
Dalam berita elektronik kontan.com tertanggal 26 Januari 2016 sesaat setelah putusan sidang dibacakan, tertulis bahwa “Salah satu pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tersebut adalah bahwa dinyatakan terbukti adanya transaksi uang sebesar Rp 245 juta menggunakan password serta token yang benar (sesuai milik pengguna) sesuai dengan password SMS Banking”. Ari Nizam, Kuasa Hukum Tjho Winarto mengaku kecewa dengan putusan Majelis Hakim dan menilai Majelis telah keliru dalam memutus perkara. "Yang kami gugat adalah transaksi mencurigakan melalui internet banking bukan sms banking," tegas Ari diluar Pengadilan.