Lihat ke Halaman Asli

Bentor vs Grab & Gojek? Salah Satu Contoh "Proxy War" dalam Skala Kecil

Diperbarui: 24 Februari 2017   16:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada beberapa hari lalu, tepatnya di kota Medan. Terdapat aksi demonstrasi/orasi oleh para pengemudi becak bermotor(betor) untuk menuntut agar transportasi online seperti grab,gojek,gocar dan sebagainya untuk dinonaktifkan karena para pengemudi betor merasa akibat adanya media transportasi berbasis online mengakibatkan pendapatan mereka menurun bahkan bisa dikatakan sulit untuk menghidupi keluarga mereka.

Memang ada benarnya, jika ada orang mengatakan bahwa rezeki itu sudah ada yang mengaturnya. Akan tetapi, pernahkah konsumen transportasi memikirkan bahwa dengan adanya media transportasi online yang tidak dibatasi kapasitas pengemudinya untuk join dalam bisnis tersebut membuat beberapa kerugian diantaranya kemacetan yang semakin parah, kesenjangan sosial dan kriminalitas yang bertambah, daya saing egosentris semakin tinggi seakan tidak memerdulikan rakyat kecil lagi serta penghilangan ikon culture(budaya) di suatu tempat.

Untuk kapasitas gojek, saya rasa itu memang sangat dibutuhkan untuk kebutuhan masyarakat saat ini. Tetapi dengan adanya gocar/grab yang semakin mendominasi pasar transportasi mengakibatkan para pengemudi betor dan taxi seperti bluebird dan sebagainya kembali kalah saing sehingga para pekerja yang berasal dari rakyat kecil tersebut semakin susah untuk menghidupi kehidupan keluarganya dalam sehari-hari akibat pendapatan mereka berkurang.

Dampak dari kalahnya daya saing tersebut, membuat para pengemudi betor dan taxi seperti kehilangan lahan mereka untuk mencari nafkah. Memang sebagai pengamat saya mengakui dan saya setuju dengan para konsumen transportasi lainnya yang mengatkan bahwa pelayanan gocar dan grab tentu lebih nyaman bagi konsumennya dibandingkan betor dan taxi biasa. Para pengendara betor yang semena-mena menaikkan tarif perjalanan dan kurangnya keamanan dalam berpergian terkadang membuat konsumen merasa enggan untuk menaikinya. Sedangkan dengan grab/gocar yang berbasis tarif murah dan pelayanannya yang nyaman akan membuat daya minat konsumen lebih tinggi dibanding dengan menaiki betor.

Akan tetapi, saya merasa aksi demonstrasi betor itu sangat disayangkan apalagi jika sampai melakukan sweeping maupun pemukulan kepada pengemudi grab/gocar dan gojek. Tindakan seperti itu harusnya ditindak tegas dan diminimalisir oleh pemerintah. Karena selain tindakan itu merugikan driver online, juga merugikan citra betor sendiri di mata konsumen transportasi.

Meski begitu, para pihak media transportasi online harusnya bisa membantu menyelesaikan masalah ini dengan para pengemudi betor. Dengan tidak ditambahnya lagi kuota-kuota pengemudi yang hanya mengakibatkan perselisihan antara sesama pekerja. Mediasi merupakan salah satu cara terbaik untuk menangani masalah seperti ini dibantu dengan campur tangan pemerintah. 

Dengan adanya kasus seperti begini, bukanlah tidak mungkin jika kriminalitas dan tindakan anarkisme semakin merajalela akibat dari nasionalisme setiap warga negara menjadi terpecah karena adanya persaingan/perang yang tidak berwujud ini di bidang ekonomi. Kriminalitas bisa meningkat jika kesenjangan sosial semakin tinggi.

Untuk itulah, dengan artikel ini saya memohon kepada tiap masyarakat Indonesia agar saling membantu menyingkapi masalah-masalah seperti ini. Serta peranan pemerintah untuk membantu pihak-pihak terkait dalam penyelesaian masalah yang mengecewakan siapapun baik para pengemudi betor,gojek,gocar dan rasa prihatin dari masyarakata(konsumen).  Meski masalah ini terlihat kecil akan tetapi masalah ini sangatlah penting untuk diselesaikan karena masalah seperti ini dapat menimbulkan kekacauan dalam negeri. Jangan sesekali kita memandang rendah orang lain di media sosial karena profesinya, sebab tidak ada orang yang ingin hidup sebagai orang yang kurang mampu. Justru karena ketidak mampuan seseorang itulah, maka orang itu berjuang mencari pekerjaan untuk menghidupi kebutuhan 

Prihatin? Iya! Kecewa? Iya! Tapi sebagai penduduk kota Medan harusnya bisa membantu bukan malah menyalahkan salah satu pihak. 

Saya menuliskan artikel ini bukan untuk membela salah satu pihak melainkan agar sebagai masyarakat kita bisa membantu mengatasi masalah-masalah seperti ini yang mungkin bisa terjadi di kemudian hari.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline