Lihat ke Halaman Asli

Wilon Tri Akbar

Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

Tren Genderless Fashion: Bukan Hanya tentang Pakaian, Melainkan Cara Individu Ekspresikan Diri pada Publik

Diperbarui: 2 Januari 2023   16:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jovi Adhiguna dalam laman Instagramnya mengenakan heels dan kemeja, sebagai wujud implementasi androgynous fashion (Sumber: Instagram @joviadhiguna)

Di era keterbukaan informasi seperti sekarang, banyak hal yang definisi dan batasannya semakin kabur antara satu dan lainnya. Batasan gender, misalnya. Topik yang banyak menuai kontroversial dari masyarakat kini berangsur-angsur pudar. 

Bukan karena tidak peduli. Belenggu budaya mengelompokkan seseorang dalam kotak-kotak tertentu, baik laki-laki atau perempuan sudah berakulturasi dengan tren yang mulai masuk di Indonesia. Cara mengekspresikan diri terkesan lebih bebas dibanding sebelumnya.

Fashion kerap digunakan sebagai medium untuk mengekspresikan diri. Hal ini sejalan dengan pemikiran Trisnawati (2011) yang menyebutkan bahwa fashion memiliki fungsi ekspresi diri dan komunikasi dari pemakainya yang memberikan implikasi bagi penggunanya berkaitan dengan bagaimana orang mengkomunikasikan nilai, status, kepribadian, identitas, dan perasaan kepada orang lain.

Lebih dari itu, fashion banyak memberi ruang serta alternatif yang lebih inklusif. Gaya berbusana yang genderless maupun androgynous menjadi pilihan remaja Indonesia untuk mengenalkan dirinya kepada publik. 

Keberadaan genderless fashion kini telah menandakan era baru bagi para desainer. Tampilan busana sederhana dengan pola grafis pada kain sintetis diproduksi tanpa asosiasi gender bagi penggunanya. Bahkan, brand-brand terkemuka seperti, Zara, H&M, dan Uniqlo mulai beriringan masuk pada era ini. Pengenalan produk dengan label uniseks sudah banyak ditemukan dalam gerai-gerai toko di pusat perbelanjaan.

Pada dasarnya, genderless fashion lebih diartikan sebagai ekspresi pemakai busana yang tidak terikat pada satu identitas gender tertentu. Istilah uniseks kemudian didapuk untuk mengategorikan suatu pakaian bisa dipakai oleh laki-laki dan perempuan. 

Asumsi dasar tren ini berpacu pada penggunaan pakaian yang bisa dipakai oleh laki-laki, perempuan, maupun non-binary. Figur publik mulai menunjukkan keterbukaan dengan aktif melakukan unggahan dan menciptakan style mereka sesuai dengan kepribadian yang diinginkan.

Selebritis Instagram (Selebgram) dan pebisnis kuliner, Jovi Adhiguna adalah salah satunya. Sebagai pengikut gaya androgynous fashion, ia banyak mengkombinasikan pakaian laki-laki dan perempuan dalam satu outfit. 

Fenomena menggunakan kemeja dan jeans yang dipadukan dengan high heels menjadi pemandangan yang umum bagi para pengikutnya. Tak ayal, banyak akun yang kemudian mampir dan sekadar memberikan pujian, seperti "Lucu banget" ataupun "Suka banget" dalam foto yang diunggahnya.

Selain Jovi, selebriti lainnya yang banyak disorot adalah Ian Hugen. Content creator sekaligus sosok inspiratif banyak kaum muda itu lebih banyak menggunakan dress, rok, maupun bikini ketika tampil dalam ranah publik. Standar dan tuntutan yang harus diikuti agar dapat dipandang baik mendorong adanya krisis kepercayaan diri. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline