Pertumbuhan penduduk di Indonesia saat ini merupakan terbanyak keempat di dunia, hal ini menuntut ketersediaan lapangan pekerjaan yang memadai bagi seluruh rakyat Indonesia, selain itu kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan suatu pekerjaan semakin kecil karena persaingannya juga semakin ketat.
Dengan melonjaknya pertumbuhan penduduk di Indonesia untuk mencegah terjadinya pengangguran, pemerintah membuat berbagai inovasi dalam mengatasi dan menciptakan lapangan pekerjaan, salah satunya adalah adanya pegawai honorer yang diperbantukan di setiap daerah, pasalnya pembentukan pegawai honorer ini sangat membantu menekan angka pengangguran dan meningkatkan angka kualitas hidup masyarakat Indonesia.
Selain itu, para pegawai honorer juga menaruh harapan untuk menunggu pengangkatan CPNS bagi mereka. Namun, dalam rangka melaksanakan efisiensi struktur organisasi dalam instansi pemerintah, maka BKN mengeluarkan syarat bahwa honorer diatas 35 tahun tidak dapat mengikuti tes CPNS kategori umum maupun Honorer Kategori II.
Terbitnya persyaratan oleh BKN, menimbulkan kekecewaan bagi pegawai honorer yang selama ini mengabdi tanpa pamrih, mereka menilai bahwa pemerintah kurang perhatian dalam memperhatikan nasib honorer.
Namun, perlu diketahui bahwa sebenarnya pemerintah telah melakukan upaya dalam memperhatikan nasib honorer dengan cara menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Skema P3K itu, diharapkan dapat menjadi solusi untuk memperjelas status tenaga honorer, melalui peraturan tersebut tenaga honorer, khususnya para guru dan di bidang kesehatan, seperti bidan dan perawat, bisa tetap menjadi aparatur sipil negara atau ASN.
Meski yang bersangkutan tidak lolos seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Sedangkan, bagi pegawai honorer yang masih memenuhi kualifikasi untuk mengikuti tes CPNS, maka akan tetap diwajibkan untuk mengikuti seleksi tersebut bila ingin menjadi PNS.
Selain itu, Presiden Jokowi tetap bersikukuh bahwa pengangkatan ASN harus melalui peraturan yang ada dan harus dilakukan secara profesional. Kebijakan P3K telah sesuai dengan UU yang berlaku. Karena menurut Undang-Undang No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), disebutkan bahwa ASN itu terdiri dari dua, yakni pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Sementara itu, CPNS maupun P3K akan setara dalam hal sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kualitas. Selain itu, dalam hal gaji atau upahnya pun keduanya akan mendapatkan kesetaraan. Hal ini menegaskan bahwa kebijakan P3K merupakan bukti pemerintah tidak mengabaikan tenaga honorer yang telah berjasa bagi negara. Pemerintah tetap berusaha mencari jalan yang terbaik demi kepentingan tenaga honorer tersebut. Saat ini, pemerintah memang tengah melakukan penataan SDM Aparatur Negara, dengan tujuan mewujudkan ASN yang profesional dan berdaya saing.
Hal itu mengingat saat ini terdapat masalah ketidakjelasan status orang yang bekerja di birokrasi tetapi bukan berstatus PNS. Pemerintahan Presiden Jokowi berupaya menata masalah ini melalui proses yang memang harus dilakukan dengan memperhatikan banyak aspek.
Meski demikian, kita sepatutnya mendukung upaya Presiden Jokowi untuk tetap berpihak pada tenaga honorer yang telah lama mengabdi, sekaligus memperhatikan kemampuan negara dalam memberdayakan ASN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H