Setelah sebelumnya membuat heboh dengan pernyataan kontroversialnya tentang menyulap Toba dan Bali jadi lebih ramah wisatawan muslim. Kini menteri pariwisata di kabinet Jokowi pada masa kepresidenannya yang kedua yang sejak dilantik belum punya prestasi apa-apa ini kembali membuat huru-hara dengan kontroversi yang membuat kita merasa ngeri-ngeri sedap terhadap nasib pariwisata Indonesia di bawah kendalinya.
Kali ini, dalam artikel yang dimuat Merdeka dot com Senin, 18 November 2019 16:01 https://www.merdeka.com/uang/banting-setir-pariwisata-indonesia-di-bawah-kendali-wishnutama.html
Menteri berwajah tampan ini mengatakan, di bawah kepemimpinannya, stretegi pariwisata Indonesia akan berfokus pada wisatawan premium atau berkualitas ketimbang pariwisata massal berbasis kuantitas. Wishnutama juga menegaskan ingin turis asing yang datang ke Indonesia adalah wisman dengan kualitas premium.
"Wisman yang datang ke Indonesia pertahun lebih banyak, tetapi pengeluaran lebih sedikit. Meningkatkan kualitas wisatawan yang datang ke Indonesia itu lebih penting, sehingga pengeluaran mereka pada saat di Indonesia lebih tinggi," ujarnya.
Well, entah lupa atau memang tak paham, entah Wishnutama, menteri muda yang cerdas dan ganteng ini tidak tahu atau tahu tapi tak peduli adanya fakta bahwa selain urusan banyak sedikitnya pengeluaran. Berbicara pariwisata juga tidak bisa dilepaskan dari urusan pemerataan ekonomi.
Satu keunggulan industri pariwisata yang tidak dimiliki oleh industri lain adalah sifatnya yang secara langsung memberikan pemerataan ekonomi sejak dari sumber pertama.
Seorang turis yang datang ke satu negara, dia tidak hanya membelanjakan uangnya untuk tiket perjalanan dan hotel. Tapi uang dari kantongnya secara langsung mengalir ke berbagai pihak dari yang paling besar ke yang paling kecil. Inilah sebabnya mengapa perkembangan pariwisata bisa secara signifikan menaikkan taraf hidup masyarakat di daerah tujuan wisata.
Contohnya seperti yang kita lihat sekarang di Bali, bagaimana kehadiran pariwisata telah memberi kehidupan bagi orang di semua kalangan. Selain para investor besar yang menguasai hotel dan restoran premium, cipratan dollar dan euro dari wisatawan juga secara langsung dinikmati oleh tukang pijat pinggir pantai, pedagang acung, penyewaan motor, sopir dan pemandu wisata sampai pengrajin.
Di Bali, cipratan dollar dan euro yang mengalir langsung ke masyarakat non investor besar ini juga dibelanjakan langsung di tempat. Sehingga ekonomi lokal kembali hidup melalui jasa penyewaan kos, warung tegal, tukang bakso, pedagang makanan, pedagang sayur, ikan dan seterusnya. Yang dari mereka kembali mengalir ke petani yang produknya jadi sangat dibutuhkan karena adanya daya beli yang kuat dari masyarakat.
Kembali ke pernyataan Wishnutama di Merdeka, di situ kita bisa melihat sendiri bagaimana Wishnutama, alih-alih mendukung dampak pemerataan ini. Yang ada dia malah membuat strategi yang akan membawa pariwisata Indonesia kembali ke perspektif kuno ketika pariwisata hanyalah untuk kalangan berduit. Dari, oleh dan hanya untuk orang kaya.
Wishnutama bersabda, dia fokus untuk menggarap wisman berkualitas dengan tingkat pengeluaran yang lebih tinggi sehingga diharapkan bisa menggenjot penerimaan devisa negara dari sektor pariwisata.