Lihat ke Halaman Asli

Bantuan Hukum Cuma-cuma oleh Advokat, untuk Siapa?

Diperbarui: 5 Maret 2020   20:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negara memiliki kewajiban untuk menjamin hak-hak yang sejatinya telah melekat abadi sejak manusia lahir. Hak-hak yang tak dapat dihilangkan karena sebab apapun. Indonesia yang telah mendeklarasikan dirinya sebagai negara hukum di dalam Konstitusi sudah semestinya menjadi entitas yang memiliki komitmen tinggi atas penjaminan hak-hak warga negaranya. Tak terkecuali hak warga negara di hadapan hukum.

Terdapat adagium hukum yang mengatakan "equality before the law" yang artinya, semua orang adalah memiliki kedudukan yang sama dimata hukum.

Sifat dinamis kehidupan masyarakat global memberikan pengarug terhadap gaya dan cara manusia untuk saling berinteraksi, dan tidak jarang dari sebuh interaksi antara individu dengan individu maupun individu dengan kelompok menimbulkan konflik yang tak terhindarkan. Konflik tidak memandang usia, pekerjaan, jabatan, apalagi keadaan ekonomi. Sehingga tak jarang pula konflik yang berakhir menjadi konflik hukum dialami oleh masyarakat berstatus sosial bawah, yang mana memiliki kondisi ekonomi rendah. Namun, bagaimanapun juga, hukum harus tetap ditegakkan. Melalui cara litigasi maupun non litigasi.

Pada dasarnya, berhadapan dengan hukum akan memengaruhi kondisi psikologis seseorang, karena alasan tekanan moral hingga permasalahan biaya. Fakta memang tidak dapat terelakkan bahwa biaya persidangan bukan harga yang murah untuk dibayar, khususnya oleh masyarakat berstatus ekonomi rendah. Untuk itu, negara memberikan kebijakan agar masyarakat yang berhadapan dengan hukum namun tergolong masyarakat yang tidak mampu mendapatkan bantuan hukum secara gratis.

Didasarkan pada Pasal 27 ayat (1) UUD Tahun 1945, kemudian dikeluarkan pula UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, kemudian 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Kemudian diberikan peraturan pelaksanaan yaitu pada PP Nomor 83 Tahun 2008 dan PP Nomor 42 Tahun 2013. Yang mana, bagi profesi Advokat memiliki kewajiban atau keharusan untuk memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu secara cuma-cuma. Hal ini dianalogikan sebagai CSR atau tanggung jawab sosial atas profesinya. Namun juga terdapat pula anggaran yang memang dianggarkan oleh negara melalui APBN sebagai honor bagi advokat yang membrikan bantuan hukum bagi masyarakat yang kurang mampu. Bagi advokat yang memberikan bantuan hukum secara pro deo akan diverifikasi agar tidak ada penyalahgunaan anggaran.

Awal tahun 2019, penulis melakukan kegiatan magang di salah satu kantor advokat di Surakarta yang menyediakan bantuan hukum gratis. Seorang wanita tua menempuh perjalanan dari Klaten-Surakarta sendirian, demi mengurus sengketa tanah warisan dengan saudara-saudaranya. Setelah beberapa lama mengamati Beliau yang sedang berkonsultasi dengan Advokat di kantor tersebut, ternyata kasus tersebut sudah berjalan beberapa tahun. Beliau yang merupakan orang awan terhadap hukum nampak sudah hafal dengan istilah-istilah hukum. Beberapa kali saya mendengar keluhan dari Beliau yang lelah akan sengketa tanahnya. Saat waktu mulai siang, Beliau pamit untuk pulang menggunakan Bus, kemudian Advokat di kantor kami mengeluarkan uang dan memberikannya kepada si Ibu dan mengatakan "Untuk Ibu naik Bus, cukup kan?". Ternyata Ibu ini meruapakn salah satu client pro deo.

Hal ini menjadi bukti nyata bahwa tidak semua orang yang berhadapan dengan hukum adalah orang berstatus sosial atas, bukan pula orang-orang yang telah paham dengan hukum dan mengetahui resiko-resikonya, serta dapat terjadi dalam jangka waktu yang lama. Si Ibu tadi bahkan tidak menyangka sengketa seperti ini akan menimpanya, bahkan jika kalau boleh memilih pasti Beliau tidak bersedia untuk bersengketa dengan saudara-suadarnya.

Oleh karenanya, berhadapan dengan hukum akan sangat menguras tenanga, pikiran, maupun biaya. Sehingga bantuan-bantuan hukum semacam ini memang seharusnya diakomodir dengan lebih baik oleh negara atas hak dang kewajiban lembaga bantuan hukum dan client, sebagai penjaminan setiap hak warga negara untuk mendapatkan penyelesaian konflik yang ia hadapi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline