Setiap 5 tahun Indonesia mengadakan pesta demokrasi terbesar untuk memilih pemimpin nomor 1 negeri ini. Pada periode kali ini, pesta demokrasi berlangsung pada tahun 2019 dan situasi serta atmosfernya sudah terasa sejak jauh-jauh hari.
KPU juga sudah menetapkan calon presiden dan wakil presiden yang diikuti oleh Jokowi-Ma'aruf Amin dan Prabowo-Sandi. Sejatinya Pesta demokrasi seharusnya dirayakan oleh bangsa Indonesia sebagai sebuah kemenangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam memilih pemimpin serta sebagai ajang untuk mengambil hati dan kepercayaan rakyat Indonesia melalui inovasi terhadap visi dan misi untuk menjadikan dirinya calon pemimpin yang diyakini layak memimpin dan akan membawa Indonesia menjadi lebih baik.
KPU merupakan lembaga yang memiliki wewenang dalam menyelenggarakan pesta demokrasi ini, dengan ditetapkannya kedua pasangan calon yang akan bertarung menunjukkan bahwa masa kampanye telah dimulai dan riuh kontestasi politik Indonesia akan segera ramai dengan seruan tiap paslon. Kampanye ini mulai dilakukan sejak September 2019 hingga 19 April 2019.
Untuk mengontrol jalannya kampanye, KPU juga membuat peraturan mengenai pemilihan umum (pemilu) yang tercantum dalam UU nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu dan dan PKPU nomor 23 Tahun 2018 Tentang Kampanye Pemilu.
Di samping itu terdapat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang mengawasi setiap kecurangan maupun pelanggaran dalam penyelenggaraan pesta domokrasi terbesar di negeri ini.
Beberapa waktu yang lalu, untuk menandai terciptanya pesta demokrasi yang LUBERJURDIL KPU menggelar deklarasi kampanye damai di kawasan wisata Monas. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh masyarakat menginginkan penyelenggaraan pesta demokrasi yang damai dan lancar, sehingga menghasilkan pemimpin yang berkualitas berdasarkan visi, misi dan program serta layak untuk memimpin Indonesia.
Dalam momen kampanye ini juga dihiasi dengan adu kualitas pembentukan tim pemenangan setiap calon, dengan berkumpulnya para akademisi dan orang-orang yang memiliki kapabilitas mumpuni untuk membantu setiap calon dalam merencanakan kegiatan kampanye dalam merebut suara masyarakat Indonesia.
Adu pendapat, argumen, visi, misi dan bahkan program yang terjadi antar tim pemenangan di setiap daerah juga tidak dapat dihindarkan yang kemudian menciptakan pesta demokrasi yang kaya akan gagasan dan inovasi dalam membangun Indonesia kedepannya.
Namun ada persepsi yang menciderai konstestasi politik dengan munculnya terminologi "pos pertempuran" oleh Prabowo-Sandi di Solo. Terminologi yang digunakan menguatkan persepsi atau pandangan kubu Prabowo-Sandi yang menganggap pilpres sebagai perang ketimbang sebagai pesta demokrasi.
Hal ini menunjukkan bahwa kubu Prabowo-Sandi menilai pilpres sebagai pertempuran untuk menentukan pihak mana yang menang atau kalah tanpa melihat atau menghargai proses demokrasi itu sendiri. Disamping itu, tidak menutup kemungkinan terjadi tindakan untuk menjatuhkan lawan demi meraih kemenangan.
Persepsi seperti ini tidak merefleksikan makna sebenarnya dari Pemilu itu sendiri, dimana Pemilu merupakan ajang dalam mengambil hati dan kepercayaan rakyat Indonesia untuk menjadikan dirinya calon pemimpin yang diyakini akan membawa Indonesia lebih baik.