Lihat ke Halaman Asli

Kerinduanku pada Desa Mungilku...

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yogyakarta, 11 September 2014

Pukul 20.18 WIB

Perkenalkan kembali, nama saya Wina Tryanita Sari Simanjuntak. Sebelum saya menulis pengalaman terindahku di desa mungil itu, saya mau menyampaikan bahwa tulisan bebas yakni untaian kata berupa pengalaman sudah lama tidak saya laksanakan. Keberadaan saya sebagai jurnalistik membuat pola tulisan saya lebih fokus ke tulisan formal sesuai tuntunan tema yang yang sudah ditetapkan. Kini, saya kembali menulis dengan alur bebas sesuai keinginan hati. Hal ini saya lakukan sebagai ungkapan rasa rindu saya pada desa mungil itu.

Enam minggu saya bersama dengan tim Kuliah Kerja Nyata (KKN) berada di desa Buntu Kunyi, Kecamatan Suli, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Sebuah pulau yang dulunya tak pernah terpikirkan dalam peta hidup saya sebagai suatu pengembaraan. Awalnya, saya hanya menginginkan melaksanakan KKN di luar Jawa. Seiring berjalannya waktu, saya mendapat info mengenai KKN di Luwu, Sulawesi Selatan. Sebuah tantangan buat saya untuk menjelajahi pulau itu dengan durasi waktu yang cukup lama bersama dengan rekan mahasiswa yang baru saya kenal. Singkat cerita, saya memutuskan untuk menetapkan pilihan di Luwu, Sulawesi Selatan. Entah apa yang terjadi disana, saya hanya berkata “saya siap”. Tidak ada gambaran lain yang saya harapkan sebelumnya. Apapun yang terjadi dalam tim KKN saya pra-KKN tidak masalah buat saya. Prinsip saya adalah konsisten dalam menetapkan pilihan. Status saya sebagai tim pengusul KKN kab. Luwu bersama enam teman lainnya adalah sebuah komitmen untuk berbakti. Selain itu, status saya sebagai koordinator kluster Sosial-Humaniora juga sebagai komitmen agar saya tidak meninggalkan grup ini apapun gelombang kerja yang kami persiapkan. Sejak bulan Desember, tim KKN Sulawesi Selatan,kab Luwu sudah terbentuk yang diawali dengan segelintir orang.  Pada akhirnya, kami berhasil memenuhi kuota tim KKN, yakni 27 orang. Sebuah kebanggaan memiliki teman baru di Universitas Gadjah Mada.

Tanggal 09 Juli 2014, setelah pemilihan umum Presiden/ Wakil Presiden Indonesia, kami tim KKN SSL 02 siap untuk berangkat. Pada saat itu, saya merasa tertantang dengan mengatakan dalam hati “saya siap bersama delapan teman saya lainnya untuk mengabdi di desa Buntu Kunyi, saya juga siap untuk menjadi tim pengusul dan koordinator kluster Soshum untuk menghandle dua puluh enam teman lainnya dalam unit KKN SSL 02”. Sekitar jam 19.00 WITA, kami selaku tim KKN SSL 02 menancapkan jejak kaki di Makassar. Saya menghirup nafas dan berkata dalam hati “Ya Tuhan, inilah provinsi tempat kami mengabdi, sebuah tempat yang tidak pernah kami injak, berkatilah kami”

Penerjunan di desa Buntu Kunyi tepat tanggal 10 Juli 2014. Sebuah perjalanan yang panjang untuk mencapai desa mungil ini. Pertama kali sampai di desa ini, kami dibingungkan dengan keberadaan kami tinggal dimana. Namun, saya merasa hal ini wajar karena pada saat itu juga saya mengetahui kepala desa Buntu Kunyi sedang mengalami masa transisi, artinya posisi kades belum ada ditempatkan oleh seorangpun. Singkat cerita, kami ditempatkan di rumah Ibu Samsidar. Seorang ibu yang penuh kasih sayang dengan tawa canda yang ia berikan kepada kami. Ia memberlakukan kami selayaknya seorang anak. Kesan saya sesampainya di desa Buntu Kunyi adalah lelah sehingga butuh istirahat. Hanya sebatas itu saja. Saya tidak mempersoalkan posisi kami yang sempat tidak jelas menetap di tempat siapa dan dimana. Itulah sebuah pelajaran hidup, saya dan teman- teman adalah mahasiswa. Kami datang dari kampus biasa,kami datang dari luar pulau Sulawesi, sehingga sudah selayaknya kami mengikuti alur warga untuk mengabdi dalam mengawali sebuah pertemuan.

Selama enam minggu, mulai tanggal 10 Juli- 23 Agustus 2014, kami selaku tim KKN SSL 02 subunit 2 Desa Buntu Kunyi, berada di desa yang mungil ini. Saya mempredikatkan desa tersebut mungil, karena saya mendapatkan kesejukan,kedamaian dan kenyamanan di sebuah desa kecil yang mengajarkan saya arti hidup di luar zona nyaman. Saya tidak menyangka sebelumnya merasakan cinta terhadap desa tempat saya mengabdi. Saya bangga menjadi keluarga baru desa Buntu Kunyi. Desa ini tidak akan pernah saya lupakan semasa hidup saya, termasuk mereka yang berperan didalamnya. Mereka telah memberikan bekas dalam memori ingatan saya termasuk dalam hati saya secara individual.

Sampai saat ini, sulit bagi saya melupakan pengabdian di instansi sekolah, yakni SDN 17 Lempokasi dan SMKN 1 Suli. Kepolosan dan ketulusan mereka membuat saya tidak akan pernah melupakan mereka. Begitu juga dengan kehadiran masyarakat Buntu Kunyi, termasuk ibu/ bapak yang berperan dalam program pengabdian kami masih membekas diingatan saya. Terkhusus dan teristimewa juga buat ibu Samsidar,seorang ibu yang akan saya kenang di hati saya. Ia merupakan sosok yang penuh kasih sayang dan senang bercanda dengan kami. Tidak lupa juga sesuatu yang sangat berkesan yakni sebuah kisah klasik dengan Karang Taruna Patriot Desa Buntu Kunyi. Mereka merupakan insan yang mengakhiri kisah pengabdian kami di desa mungil itu. Kisah singkat yang berujung kebahagiaan, itulah yang tersimpan di ingatan saya.

Anak- anak kecil desa Buntu Kunyi merupakan keluarga yang setia dari awal hingga akhir bersama kami. Dengan kepolosan mereka, rasa cinta terhadap mereka timbul dari hati saya. Beberapa diantaranya ada Shila, Tia,Vindi (tetangga kami), Najwa, Vilda, Devi, Diva, Ramadhan, Rasya, Zulkifli, Rizki, Sofi, Nayla, Esse, Muslimah, Ainun, dan adik- adik lainnya, merupakan sosok mungil yang selalu membuat kami tertawa. Dari pagi sampai malam, mereka selalu setia bersama kami. Adik- adik yang tidak akan terlupakan di hati saya. Ingin rasanya melihat mereka kelak seperti apa saat remaja.  Kemudian, untuk staf guru SDN 17 Lempokasi saya ucapkan terima kasih telah mempersilahkan kami membina adik-adik selama enam minggu.

Saya juga merindukan anak SMKN 1 Suli yakni anak- anak yang beranjak remaja. Kejahilan dan tawa mereka masih saya ingat sampai sekarang. Pembuatan Majalah dinding (mading), Majalah sekolah (majas) dan pemilihan ketua OSIS membekaskan kebersamaan dengan bocah muda yang ada di masa pertumbuhan. Terkhusus juga untuk pak Rum sebagai pembina kami selama pengabdian kami di SMK dan kepala sekolah/ staff guru, saya ucapkan terima kasih atas kebersamaannya. Kemudian, teristimewa buat kebersamaan dengan segenap tim guru mengajak kami liburan di Palopo, liburan ini sangat berkesan. Alasannya, liburan tersebut merupakan liburan pertama kali yang diajak oleh warga desa. Terima kasih untuk kalian orang tua dan adik-adik yang saya sayangi.

Aparat desa Buntu Kunyi, seperti bapak ketua BPD, ibu sekretaris desa, bapak/ibu kepala dusun Salama, Buntu Siapa, Buntu Kunyi, dan Palendongan juga memiliki kesan dalam kenangan saya. Terkhusus untuk bapak ketua BPD yang selalu memberikan kami wejangan dan ibu dusun Buntu Siapa yang mengiringi langkah kami hingga kami mengenal kakak- kakak Karang Taruna Patriot. Secara keseluruhan, saya mendapatkan pelajaran hidup berjumpa mereka untuk masa depan saya.

Kakak- kakak Karang Taruna Patriot sebagai akhir pegabdian kami di Desa Buntu Kunyi juga hadir dengan penuh kasih sayang. Beberapa diantaranya adalah Kak Suriani selaku ketua Karang Taruna, kak Eva, kak Indrayanti, kak Dul, pak Ustadz, dan kakak- kakak lainnya memberi kami kebahagiaan di akhir hari kami mengabdi. Kenangan yang sangat tidak saya lupakan yakni perbincangan di Pantai untuk meluruskan kekerabatan antara tim KKN dengan Karang Taruna. Hingga kini, ada rasa menyesal tidak bertemu mereka dari awal. Namun, suatu hal yang saya peroleh mengenai pertemuan kami dengan KT. Patriot yakni pentingnya komunikasi secara etis maupun kekeluargaan. Kebersamaan singkat juga terukir bersama kakak-kakak “seminar” yakni bos besar kak Yan, dan kak Eva yang menemani malam terakhir kami di desa Buntu Kunyi, bermula dari membeli langsat, dilanjutkan dengan makan durian hingga makan malam. Kemudian, kisah klasik terindah ini juga mengantarkan kami sebagai ujung malam terakhir kami di Makassar, yakni bersama kak Dul yakni makan kapurung dan gagal karaoke,hehe. Saya berharap kelak bisa berjumpa kakak- kakak tersayang yakni KT.Patriot untuk melanjutkan kekerabatan yang singkat dulu.

Untuk teman- teman satu desa saya mengabdi, yakni Fadhil, Zulkifli, Cokin, Mba Astri, Eka, Wulan, Hanna dan Tsania, saya bangga memiliki kalian. Delapan teman yang memiliki karakteristik berbeda- beda membuat saya merasa hidup penuh warna selama enam minggu. Ketawa, sedih, konyol, jengkel, marah, lawakan, dan sebagainya adalah perasaan yang kita rasakan bersama- sama. Tidak kusangka bisa dekat dengan kalian yakni mahasiswa dari latar fakukltas berbeda dan tidak pernah bertemu sebelum KKN. Kalian sungguh istimewa,teman- temanku tersayang.

Sampai saat ini, kebersamaan selama enam minggu selalu ada di pikiran saya. Keberadaan saya di Yogyakarta seakan- akan masih diorientasi oleh kenangan enam minggu bersama keluarga desa mungilku. Desa Buntu Kunyi, sebuah desa kecil yang mungil penuh kenangan dan diakhiri dengan rasa cinta kepada mereka yakni keluarga Buntu Kunyi. Setiap malam hingga kini saya tidak hentinya melihat foto- foto kebersamaan di desa Buntu Kunyi. Saya tidak tahu mengungkapkan rasa cinta saya terhadap desa mungil ini. Disana saya merasakan rasa sayang dengan anak-anak, kakak-kakak bahkan orang tua. Saya merasa menjadi manusia penuh penghargaan disana. Berjalan kaki setiap hari untuk mengabdi di instansi pendidikan, bersilahturami dengan aparat desa dan masyarakatnya, dan juga tertawa bersama dengan KT.Patriot selalu membekas di hati saya hingga sekarang.

Apa kabar mereka disana,keluarga kecil di desa mungilku?

Saya yakin suatu hari, saya dan teman- teman SSL 02 subunit 02 akan kembali ke desa itu untuk sementara waktu. Saya yakin rasa rindu dan cinta kami akan menjejakkan kaki kembali disana. Saya ucapkan terima kasih untuk keluargaku desa Buntu Kunyi. Oh iya, saya juga merindukan makanan khas Sulawesi Selatan yang dihidangkan kepada kami, seperti ikan-ikanan, kapurung (sagu), ulat sagu, sanggar (pisang goreng), dan makanan ringan lainnya. Terima kasih untuk kenangannya desa mungilku, desa Buntu Kunyi tercinta. Maaf, saya tidak dapat menyebutkan satu persatu kesan saya terhadap seganap keluarga desa mungilku dan teman-temanku. Hal ini dikarenakan sulit mengungkapkan rasa sayang saya terhadap kalian secara detail. Jika saya ungkapkan semua, maka  akan seperti narasi, sehingga malah jadi sebuah novel, hehehe

Salam rindu dan sayang dari saya untuk teman-teman seperjuangan di desa Buntu Kunyi, Ibu Samsidar tersayang, Aparat/masyarakat desa tersayang, Adik-adik tersayang dan kisah klasik terindah dan teristrimewa dengan kakak- kakak Karang Taruna Desa Buntu Kunyi..,

By: Wina TS Simanjuntak




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline