Lihat ke Halaman Asli

Mahkamah Konstitusi dan Ultra Petita

Diperbarui: 7 Maret 2020   20:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 

Kewenangan Mahkamah Konstitusi RI mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

    1. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    2. Memutus Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    3. Memutus pembubaran partai politik, dan

    4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Mahkamah Konstitusi Indonesia karena kekuasaan kehakimannya memiliki kewenangan atas putasan Ultra Petita yang dinilai cukup kontroversial. Ultra petita sendiri meru[akan kewenangan hakim menjatuhkan suatu putusan atas perkara melebihi dari apa yang dituntut atau diminta. Ultra petita diperbolehkan dalam lapangan hukum pidana, namun dilarang dalam lapangan hukum perdata.

Dalam Hukum perdata diatur, bahwa Hakim wajib mengadili semua bagian tuntutan (Pasal 178 ayat (2) HIR dan Pasal 189 ayat (2) Rbg) dan hakim dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih daripada yang dituntut (vide Pasal 178 (3) HIR dan Pasal 189 (3) Rbg). [4] Alasannya semua kembali kepada taat asas hukum yaitu, hakim bersifat pasif.[5] Sedangkan dalam hukum pidana ultra petita diperbolehkan karena hakim dituntut untuk aktif.

Fungsi MK sebagai judicial control dalam kerangka check and balances terkait dengan Ultra Petita menuai pro dan kontra karena keberadaan ultra petita di Makhamah Konstitusi tidak sejalan dengan tradisi hukum yang Indonesia anut yaitu civil law. 

Dalam negara hukum dengan tradisi civil law makna keadilan yang paling ideal adalah lahir dari hukum tertulis, berbeda dengan common law yang bertumpu pada prinsip judge made law (mengikuti dinamika keadilan yang hidup di masyarakat). Dengan adanya ultra petita maka hal tersebut mencerminkan ketidak konsistenan sistem hukum yang Indonesia telah dianut selama ini. 

Selain itu juga, pada prinsipnya Mahkamah Konstitusi hanya memiliki wewenang sebatas untuk menguji undang-undang (judicial review) terhadap Undang-Undang Dasar, dan tidak memiliki kewenangan untuk membentuk suatu norma baru yang mengantikan norma lama (legislative review). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline