Lihat ke Halaman Asli

Willy Radinal

Radinalism Opinion

Impor Garam: Kebutuhan atau Kelemahan

Diperbarui: 18 Juli 2024   11:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pexel.com

Indonesia merupakan negara dengan sebutan negara maritim, yang memiliki wilayah perairan seluas 6.315.222 km2, dan garis pantai terpanjang kedua di dunia dengan panjang 99.093 km2. Dilihat dari sudut pandang geografis, bahwa Indonesia memiliki potensi sebagai salahsatu produsen penghasil garam terbesar di dunia.

Garam memiliki sejarah panjang dalam penggunannya. Pada zaman kekaisaran Romawi, garam banyak digunakan untuk aktivitas sehari-hari, terutama untuk menyimpan makanan, karena garam dapat berfungsi sebagai pengawet. Pada masa itu, para pedagang sering melakukan perjalanan jauh, sehingga perlu menyiapkan perbekalan yang cukup selama perjalanan. Supaya bahan makanan tidak basi, maka perlu diawetkan menggunakan garam.

Kemudian, selain memiliki fungsi sebagai pengawet, garam juga memiliki manfaat bagi tubuh kita. Di dalamnya terdapat kandungan natrium yang bisa menjaga keseimbangan tubuh kita, selain itu natrium juga bisa membantu meningkatan kecerdasan otak kita. Selain itu, terdapat juga yodium yang bisa mencegah penyakit gondok dan membantu pertumbuhan anak. Jadi dapat disimpulkan bahwa garam memiliki peranan yang penting dalam eksistensi manusia.

Secara teoritis, Indonesia harusnya mampu menghasilkan stok garam yang melimpah untuk masyarakat. tapi faktanya Indonesia masih melakukan impor garam dengan jumlah yang tidak sedikit. Tentunya, dari kebijakan impor tersebut memiliki dampak postif yaitu sebagai solusi dalam mencukupi kebutuhan garam dalam negeri. Akan tetapi, disisi lain impor juga meninggalkan dampak negatif khususnya pada petani garam.

Berdasarkan informasi Pusat Data dan Informasi Kiara (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan), dalam lima tahun terakhir jumlah petani tambak garam di Indonesia menurun drastis, yakni dari 30.668 jiwa pada tahun 2012 menjadi 21.050 jiwa di 2016. Hal ini merupakan sebagian dampak dari kebijakan impor garam yang mempengaruhi penurunan jumlah petani garam di Indonesia.

Permasalah impor garam tentu masih menjadi polemik sampai saat ini, baik kebutuhan garam rumah tangga, ataupun industri. Produksi dari petani garam sampai saat ini belum bisa memenuhi kebutuhan garam di Indonesia, oleh karena itu pemerintah merasa perlu melakukan impor kembali.

Urgensi Impor Garam

Kebijakan impor memang dipicu belum stabilnya produksi petani di dalam negeri. Sejak 2016 hingga sekarang, iklim memang tidak kondusif, menyebabkan produktivitas petani merosot hingga di bawah 90% dari kapasitasnya. Awal 2017, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merilis data produksi 2016 hanya 137.600 ton, setara dengan 4,6% dari target 3 juta ton.

Selanjutnya, berdasarkan data BPS tahun 2018 bahwa kebutuhan garam dalam negeri itu sekitar 3,7 ton. Dari jumlah tersebut Kementerian perdagangan telah menerbitkan izin impor garam untuk 2,37 juta ton, sedangkan sisanya 1,33 juta ton akan dilakukan secara bertahap hingga akhir tahun.

Dilihat dari data emperik tersebut, bahwa sampai saat ini Indonesia belum bisa menjadi produsen yang mandiri, khususnya dalam produksi garam. Kebijakan Impor ini jika terus berlanjut dapat menjadi pisau bermata dua, yang dikhawatiran dapat memperburuk nasib petani garam. Karena berdasarkan fakta di lapangan, setiap kali garam diimpor pasti selalu diikuti dengan anjloknya harga garam di tingkat petani. Hal ini dapat menimbulkan efek domino,yaitu tidak hanya harga garam petani bisa jatuh dibawah standar, juga tentunya penghasilan petani garam menurun drastis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline