Lihat ke Halaman Asli

Agustusan atau Ramadhan?!

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_124028" align="alignleft" width="300" caption="Mbah H. Abd. Salam. Contoh nyata kesempurnaan Anak Adam sepanjang hidupku."][/caption] Beliau yang fotonya sengaja ku pasang di thread ini adalah Kakekku, Sang Figur Nasionalis Agamis yang mengajarkanku menyelaraskan semangat Agustusan dan Ramadhan, Mbah H. Abd. Salam, boleh disebut segelintir pejuang 45 yang –karena Kebesaran Allah- masih dengan tegas menuturkan arti perjuangan dan segala kelebihan lainnya yang akan saya tuturkan sepanjang artikel ini. Yang kita pahami dari kataAgustusanadalah peringatan hari kemerdekaan bangsa kita yang jatuh pada tannggal 17 Agustus, 1 hari dari 31 hari dalam bulan Agustus saja sudah disebut Agustusan oleh masyarakat kita, bagaimana dengan puasa Ramadhan yang se-bulan full menjalani ibadah puasa ya? Kayaknya ga pernah denger tuh Ramadhanan. Qiqiqi... Siapapun lah yang menciptakan istilah Agustusan itu, yang pasti seluruh rakyat Indonesia bersuka cita menyambutnya. Apalagi bagi para Nasionalis sejati, momen ini adalah momen yang paling ditunggu-tunggu. Aku pribadi, setiap tanggal 17 Agustus selalu menghubungi Mbahku yang angkatan 45 ini. Berikut ini adalah cuplikan dialog kami: Aku: Mbah, selamat merayakan hari kemerdekaan Indonesia ya Mbah. Hari ini adalah tahun ke-..., Alhamdulillah kami anak cucu Mbah bisa menikmati hasil perjuangan Mbah dulu. Terima kasih banyak ya Mbah sudah mengupayakan kemerdekaan bangsa ini, sehingga saat ini kami bisa sekolah setinggi-tingginya tanpa diskrimminasi, bisa keluar rumah kapan pun tanpa takut serangan penjajah, dsb. Terima kasih ya Mbah. Mbah: (terharu) Alhamdulillah... Mbah juga senang bisa menikmati hasil perjuangan Mbah. Pesan Mbah; Teruskanlah perjuangan Mbah. Jangan sia-siakan perjuangan Mbah, kemerdekaan itu tidak mutlak merdeka sampai kapanpun, kemerdekaan kita bisa kembali direnggut jika bangsa kita lemah. Tugasmu nak. Perlahan-lahan air mataku berlinang. Antara terharu, bangga ber-Indonesia dan bersyukur telah dianugerahi Mbah H. Abdul Salam yang di usianya yang ke-100 ini Alhamdulillah masih begitu tegas berbicara, ingatan pun masih bagus (bahkan Nadhoman Tajwid ketika beliau Madrasah pun masih ingat!! Subhanallah), tilawah Al-Qur'an tanpa kaca mata, meng-imami sholat pun masih fashih. Maa Syaa’aLlah… Telah Kau berikan contoh kesempurnaan nyata padaku, seorang Nasionalis yang sangat agamis. Nampak dari jawabannya ketika ku tanya apa rahasianya hingga beliau masih begitu hebat di usianya yg 1 abad ini. Jawabnya: “Barangsiapa yang menjaga panca inderanya di masa muda maka Allah akan menjaga semuanya itu di masa tua. Jagalah lisan dengan berkata kebaikan dan menghindari ucapan buruk, jagalah telinga dari mendengarkan yang bukan sepatutnya kita dengarkan, termasuk musik-musik yang tidak bermanfaat dan suara yang keras. Mata, dst. Dan mandilah sebelum matahari terbit dan sebelum matahari terbenam. Dan, berpuasalah sepanjang hayatmu. Sejatinya, berpuasa itu tidak hanya di bulan Ramadhan. Ramadhan itu ibarat pendidikan perang, sedangkan perangnya sendiri itu ada di 11 bulan setelahnya, jika selepas Ramadhan tidak ada yang erubah darimu, sesungguhya kamu tidak berpuasa, melainkan menunda kelakuan yang buruk”. Subhanallah... Mbahku. Ketika Ramadhan berbarengan dengan Agustusan, aku sempat bertanya pada Mbah, apakah perayaan kemerdekaan di kampung kami tak akan semeriah biasanya. Kemudian beliau menjawab bahwa justru Ramadhan memberikan ruh semangat nasionalisme dan spiritual pada rakyat. Bahwa perayaan agustusan tak harus diramaikan dengan panjat pinang, makan krupuk, dst, bahwa semangat perjuangan akan semakin terasa jika kita banyak menelaah arti kemerdekaan dan perjuangan itu sendiri. Misalnya menonton film dokumenter bersama di kampong, tasyakuran yang didahului dengan ceramah kemerdekaan dan lomba-lomba yang dapat meningkatan nasionalisme, terutama untuk generasi muda. Ya, demikianlah Mbahku dengan segala filosofinya tentang Agustusan dan Ramadhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline