Lihat ke Halaman Asli

Wi Nandar

Mahasiswa sosiologi UIN Sunan Kalijaga

Haul Solo

Diperbarui: 25 Oktober 2024   20:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

masjid riyadh

Haul Solo (Al Habib Ali Bin Ali Habshi)
Pada tanggal 23- oktober- 2024, saya sedang berada di kawasan Pasar Kriwong Solo, tempat diadakannya upacara peringatan Haul Al Habib Ali bin Ali Habshi ke-113. Acara berlangsung di Masjid Al Riyadh, sebuah masjid  besar dan megah yang menjadi pusat kegiatan keagamaan masyarakat  Arab  Solo. Bangunan masjid ini memiliki gaya arsitektur unik dengan sentuhan Arab klasik. Kaligrafi indah terlukis di dinding putih bersih, dan kubahnya berdiri tinggi, mengingatkan kita pada  masjid  Timur Tengah.
Tenda besar didirikan di halaman masjid,  dengan kursi-kursi plastik tersusun rapi berjajar. Kebanyakan pengunjungnya mengenakan  gamis atau gamis berbahan dasar putih, namun para wanitanya mengenakan hijab Islami dengan warna lembut sehingga memberikan kesan sakral. Beberapa orang memakai sorban atau imamah, yang merupakan ciri khas acara transportasi yang erat kaitannya dengan makna keagamaan dan penghormatan terhadap Habaib. Di sekitar masjid, beberapa pemuda berjaket panitia berwarna hijau tua sibuk mengarahkan arus jamaah yang berdatangan silih berganti.
Di tengah keramaian itu, saya memperhatikan dua orang yang meski berpenampilan berbeda, namun saling melengkapi peran. Pertama, saya melihat seorang lelaki tua bernama Haji Mahmoud berjalan dengan tenang di depan pintu gerbang masjid.Dia mengenakan jubah panjang berwarna abu-abu tua dan sorban putih di kepalanya. Sambil memegang rosario di tangan kanannya dan menggumamkan kata-katanya, Haji Mahmoud menyapa jamaah dengan sapaan hangat dalam bahasa Indonesia, sesekali bercampur dengan bahasa Arab. Dia memiliki penampilan yang bermartabat dan mengangguk perlahan kepada orang-orang yang menyapanya, memberikan kesan bahwa dia adalah orang yang dihormati.
Di sisi lain ada seorang pemuda bernama Zaki yang tampak bersemangat membantu para tamu yang baru datang. Zaki mengenakan jas panitia berwarna hijau tua dan celana panjang hitam, serta sarung diikatkan di pinggang. Zaki yang fasih berbahasa Jawa membimbing para tamu ke tempat duduknya dan menunjukkan keramahtamahan serta kesopanan tuan rumah. Setiap kali Zaki bertemu tamu yang lebih tua, dia membungkuk sedikit dengan hormat dan berbicara dengan nada lembut dan ramah. Mereka juga mungkin berkomunikasi dalam bahasa Indonesia  dengan masyarakat di luar daerah.
Interaksi mereka menunjukkan bahwa Haji Mahmoud dan Zaki mendekati masyarakat dengan cara yang berbeda, serta posisi dan perannya dalam ajang transportasi ini. Haji Mahmoud tampil lebih tenang dan bermartabat sebagai orang tua yang disegani.Gerakannya yang lamban dan sikapnya yang sopan memberi kesan bahwa ia adalah teladan yang disegani di lingkungan sekitar. Bahasa yang digunakannya merupakan campuran  bahasa Indonesia dan Arab, semakin menonjolkan jati dirinya sebagai orang yang paham agama dan adat istiadat Arab di Solo.Sikapnya menunjukkan bahwa ia tidak sekadar mengikuti ajang transportasi ini  sebagai peserta, namun juga sebagai sosok yang turut menjaga suasana keagamaan dan khidmat di tempat tersebut. Kehadirannya seolah mengingatkan masyarakat akan pentingnya menghormati nilai-nilai adat saat upacara keagamaan seperti rampasan ini.
Zaki, sebaliknya, lebih menampilkan karakter seorang pemuda yang berperan sebagai tuan rumah yang ramah dan waspada. Tugasnya sebagai anggota panitia mengharuskannya berinteraksi secara positif dengan para tamu, dan interaksinya yang penuh hormat menunjukkan bahwa ia benar-benar menyadari nilai keramahtamahan yang melekat dalam budaya Jawa. Zaki berbicara bahasa Jawa yang halus kepada jemaah  dari daerah Solo dan bahasa Indonesia kepada tamu yang datang dari luar daerah. Dengan melakukan hal tersebut, ia juga menunjukkan bahwa ia  memahami betapa pentingnya menjaga keharmonisan dengan menghormati bahasa dan budaya tamunya. Hal ini menunjukkan kepiawaian Zaki dalam menjaga keseimbangan antara identitas budaya lokal dan nuansa religi yang menjadi inti  acara transportasi ini.
Meski berbeda generasi dan peran, kedua orang ini menunjukkan sikap yang sangat sesuai dengan makna dan simbolisme peristiwa transportasi di Masjid Al Riyadh.
Haji Mahmoud menggambarkan sosok ulama atau tokoh agama, penuh kharisma dan ketaqwaan pada agama, sedangkan Zaki energik, menjaga suasana kehangatan dan kebersamaan acara, serta siap mengabdi .
Keduanya sangat berkontribusi dalam menciptakan suasana meriah dan bersahabat yang menjadi ciri khas acara angkut tunggal ini.Haji Mahmoud dan Zaki menunjukkan bagaimana nilai-nilai agama, tradisi dan penghormatan terhadap  tamu dipraktikkan secara berbeda namun harmonis, menjadikan acara  ini bukan sekedar peringatan tetapi menjadi pengalaman pembelajaran bagi seluruh yang hadir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline