Lihat ke Halaman Asli

Makna Hari Raya Waisak

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Salah satu hari raya agama Buddha adalah hari raya Trisuci Waisak. Kata “Waisak” sendiri berasal dari bahasa Pali “Vesakha” atau di dalam bahasa Sansekerta disebut “Vaisakha”. Nama “Vesakha” sendiri diambil dari bulan dalam kalender buddhis yang biasanya jatuh pada bulan Mei kalender Masehi. Namun, terkadang hari Waisak jatuh pada akhir bulan April atau awal bulan Juni.

Hari Raya Waisak sendiri dikalangan umat Buddha sering disebut dengan hari raya Trisuci Waisak. Disebut demikian karena pada hari Waisak terjadi tiga peristiwa penting, yakni kelahiran Pangeran Sidhartha Gautama, tercapainya penerangan sempurna oleh Pertapa Gautama, dan mangkatnya sang Buddha Gautama. Tiga kejadian tersebut—kelahiran, penerangan, kematian— terjadi pada hari yang sama ketika bulan purnama di bulan Waisak.

Biasanya pada hari waisak, umat Buddha merayakannya dengan pergi ke wihara dan melakukan ritual puja-bhakti. Harus dimengerti bahwa umat Buddha melaksanakan ritual puja-bhakti adalah bertujuan untuk mengingat kembali ajaran sang Buddha, menyontoh perilaku sang Buddha dan melaksanakan ajaran agama Buddha. Bagi umat Buddha, hal tersebut berarti menaati peraturan moral, seperti menghindari pembunuhan makhluk hidup, mencuri, berbuat asusila, berbohong dan mabuk-mabukkan. Selain kelima larangan tersebut, umat Buddha ketika hari Waisak biasanya mengembangkan cinta-kasih dengan cara membantu fakir-miskin atau mereka yang membutuhkan, melepas hewan (biasanya burung) sebagai simbol cinta-kasih dan penghargaan terhadap lingkungan, serta merenungkan segala perbuatan yang telah dilakukan apakah baik atau buruk sehingga diharapkan di masa mendatangkan tidak mengulangi perbuatan yang buruk yang dapat merugikan.

Waisak sebagai sebuah hari raya agama Buddha bisa memberikan contoh yang positif kepada setiap orang. Contoh positif yang dapat diteladani adalah pengembangan cinta-kasih kepada setiap makhluk hidup. Wujudnya bisa berupa berdana membantu mereka yang membutuhkan, mendonorkan darah, menjaga lingkungan sekitar dengan hidup sederhana atau perbuatan-perbuatan baik lainnya. Akhirnya satu harapan besar dari hari Waisak tersebut adalah bahwa setiap manusia diharapkan dapat merenungi segala perbuatannya dan setiap saat selalu hidup dengan rasa cinta-kasih tanpa kebencian, seperti yang tertulis di dalam Dhammapada, “Kebencian tidak akan selesai jika dibalas dengan kebencian, tetapi hanya dengan memaafkan dan cinta-kasihlah maka kebencian akan lenyap.”

Oleh Willy Yandi Wijaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline