Negara Indonesia merupakan negara yang kaya dengan sumber daya alam yang melimpah, termasuk produksi pangan yang tersedia di dalamnya. Namun, kekayaan yang dimiliki oleh negeri ini masih tidak sesuai yang dirasakan rakyatnya. Masalah kemiskinan dan kelaparan masih merajalela karena krisis pangan yang kerap menjadi sebab utamanya. Angka kemiskinan Indonesia masih belum bisa dikatakan rendah, khususnya di wilayah pedesaan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari berita resmi statistik BPS No. 07/01/Th. XXII mengenai profil kemiskinan di Indonesia mencapai 15,54 juta jiwa (13,10%). Data tersebut memang memperlihatkan trend penurunan jika dibandingkan dengan pada Bulan Maret 2018 yang angkanya masih berada pada 15,81 juta jiwa. Namun demikian, bukan berarti persoalan kemiskinan di pedesaan sudah bisa terselesaikan, perlu upaya-upaya yang harus dilakukan dalam rangka mengatasi kemiskinan di Indonesia.
Banyak hal yang menyebabkan masalah pangan di Indonesia, terutama pada masalah pangan pokok yaitu beras. Indonesia masih perlu impor beras setiap tahunnya dari negara-negara tetangga.
Net impor beras mencapai puncaknya sebesar 4,74 juta ton pada tahun 1999 (BPS 1955-2008). Situasi itu disebabkan karena para petani Indonesia yang masih menggunakan teknik-teknik yang tidak optimal dan kurangnya penerapan teknologi untuk menunjang produksi beras di Indonesia.
Selain itu, masyarakat Indonesia sendiri yang masih sangat bergantung pada beras. Ketergantungan masyarakat Indonesia pada beras masih sangat tinggi dengan tingkat konsumsi mencapai 139 kg/tahun, lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain seperti Jepang 45 kg, Malaysia 80 kg, dan Thailand 90 kg/kapita/tahun (Briawan 2004).
Pemerintah Indonesia mengklaim telah bekerja keras untuk menunjang swasembada beras sesuai dengan apa yang telah dijanjikan, namun fakta nya kedaulatan pangan saat ini masih jauh dari kenyataan. Pemerintah lebih bisa untuk mengoptimalkan potensi dalam negeri dengan menggunakan teknologi-teknologi yang bisa membantu sektor pertanian Indonesia.
Hal itu guna untuk memenuhi kebutuhan pangan yang cukup bagi populasi yang terus meningkat, sehingga swasembada beras akan terpenuhi dan jalur impor pun akan tertutup.
Untuk mengatasi masalah dalam penentuan benih padi, salah satu solusinya adalah dengan menggunakan klasifikasi data mining, klasifikasi menggunakan metode decision tree dengan algoritme C4.5. Algoritme C4.5 adalah algoritme yang membangun pohon keputusan dari data dengan pola re kursif (Arinda, Muhammad Tanzil, dan Fatwa 2019).
Pemilihan benih padi yang baik akan menghasilkan varietas padi yang unggul untuk di tanam di sawah. Selain itu, dengan menggunakan teknologi penggiling padi dengan sistem pemecah kulit padi dan pemutihan berasnya menggunakan dua roller karet polimer, kualitas beras yang dihasilkan akan meningkat (Abbas 2010).
Berbagai inovasi teknologi pertanian termasuk teknologi pascapanen telah dihasilkan dan didiseminasikan kepada para petani, tetapi yang terjadi adalah kesenjangan/gap yang makin melebar antara petani kaya dan petani kecil (Saparita dan Abbas 2009).
Demi tercapainya asas pemerataan dan keadilan, maka upaya mencukupi kebutuhan bahan pangan melalui berbagai cara atau strategi akan terus digalakkan. Salah satu persoalan pokok yang perlu diperhatikan adalah sampai seberapa jauh teknologi tanaman pangan yang "tersedia" bisa dipandang layak diterapkan (diadopsi) oleh petani di kawasan pedesaan.