Lihat ke Halaman Asli

Willy Sitompul

Pekerja sosial

Komisi Penanggulangan AIDS (Tidak) Harus Dibubarkan!

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam yahoo group-nya (milis) para pegiat sosial yang bergerak di bidang HIV dan AIDS dalam satu bulan belakangan ini ramai dengan wacana presiden kita yang baru untuk membubarkan beberapa lembaga yang dinilai tidak penting dan untuk alasan efisiensi budget ke depannya. Dalam grup itu perbincangan yang terjadi mengemuka pada 2 kubu: yang setuju Komisi Penanggulangan AIDS dibubarkan dan yang tidak setuju. Opsi yang terbaru adalah membuat sebuah paper yang berisi saran-saran yang akan diajukan kepada presiden agar menjadi bahan pertimbangan supaya KPA tidak dibubarkan.

Lalu, bagaimana sebaiknya? Apakah KPA itu dibubarkan saja atau tetap berfungsi seperti biasa? Undang-undang yang mendasari pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) yang terbaru adalah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2006. Perpres ini ditandatangani oleh Presiden Indonesia ke-6 Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam perpres tersebut dijelaskan tugas-tugas KPAN sebagai berikut:


  1. Menetapkan kebijakan dan rencana strategis nasional serta pedoman umum pencegahan, pengendalian dan penanggulangan AIDS;
  2. Menetapkan langkah-langkah strategis yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan;
  3. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penyuluhan, pencegahan, pelayanan, pemantauan, pengendalian, dan penanggulangan AIDS;
  4. Melakukan penyebarluasan informasi mengenai AIDS kepada berbagai media massa, dalam kaitan dengan pemberitaan yang tepat dan tidak menimbulkan keresahan masyarakat;
  5. Melakukan kerjasama regional dan internasional dalam rangka pencegahan dan penanggulangan AIDS;
  6. Mengkoordinasikan pengelolaan data dan informasi yang terkait dengan masalah AIDS;
  7. Mengendalikan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan AIDS;
  8. Memberikan arahan kepada Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi dan Kabupaten/ Kota dalam rangka pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan AIDS

Dalam pepres tersebut juga ditetapkan bahwa Ketua KPA Nasional adalah Menkokesra, sementara beberapa menteri terkait dan berbagai jabatan strategis lain juga mempunyai posisi masing-masing dalam kepengurusan KPAN. Paling tidak sebagai anggota. Semua tidak menggunakan nama. Hanya jabatannya saja. Ambil contoh, ada Ketua KADIN (Kamar Dagang dan Industri) sebagai anggota, dan Panglima TNI serta Kapolri, juga sebagai anggota.

Hanya ada satu orang yang namanya dituliskan dalam Perpres ini. Yaitu posisi Sekretaris KPAN yang dijabat oleh Dr. Nafsiah Ben Mboi. Walaupun dijelaskan pada poin ketiga bahwa perubahan nama Sekretaris menjadi wewenang Ketua KPAN yaitu Menkokesra. Ketika Bu Nafsiah menjadi Menkes, posisi sekretaris inipun berganti ke orang lain yang selama ini sudah menjabat sebagai Deputi di KPAN.

Di daerah, dasar pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) diserahkan pada pemimpin daerah masing-masing. Ada yang menuangkannya dalam bentuk Surat Keputusan Bupati/ Walikota, ada juga yang membuatnya dalam  bentuk Peraturan Bupati/ Walikota yang disingkat Perbup atau Perwali. Kenapa mereka membentuk KPAD? Karena Perpres ini jugalah yang menjadi dasarnya. Semua dibahas pada Bab III tentang KPA Propinsi (KPAP) dan KPA Kabupaten/ Kota (KPAD). Gubernur, bupati, dan walikota wajib menjadi Ketua KPAP atau KPAD di wilayah mereka masing-masing.

Walaupun sebelum Perpres ini terbit sudah ada perpres lain yang mengatur KPA, semuanya mempunyai kelemahan yang sama. Tidak ada pembagian daerah mana yang benar-benar wajib memiliki KPA dan daerah mana yang tidak wajib memiliki KPA. Seolah-olah HIV dan AIDS memang sudah menjadi masalah yang sama seriusnya di semua daerah di Indonesia.

Lalu, bagaimana dengan kinerja KPA selama ini? Saya pribadi bukanlah orang yang tepat untuk menilai apakah kinerja KPA secara nasional sudah baik atau belum. Tapi kalau dilihat dari pengelolaan anggaran, memang sangat banyak dana yang dikelola oleh KPAN, dan sangat banyak pula aktifitasnya. Terlepas dari adanya kontroversi di beberapa aktifitas, sebenarnya KPAN sudah cukup berhasil memberikan penyadaran bahwa ada satu ancaman bagi generasi bangsa ini ke depan, yang harus mulai ditanggulangi. Tapi, jujur saja, sudah cukup lama memang KPAN mencoba menanggulanginya dan secara tren walau perilaku beresiko makin meningkat, kesadaran untuk menciptakan perilaku seks yang aman justru semakin meningkat pula. Jadi memang harus diakui ada prestasinya.

Bagaimana di daerah? Ini yang agak sulit. Di daerah, KPAD kebanyakan hanya difungsikan oleh 4 L alias "Lu Lagi Lu Lagi", orang yang sama, dan kalau ornag yang sama dan itu-itu saja, jelaslah dana mengalirnya kemana. Bahkan, ada KPAD yang menjadi penyokong calon bupati saat pilbup dengan melakukan sosialisasi yang gencar yang memberikan wakt pada si calon bupati untuk berorasi. Memang, tak semua kinerja KPAD seperti itu. Pasti masih banyak, KPAD yang menjalankan fungsinya dengan baik. KPAD di Bali misalnya, sering mendapatkan pujian untuk berbagai aktifitas yang mereka lakukan. Sebaliknya, ada KPA yang mendapat curahan dana yang besar namun cenderung menghambur-hamburkan dana untuk jalan-jalan yang dibungkus dengan istilah studi banding.

Jadi bagaimana? Bubarkan atau tidak? Saya pribadi tetap memilih agar KPA dibubarkan saja, fungsi instansi yang sudah ada saja diperkuat. Sebagai contoh, jika memang nanti KADIN tidak dibubarkan juga, maka KADIN diberikan fungsi semacam CSR yang diwajibkan melakukan sesuatu di bidang HIV dan AIDS. Buat instansi yang tak mungkin dibubarkan seperti TNI dan Polri misalnya, penanggulangan HIV dan AIDS bisa dilekatkan pada Bina Marga atau istilah lain yang ada di institusi tersebut. Untuk instansi yang jelas terkait seperti Kementerian Kesehatan sudah jelas harus memperbaiki fungsi jajarannya. Demikian juga Kementerian Sosial yang sebaiknya mengkhususkan diri dalam mengenai orang terdampak HIV dan AIDS dan Kementerian Pendidikan yang sebaiknya mengkhususkan diri dalam penerapan kurikulum pencegahan HIV dan AIDS yang juga ditambahkan dengan penanggulangan infeksi menular seksual yang lain.

Untuk KPAD yang kinerjanya sudah baik bagaimana? Sebaiknya orang-orang yang terbukti bekerja dengan baik diakomodir untuk masuk ke berbagai instansi yang sudah ada. Dengan adanya political will dari pemerintah pusat dan daerah, akan mudah untuk melakukan hal ini. Buat yang kinerjanya tidak baik, ya diberhentikan saja. Mereka sudah banyak memperoleh kesempatan. Saatnya memberikan kesempatan itu pada orang lain.

Ayo, bapak presiden Jokowi. Jangan ragu, bubarkan saja KPA!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline