Lihat ke Halaman Asli

(FFA) Rosta Kurcaci dan Koin Perungu

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

No. 321 Irma Irawati

“Criiing!...”

Sebuah koin menggelinding dan berhenti di dekat kaki Rosta. Ragu-ragu , ia segera memungutnya.

Oh ... rupanya dari dalam tas sekolah Venus, gumam Rosta saat dilihatnya Venus sedang membereskan isi tas sekolah. Venus sibuk mengeluarkan kotak makanan dan tempat minum. Lalumerapikan buku-buku untuk diganti dengan dengan pelajaran esok hari. Venus tak menghiraukan koinnya yang menggelinding.

“Ini Ve ... uangnya jatuh,” Rosta mengulurkan koin itu ke hadapan Venus.

Venusmenoleh sejenak, lalu menggeleng.

“Buat kamu saja, Ros,” ucap Venus sambil tetap sibuk membereskan buku-bukunya

“Terima kasih,” ucap Rosta pelan. Ia tampaksumringah dengan koin di tangannya. Itu adalah koin favoritenya. Terbuat dari perunggu bergambar cerry di permukaannya.

Venus sampai geleng-geleng kepala melihat tingkah Rosta. Baginya, koin itu tidak berarti, karena nilainya kecil. Di rumah Venus, koin seperti itubertebaran di mana saja.

“Mau lagi, Ros?” Tawar Venus. Rosta terdiam, apa Venus bercanda? Bathin Rosta. Iamenurut saja, saat Venus mengajaknya ke kamar.Rosta terkagum-kagum melihat kamar Venus. Baru kali iniRosta menginjakkan kaki di rumah Venus. Karena biasanya Bibi Barry tak pernah mengajaknya turutserta. Venus adalah anak pemilik rumah tempat Bibi Barry, ibunya Rosta bekerja sebagai tukang cuci.

Di kamarVenus, Rosta melihatbanyak sekali kotak berisi mainan.Venus menyerahkan sebuah kotak ke tangannya.

“Nih, cari di sini deh. Aku pernah melihat beberapa koin cerry di situ.”

Rosta sampai terbelalak melihat ke dalam isi kotak. Penuh dengan bermacam-macam mainanyang tak pernah dimilikinya.Karena selama ini, mainan Rosta hanya dari barang-barang bekas yang dibentuksedemikian rupa.

“aku bereskan mainan ini ya Ve,” Rosta menatap Venus minta persetujuan.

“Boleh-boleh,” Venus mengangguk sambil tetap sibuk mengutak –atik legonya. Ia sedang membuatsebuahkota, lengkap dengan kendaraannya.

Rosta memilah-milah mainan yang masih bagus dan sudah rusak. Seperti robot yang tinggal tangannya saja, atau ban mobil yang tercerai berai. Benar saja, sesekali ia melihat koin cerry dibalik puing-puing mainan itu.

Saat semuanya rapi, Rosta mengitung koin itu.

“Taraam.... lihaaatkoinnya banyak banget!” seru Rosta. Ia girang sekali melihatkoin yang dikumpulkannya mencapai sepuluh keping. Ditambah lagi koin-koin kecil lainnya. Ada yang bergambar angsa dan rumah jamur.

“Kotak mainanmu seperti celengan saja, Ve,” komentar Rosta pada Venus yang hanya tersenyum melihat tingkah Rosta.

“Yaah, ambil saja Rosta, koin-koin itu tak akan aku gunakan.,” gumam Venus.

“Waah, benarkah?Semua koin ini benar-benaruntukku, Ve? “ Rosta takpercaya. Venus menganggukmeyakinkan.

“Terima kasih ya , Ve, ” lagi-lagi hanya kata itu yang bisa diucapkan Rosta.

Rosta pulang dengan hati riang. Ia membawa banyak koin dari rumah Venus.Ia tak sabar menunggu hari libur berikutnya, agar bisa kembali ikut ke rumah Venus.

Tapi Venus baik sekali, meski Rosta tak datang, ia selalu menitipkan beberapa keping koin perunggu bergambar cerry pada Bibi Barry.

“Koin-koin itu tak berarti di rumahVenus, mereka tak memerlukannya,” ujar Bibi Barry sambil meyerahkan kantung kain berisi koin.

“Terima kasih, Bu. Sampaikan salam untuk Venus ya,” seru Rosta riang. Wajahnya berseri menatap sekantung koin yang baru diterimanya.

“Oh ya, lima hari lagi Venus akan merayakan ulang tahun yang kesembilan, kamu diundang ke pestanya, Nak,”

Kabar baik itu benar-benar membuat Rosta melonjak kegirangan. Tapi tiba-tiba ia termenung, bingung memikirkan kado yang akan diberikannya. Seharian ia sibuk mencari ide tentang hadiah yang akan diberikannya pada Venus.

“Kenapa tak kau gunakan saja koin-koin itu untuk membeli hadiah?” Bibi Barry memberi saran, saat dilihatnya Rosta terus merenung.

“Ahaa, bolehkah aku membelanjakannya, Bu?” Rosta menatap Bibi barry tak percaya. Karena ia tak pernah belanja sendiri dan tak biasa jajan.

Bibi Barry tersenyum sambil mengangguk. Rosta memeluknya, lalu segera melesat ke luar membawa sekantung koin. Ia hendak ke toko kelontong di ujung jalan. Hatinya riang tiada tara. Baru kali ini ia bisa belanja sendiri.

Sampai di toko, ternyata tak ada barang yang cocok dengansejumlah koin di kantungnya. Ia melangkah gontai ke luar toko. Wajah yang sebelumnya cerah ceria, kini seperti langit tertutup mendung.

“Hohohom, kenapa kamu murung begitu bocah kecil?” Suara menggelegar khas Paman Gnomeo mengagetkannya. Paman Gnomeo adalah pelukis keliling sahabat anak-anak. Rosta tengadah menatap wajah tua berjangut yang selalu tampakgembira. Melihat alat lukis yang tak pernah lepas dari kantung di punggungnya, Rosta langsung menemukan ide keren. Ya, inilah dia penyelamatnya.

Rosta menceritakan kegundahannya tentang kado. Paman Gnomeo bersedia melukis gambar Rosta dan Venus, asalkanRosta mau membantunya menjemur kanvas. Setiap hari sepulang sekolah, Rosta langsung memburu rumah jamur Paman Gnomeo. Sampai akhirnya lukisan itu selesai dibuat.

Paman Gnomeo tak mau menerima koin yang diberikan Rosta.

“Lebih baik, koin itu kau gunakan untuk membeli bingkai,” saran Pak Gnomeo.

Di rumah, tak henti-hentinya ia menatap lukisan dirinya bersama Venus, berbingkai kayu mahoni yang ia beli dari lapak barang bekas. Rosta merasa lega, membayangkan ia akan datang ke pesta Venus sambil membawa kado istimewa.

NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community (sertakan link akun Fiksiana Commnuity sebagai berikut ini : http://www.kompasiana.com/androgini


Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community: http://www.facebook.com/

groups/175201439229892/




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline