Masa penahapan pertama kewajiban sertifikat halal berakhir padaa 17 Oktober 2024. Berdasarkan Undang-undang No. 33 tahun 2014 beserta turunannya, terdapat tiga kelompok produk yang harus sudah bersertifikat halal seiring dengan berakhirnya tahapan pertama tersebut yaitu kewajiban halal bagi produk makanan, minuman, jasa sembelihan dan hasil sembelihan.
Setelah berlakunya UU No.33 Tahun 2014, Pemerintah berkewajiban untuk melaksanakan sertifikasi halal. Dengan kata lain, dengan ditetapkannya BPJPH, sertifikasi tidak lagi bersifat sukarela (optional), melainkan wajib (mandatory) bagi setiap pelaku usaha dalam masyarakat serta produk yang didistribusikan harus bersertifikat halal. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan sertifikat halal, yaitu keputusan tertulis yang menerangkan bahwa komoditas halal mematuhi syariat Islam. Masa aktif sertifikat halal adalah 4 tahun, setelah masa aktif habis pelaku usaha diharuskan melakukan perpanjangan sertifikasi halal.
Legalitas kehalalan suatu produk menjadi prioritas era sekarang ini. Semua proses pembuatan bahan makanan dan minuman maupun sembelihan harus dipastikan dilakukan sesuai dengan standar kehalalan suatu produk. Status kehalalan suatu produk menjadi penting karena konsumen di Indonesia 87% adalah umat Islam, sehingga pemerintah menganggap penting untuk menjamin kehalalan produk yang dikonsumsi oleh umat Islam.
Babakan raya (Bara) menjadi salah satu tempat jajanan kaki lima yang cukup ramai. Bara bisa disebut sebagai pusat ekonomi mahasiswa IPB dan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, status kehalalan produk yang berada di Bara harus diperhatikan, umtuk menjamin keamanan bagi umat islam agar dapat mengkonsumsi produk makanan sesuai ajaran umat islam.
Beberapa kendala yang dihadapi oleh pelaku UMKM dalam mendapatkan sertifikasi halal adalah dari segi pengetahuan. Kurangnya sosialisa secara langsung kepada pelaku umkm mengenai peraturan kewajiban sertifikasi halal menjadi kendala dalam membangun kesadaran pemgusaha umkm, sehingga ini menjadi alasan pemilik umkm belum mengurus sertifikasi halal usaha.
" sampai saat ini belum pernah ada sosialisi tentang sertifikasi halal yang datang" ujar pak Ahsan, pemilik warung oren bara.
Kurangnya informasi kepada para umkm mengenai produk apa saja yang wajib disertifikasi, bagaimana prosedur pendaftaran, bagaimana proses sertifikasi halal, dimana tempat pengajuan sertifikasi halal, apa saja nilai plus minus adanya sertifikasi halal pada produk, proses sertifikasi yang lama, meyebabkan pelaku UMKM enggan untuk mendaftar sertifikasi halal, serta rendahnya kesadaran hukum produsen dan konsumen untuk memperoleh sertifikat halal.
Pelaku UMKM juga tidak mengetahui kosekuensi yang akan diterima apabila tidak memiliki sertifikat halal.
"Memangnya apa kosekunsi kalo tidak ada memiliki sertifikat halal? Apakah tidak boleh berjualan" ujar Bapak Akhsan saat ditanya mengenai ketersediaan untuk mengurus sertifikat halal.
Masih banyak masyarakat, khususnya pelaku umkm tidak mengetahu kebijakan dan pentinya mengurus sertifikasi halal. Oleh karena itu, penyelia halal harus lebih gencar memberikan sosialisasi kepada pelaku usaha mengenai pentingnya sertifikasi halal terhadap usaha yang dimiliki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H