Lihat ke Halaman Asli

Winarno Abdullah

Guru MTsN 1 Bandar Lampung gemar menulis

Ini Tidak Biasa

Diperbarui: 29 Juni 2024   04:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Di suatu pagi yang cerah, Marsono merasakan dinginnya udara pagi menyentuh kulitnya saat ia membuka ponselnya. Pandangannya tertuju pada pesan WhatsApp yang tidak berbalas. Jari-jarinya yang sedikit kaku akibat udara pagi yang dingin mengetik pesan, "Assalamualaikum," diikuti dengan beberapa pesan lagi, "Teh, sehat, kok gak ada respon?"

Tak lama kemudian, getaran ponsel di tangannya terasa seperti menggoyahkan hatinya. Yani dari Cianjur menjawab, "Waalaikumsalam. Maaf pa, kemarin cape banget."

Marsono merespons dengan kekhawatiran yang semakin terasa di dadanya, "Oh kirain ada apa, biasanya setidaknya kirim emoticon. Cape kunaon? Gak minum suplemen, rujak atau petisan gitu yang seger-seger." Bayangan rasa asam manis rujak dan petisan seakan membuat lidahnya terasa lebih segar.

Yani menjelaskan singkat, "Ya cape kerja pa."

Percakapan berlanjut dengan pesan-pesan singkat hingga akhirnya Yani mengungkapkan, "Udh pa, PPDB melanjutkan," saat Marsono menanyakan tentang partisipasinya di AKG.

Keesokan harinya, pada pagi yang masih diselimuti embun, Marsono kembali mencoba menghubungi Yani dengan sapaan pagi, "Assalamualaikum. Morning routine. Apakah agenda hari ini?" Pandangannya terarah ke layar ponsel, menunggu balasan yang tidak kunjung datang. Ketika akhirnya Yani membalas salamnya, Marsono merasakan ada sesuatu yang aneh karena respon Yani tidak seperti biasanya.

Hari demi hari berganti, Marsono semakin khawatir melihat akun WhatsApp Yani yang tidak menunjukkan tanda-tanda aktivitas. "Tak biasanya ia seperti ini. Ini tidak biasa," pikirnya sambil merasakan kegelisahan yang semakin menekan hatinya. Kecemasannya bertambah saat Yani tidak kunjung membalas pesan-pesannya.

Di suatu malam yang sunyi, Marsono memutuskan untuk memposting sebuah foto kenangan mereka saat berada di Kota Lama, Semarang. "Kami duduk di oudetrap, sebuah area terbuka berbentuk setengah lingkaran dengan beberapa tingkatan seperti anak tangga. Layaknya sebuah tribun penonton, kami duduk sejenak, sekedar mengatur nafas setelah menikmati beberapa spot Kota Lama," kenangnya sambil merasakan sentuhan lembut angin malam yang membawa aroma nostalgia. Ia berharap Yani akan merespon, namun harapannya pupus saat malam berganti hari tanpa ada respon dari Yani.

Perasaan putus asa semakin menghimpit hati Marsono. Dengan perasaan yang campur aduk, ia memutuskan untuk berangkat ke Bandung untuk menjumpai Yani. Sepanjang perjalanan, ia merasakan dinginnya angin yang menerpa wajahnya dan getaran lembut dari jalanan yang dilaluinya. Namun di tengah perjalanan, ia tiba-tiba berubah pikiran.

Dengan hati yang berat, Marsono menyadari bahwa mungkin Yani butuh waktu untuk dirinya sendiri. "Aku berubah pikiran," tulisnya dalam hati, berharap semoga suatu saat mereka bisa berbicara dan menyelesaikan kesalahpahaman ini. Dengan perasaan yang masih bercampur aduk, Marsono berusaha menerima keadaan sambil berharap yang terbaik untuk mereka berdua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline