Lihat ke Halaman Asli

Aku Cinta (Produk) Indonesia dan Peristiwa Pemanasan Global

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Aku cinta…Anda cinta…buatan In..do..ne..sia…., demikian cuplikan syair lagu berjudul Cinta Buatan Indonesia yang dinyanyikan dengan suara merdu oleh Sam Bimbo dan pernah sering diputar tahun 1980-an dulu, satu periode dengan penayangan film seri ACI di TVRI. Di era globalisasi sekarang ini, ditengah ‘silang pendapat’ klaim budaya tari, lagu, keris dan batik oleh Negara tetangga, kita bisa bersyukur lega karena pada tanggal 2 Oktober 2009 ini, United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan menetapkan batik sebagai warisan budaya dari Indonesia. Pemberian sertifikat pengesahan batik sebagai representasi budaya Indonesia, akan dilakukan dalam sidang UNESCO di Abu Dhabi.UNESCO mengakui keunikan batik sebagai warisan budaya Indonesia yang memiliki filosofi mendalam.

 

Oleh karena itu, sudah sepantasnya istilah ‘Aku Cinta Indonesia’ wajib didukung dan dilaksanakan oleh segenap komponen bangsa Indonesia, agar kita bisa lebih mandiri di segenap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita harus menghargai keanekaragaman budaya bangsa sendiri, jangan sampai terlanjur ‘diakui’ Negara lain, jangan sampai musnah karena generasi penerus bangsa kurang atau tidak mengenalnya. Kita juga bersyukur karena telah diberi anugerah keindahan tanah air beserta keanekaragaman hayati yang ada di Negara kita, Indonesia. Oleh karenanya juga harus kita jaga, kita rawat dan kita kelola dengan baik agar tidak musnah tertelan bencana alam yang terjadi akibat peristiwa Pemanasan Global dan Perubahan Iklim sekarang ini.

 

Peristiwa Pemanasan Global.

 

Pemanasan Global atau lebih populer disebut Global Warming, merupakan istilah yang dipergunakan untuk menunjukan keadaan atau proses naiknya suhu rata-rata pada atmosfer, laut dan permukaan bumi yang disebabkan oleh Perubahan Iklim.

 

Naiknya suhu permukaan Bumi juga terjadi akibat Efek Rumah Kaca, yaitu terperangkapnya udara panas dari radiasi matahari yang tertahan oleh akumulasi lapisan Gas Rumah Kaca (terdiri dari CO2, metana, N2O), yang seharusnya dipantulkan/dipancarkan kembali ke ruang angkasa. Aktivitas manusia di bidang industri peternakan, transportasi, listrik, buangan sampah, kebakaran hutan dan sebagainya menyumbang 90 % penumpukan Gas Rumah Kaca di atmosfir Bumi. Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dikeluarkan Food and Agriculture Organization (FAO) tahun 2006 yang berjudul Live-stock's Long Shadow, industri peternakan dunia adalah penyumbangGas Rumah Kaca penyebab Pemanasan Global terbesar, yaitu 18 % lebih besar dari gabungan buangan emisi kendaraan motor sedunia yang berjumlah 13,5 %. Industri peternakan menyumbang 9 % CO2, 65 % N2O dan 37 % NH4 (metana). Perlu diketahui efek rumah kaca N20 adalah 296 kali CO2,  sedangkan metana adalah 25 kali CO2, lihatlah demikian dahsyat pengaruh industri peternakan menyumbang percepatan laju terjadinya Pemanasan Global.

 

Peristiwa Pemanasan Global yang terjadi sekarang ini, juga telah mengakibatkan mencairnya es di Kutub Utara dan Selatan dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan, karena sejak tahun 2004, menurut laporan ilmuwan NASA sudah 42 persen es di Kutub Utara semakin menipis dan mencair di setiap musim panasnya, sedangkan di Kutub Selatan menurut Profesor Peter Barrett dari Antarctic Research Center, Victoria University, jumlah es yang hilang mencapai 75 persen sejak tahun 1996. "Hilangnya es global dari Greenland, Antartika dan gletser lain menunjukkan permukaan air laut akan naik antara 80 centimeter dan 2 meter sampai tahun 2100", kata Barrett (Sumber: Kompas.com).

 

Jika tidak ada tekad dan tindakan aktif dari seluruh komponen warga Bumi untuk mereduksi bahkan menghentikan laju Pemanasan Global, kondisi tersebut diatas akan mengakibatkan sedikitnya 14 negara pulau seperti Sychelles di Samudera Pasifik dan Maladewa di Samudera Hindia terancam hilang dan tenggelam, dan Negara Indonesia pada tahun 2030 akan kehilangan sekitar 2000 pulau kecilserta pulau besarnya akan kehilangan kota pesisir yang secara keseluruhan mengakibatkan luas daratan akan mengecil. Seorang ahli geologi, Bill Mc Guire dari Hazard Research Center di University College London, seperti ditulis LiveScience, mengatakan bahwa gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, dan tanah longsor, adalah bencana lain yang terjadi akibat perubahan iklim. Jika kenaikan suhu permukaan Bumi mencapai minimal 2 derajat Celcius saja (akan terjadi tahun 2050, bahkan bisa lebih cepat jika tidak ada tindakan pencegahan dari segenap warga Bumi), sudah akan membuat Perubahan Iklim semakin kacau, bencana alam, hujan badai, angin topan, kekeringan akan semakin sering terjadi, sebanyak 20 sampai dengan 30 persen spesies tumbuhan beserta hewan akan segera musnah, terutama yang gagal beradaptasi terhadap Perubahan Iklim yang terjadi.

 

Kita bisa membantu menyelamatkan lingkungan dan juga Bumi kita, dimulai dengan langkah kecil memberitahu bahaya Pemanasan Global kepada teman dan saudara serta melakukan tindakan nyata seperti menanam pohon untuk menetralisir CO2 (Go Green), menghemat penggunaan air, listrik, kertas, plastik dan benda lain yang dipergunakan sehari-hari. Hemat pemakaian bahan bakar fosil untuk kendaraan, jika mungkin ganti dengan sumber energi yang bisa diperbarui serta ramah lingkungan, seperti biofuel dan hibrida. Kita optimalkan pemanfaatan energi yang ramah lingkungan dari alam seperti sinar matahari, angin dan air (mikrohidro) atau pun energi panas bumi, baik untuk rumah tinggal maupun perkantoran dengan konsep gedung ramah lingkungan (Green Building) maupun untuk mendukung kegiatan sehari-hari.

 

Plus Minus Produk Impor dan Lokal.

 

Produk impor biasanya memang sudah lolos uji kualitas, tapi pada umumnya berharga mahal. Produk impor untuk sandang, pangan dan papan serta pariwisata sungguh sangat merugikan Negara kita dan juga merugikan Bumi kita. Selain menguras devisa, produk impor memerlukan siklus transportasi yang panjang yang artinya juga menguras pemakaian bahan bakar fosil yang bisa habis dan buangan emisinya menjadi penyebab terbesar kedua terjadinya Pemanasan Global. Jika kita menggunakan daging impor untuk konsumsi pangan, maka kita turut serta mengakibatkan percepatan Pemanasan Global, karena selain transportasi juga ada faktor industri peternakan yang menjadi penyumbang utama penyebab Pemanasan Global ! Mengurangi makan daging (flexitarian) atau hanya makan produk olahan dari hewan seperti susu, telur dan keju (Lacto ovo vegetarian) sangat membantu Bumi, apalagi jika kita bisa berhenti makan daging, hanya makan produk sumber nabati (vegetarian murni), maka laju kecepatan Pemanasan Global dapat diatasi dengan lebih cepat, lebih efektif untuk dikendalikan dan bahkan bisa dihentikan ! Dengan mengurangi makan daging seminggu sekali saja kita sudah membantu Gerakan Sayangi Bumi 7,6 kali lebih cepat dibandingkan gerakan hemat energi skala rumah tangga dalam setahun !

 

Menggunakan produk lokal berarti menghemat energi, memangkas penggunaan bahan bakar fosil, lebih ekonomis dan tentunya lebih ramah lingkungan. Semakin banyak kita menggunakan produk lokal, semakin banyak produsen yang membuat produk lokal dan otomatis semakin banyak lapangan pekerjaan serta tenaga kerja yang akan diserap, pada akhirnya pengangguran dapat diatasi. Tidak terlalu jauh dari Ibu Kota Jakarta, kita masih bisa melihat dan belajar dari kearifan budaya lokal pada Suku Adat Baduy di Lebak, Banten atau Kampung Naga di Tasikmalaya, Jawa Barat. Pada kedua suku adat ini masih kita temui upaya mempertahankan budaya adat istiadat, gotong royong, menjaga lingkungan agar tetap bersih, pohon-pohon masih terlihat hijau terpelihara pada hutan lindung disekitar pemukiman mereka. Untuk kebutuhan hidup sehari-hari, mereka 100 % menggunakan produk lokal yang mereka usahakan sendiri, baik dari bertani, berladang, berkarya dan berdagang. Hasilnya, bisa dikatakan pada Suku Baduy maupun Kampung Naga, tidak dikenal istilah Resesi Ekonomi dan bahkan istilah Pemanasan Global, karena mereka pantang mencemari lingkungan dan juga cinta produk lokal mereka sendiri.

 

Menurut buku The Live Earth, Global Warming Survival Handbook, jika satu juta orang bisa beralih ke makanan produksi lokal selama setahun saja, maka umat manusia dapat melenyapkan CO2 sebesar 625.000 ton, suatu jumlah yang cukup fantastis untuk membantu Bumi. Ayo kita budayakan konsumsi makanan lokal kita yang sangat beragam, kaya cita rasa, lebih segar, lebih sehat dan yang pasti lebih ramah lingkungan karena tidak perlu transportasi dan mencemarkan udara. Jika ingin lebih membantu Bumi, kita dapat menikmati makanan vegetarian asli tradisional kita yang cukup beragam, seperti: gado-gado, pecel, karedok, lalapan, asinan sayur dan buah, ketoprak, toge goreng, lontong sayur, tahu/tempe, pepes jamur dan sebagainya.

Gunakan pakaian, sepatu/sandal, tas buatan lokal yang tidak kalah kualitas dan modelnya dari produk impor dan yang pasti lebih ekonomis. Produk sandang kita sudah banyak yang diekspor ke Negara tetangga terutama di Asia, jika tidak teliti membeli pada saat melakukan ‘tour’ di sekitar Asia, malah yang dibeli ‘bisa-bisa’ adalah produk Indonesia ! Untuk pembuatan rumah, gunakan keramik lokal yang tidak kalah kualitas, tekstur dan warnanya dengan produk impor, jika mau sentuhan ‘finishing’ yang memberikan kesan alamiah (back to nature) jangan ragu untuk menggunakan batu alam asli Indonesia untuk lantai atau dinding, seperti: batu templek, Palimanan, Pacitan, batu candi, andesit, marmo dan marmer Citatah/Lampung/Borneo/

Ujung Pandang, batu bronjol dan lain-lain. Mau pergi berekreasi melihat keindahan alam, obyek wisata, kuliner dan budaya ? Tidak perlu ke luar negeri atau setidaknya kita kurangi bepergian ke luar negeri, karena akan boros devisa, ingat obyek wisata di Indonesia, tidak hanya Pulau Bali ! Masih ada Senggigi, Kelimutu, Bunaken, Raja Ampat, Tana Toraja, Danau Toba, Bangka, Belitong ‘Laskar Pelangi’, Minangkabau, ‘Green Canyon’ Pangandaran, Ujung Genteng, Tangkuban Perahu, Candi Borobudur, Prambanan, Bromo dan masih banyak lagi.Indonesia punya 33 Provinsi yang masing-masing mempunyai kelebihan dan keunikan yang dapat dijual sebagai obyek pariwisata. Promosi secara lisan dan iklan memang diperlukan supayakunjungan turis baik domestik maupun mancanegara, lebih optimal.

Penutup.

 

Penggunaan produk impor selain memboroskan devisa, juga rantai jalur distribusinya memerlukan transportasi yang boros bahan bakar fosil yang tidak ramah lingkungan, sebaliknya penggunaan produk lokal lebih hemat energi, lebih ekonomis, menyerap banyak tenaga kerja dan tentunya lebih ramah lingkungan. Ayo, mulai hari ini kita bantu menyelamatkan Bumi agar terhindar dari bencana akibat Pemanasan Global, dengan cara menggunakan produk lokal, produk ramah lingkungan, kurangi konsumsi daging impor, hemat energi listrik, air, menanam pohon di halaman rumah masing-masing dan manfaatkan semaksimal mungkin energi ramah lingkungan dari alam seperti sinar matahari, angin dan air (mikrohidro) atau pun energi panas bumi. Sekali lagi, ayo kita dukung gerakan ‘Aku Cinta (Produk) Indonesia’ dan jangan lupa tanggal 2 Oktober 2009 ini, sesuai himbauan Presiden, ayo kita gunakan ‘Pakaian Batik’ sebagai wujud kecintaan kita akan produk lokal serta dukungan kita terhadap berhasil dicatatnya Produk Batik sebagai Warisan Budaya, Asli Indonesia.Mendukung seruan tersebut, Persatuan Pelajar Indonesia se-Malaysia (PPIM) juga tidak ketinggalan menghimbau para pelajar Indonesia yang ada di Malaysia untuk menggunakan batik melalui program 'BERDUA BERBATIK' yang merupakan kepanjangan dari “bersama di dua Oktober berbatik". Semoga Warisan Budaya Asli Indonesia yang lainnya segera menyusul diberi pengakuan dan ketetapan oleh UNESCO.

Aku cinta…Anda cinta…Semua cinta……..Buatan Indonesia !


Blog SAYANGI BUMI,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline