Lihat ke Halaman Asli

Karyawan Kontrak, PKWT, dan Outsourcing

Diperbarui: 13 November 2020   09:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Istilah karyawan kontrak merupakan istilah yang sering digunakan oleh kalangan perusahaan, pekerja dan serikat pekerja di lapangan. Hal ini merujuk pada praktek yang sering terjadi bahwa karyawan kontrak adalah karyawan yang belum memilki kepastian atas masa depan pekerjaan/karir karena sewaktu-waktu dapat diputus hubungan kerja mereka oleh pemberi kerja (perusahaan).

Pada dasarnya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUTK) hanya mengenal istilah Perjanjian Kerja, yakni Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

Adapun selain itu, dikenal juga istilah jenis pekerjaan alih daya yang kemudian popular dengan sebutan Outsourcing'. Ketiga istilah tersebut memiliki sifat, jenis dan lingkup yang berbeda, meskipun semuanya tetap menggunakan perjanjian kerja sebagai dasar hubungan kerja.

PKWTT adalah perjanjian kerja/hubungan kerja yang tidak dibatasi oleh jangka waktu, hal ini berlaku bagi siapapun yang telah memenuhi syarat yang ada dalam UUTK maupun peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (PKB). Syarat materil untuk PKWTT adalah terletak pada jenis pekerjaan yang tidak dibatasi oleh waktu, sedangkan syarat formil berkaitan dengan subyek hukum dan berbagai ketentuan teknis yang tertuang dalam peraturan perusahaan atau PKB. Seperti misalnya, perusahaan yang bergerak di bidang  jasa kesehatan tentunya akan memberlakukan PKWTT bagi pekerjanya karena bidang kesehatan tidak dapat dibatasi oleh waktu, dengan kata lain tidak ada suatu pekerjaan/order khusus untuk penanganan kesehatan yang dapat diukur jangka waktunya.

Bentuk PKWTT dapat berupa perjanjian kerja atau surat pengangkatan karyawan, keduanya memiliki kekuatan yang sama sebagaimana diatur oleh UUTK. Bahwa PKWTT dengan menggunakan perjanjian kerja diatur dalam Pasal 56 UUTK, sedangkan PKWTT dengan menggunakan Surat Pengangkatan diatur dalam Pasal 63 UUTK. Pada umumnya, banyak perusahaan yang menggunakan surat pengangkatan terhadap karyawan tetap (PKWTT), sedangkan untuk karyawan PKWT menggunakan perjanjian kerja. Itulah sebabnya PKWT dikenal secara lazim dengan sebutan karyawan kontrak, karena menggunakan perjanjian kerja.

Pada dasarnya, PKWT merupakan suatu perjanjian antara pengusaha dan pekerja dengan untuk melaksanakan suatu pekerjaan berdasarkan pada jangka waktu tertentu dan sifat pekerjaan yang sementara. PKWT diatur secara tegas oleh UUTK Pasal 59 dan lebih rinci lagi pada Kepmenakertrans No. 100 Tahun 2004. Secara garis besar, PKWT memiliki tiga tahapan yakni PKWT awal, PKWT Perpanjangan, dan PKWT pembaharuan. Jika salah satu pihak mengakhiri PKWT sebelum habis jangka waktunya, maka pihak yang mengakhiri perjanjian harus membayar kompensasi berupa sebesar upah yang seharusnya dibayarkan hingga jangka waktu perjanjian berakhir, sebagaimana diatur dalam Pasal 62 UUTK.

Dalam praktiknya, ada beberapa PKWT yang mencantumkan klausula bahwa pengakhiran hubungan kerja tidak mewajibkan pembayaran kompensasi oleh salah satu pihak jika pengakhiran tersebut disebabkan karena adanya pelanggaran peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama yang dilakukan oleh pekerja. Jelas sekali klausula tersebut menguntungkan pihak pengusaha karena tidak berkewajiban membayar kompensasi terhadap pekerja.

Beberapa kasus yang sering terjadi adalah adanya gerakan serikat pekerja untuk menggerakkan pekerja outsourcing agar meminta perusahaan user mengangkat pekerja outsourcing sebagai karyawan tetap pada perusahaan user. Tentu saja hal ini menimbulkan kebingungan tersendiri bagi perusahaan user dan perusahaan outsourcing, karena mereka selain menggunakan perjanjian kerja dengan pekerja, namun diantara perusahaan juga terikat perjanjian kerjasama mengenai penyediaan jasa pekerja. Namun demikian, pengaturan terkait outsourcing sudah diatur cukup tegas dalam UUTK pasal 64, 65 dan 66, serta permenakertrans No. 19 tahun 2012.

Namun sayangnya, Permenakertrans No. 22 tahun 2012 belum dapat diterapkan secara optimal karena beberapa perangkat pendukungnya belum berjalan sebagaimana mestinya. Seperti misalnya lembaga 'Asosiasi Sektor Usaha' yang bertugas menentukan kriteria pekerjaan yang dapat menggunakan outsourcing, belum berjalan sesuai dengan yang diamanahkan oleh Permenakertrans tersebut. Sehingga seringkali sebuah perusahaan yang telah bertahun-tahun menggunakan jasa outsourcing menjadi kelimpungan dengan lahirnya Permenakertrans tersebut.

Antara PKWT dan outsourcing merupakan 2 hal yang sangat berbeda. Pekerja PKWT terikat secara langsung dengan perusahaan user, sedangkan pekerja outsourcing hanya terikat dengan perusahaan outsourcing terkait (tidak dengan user). Segala akibat hukum yang timbul antara PKWT dengan perusahaan user dapat langsung terselesaikan berdasarkan perjanjian, sedangkan permasalahan hukum yang timbul antara pekerja outsourcing dengan user tidak serta merta dapat diselesaikan secara langsung diantara keduanya kecuali melibatkan juga perusahaan outsourcing terkait, karena terdapat perjanjian kerja sama antara perusahaan user dan perusahaan outsourcing yang menimbulkan hubungan hukum keperdataan.

source: https://husodolawfirm.com/karyawan-kontrak-pkwt-dan-outsourcing/




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline