Suatu hari, pada akhir Agustus semuanya berubah menjadi sendu. Tangismu tak lagi terisak, matamu telah sembab. Perpisahan tak terduga menjadi penyebab. Kita tak akan pernah terikat, restu orang tua yang tak pernah didapat. Cinta kita tak mampu menebas perbedaan derajat. Terpaksa aku harus menjaga jarak, walau cintaku tak akan pernah beranjak.
Hari-hari penuh pilu pun menyambut. Rindu yang tak punya titik temu tak pernah surut. Tangis tak bermuara terus berlanjut. Tawa seperti tak ada tempat, mendekat. Pedih semakin berkarat. Setiap saat dipaksa belajar lupa, tentang hari-hari yang penuh tawa. Berpura-pura pada waktu, bahwa kenangan tak pernah berbicara dibalik kepala.
Malam yang larut-larut, tempat menyimak lara. Mata terus terbuka, menyibak luka. Dan kepala yang tak henti-hentinya bebicara, kenpa dan mengapa.
Akhir Agustus yang berakhir duka, menyimpulkan cerita. Aku dan kau tak lagi berbicara. Kau tenggelam dalam lara, aku tersiksa dalam derita.
Bandar Lampung, 27 Maret 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H