Lihat ke Halaman Asli

Hoaks, Sebuah Virus Digital

Diperbarui: 5 Oktober 2018   13:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: thinkstock

"To deceive, especially by playing a trick on someone", begitulah pengertian hoax dalam Cambridge Dictionary. Konotasi negatif sekiranya yang muncul apabila membicarakan hoaks. 

Disebut virus atau wabah karena hoax menyebar dengan amat luas dan pada banyak orang, tidak peduli kepada siapa dia menjangkiti. Beberapa tahun silam, Amerika memperdaya dunia menyerang Irak dengan isu senjata pemusnah masal, wabah hoax sudah lama terjadi.

Sekitar 1996 lalu, Profesor Alan Sokal dari University College of London menulis jurnal yang berjudul "Transgressing the Boundaries: Toward a Transformative Hermeneutics of Quantum Gravity", jurnal mengenai fisika dari seorang ahli fisika dan matematika. 

Sokal menggabungkan kajian berdasar pada dua tradisi keilmuan "hermeneutics" dan budaya "gravitasi kuantum", yang secara tersirat menunjukan sikapnya terhadap karakter suatu sains, dengan menggolongkan sains berdasarkan kriteria postmodern pembebasan, dengan memberikan kebebasan tentang basis empiris melalui pendekatan demokratis pada suatu karya ilmiah. 

Paper tersebut menimbulkan perdebatan di kalangan pemikir postmodern di bidang tersebut. Namun beberapa minggu kemudian, esai berjudul "Physicist Experiments with Cultural Studies" yang ditulis Sokal membeberkan bahwa paper sebelumnya merupakan parodi untuk mengejek para pemikir postmodern. Dapatkah paper tersebut dikategorikan sebagai hoax?

Tujuan Sokal menulis paper itu untuk menguji standar intelektual akademisi humaniora Amerika Serikat, yang dipublikasi oleh jurnal ternama Amerika, Social Text, bahkan didirikan oleh 3 orang pemikir postmodern yang tulisannya banyak dikutip dalam studi kajian budaya. 

Hasil eksperimen Sokal berhasil menerangkan bahwa sektor akademik Amerika Serikat lamban secara intelektual, karena editor Social Text menyukai tulisan Sokal karena sejalan dengan ideologi konten dan metodologi sains postmodern. Eksperimen tersebut terkenal di kalangan para akademisi humaniora di Amerika Serikat. 

Apabila disebut hoaks, apakah dalam konteks Sokal ini hoax merupakan hal baik karena memiliki tujuan untuk eksperiman atau tetap menganggap hoax sebagai hal yang negatif?

Mengapa Hoax Mudah Tersebar?

Meskipun telah ada sejak jaman dulu, bahkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, hoax tidak masif seperti di Indonesia. Kebiasaan masyarakat yang tidak terbiasa mencatat dan menyimpan data bisa saja menjadi gerbang masuknya hoax yang masif. 

Deddy Mulyana, Guru Besar Ilmu Komunikasi dari Universitas Padjadjaran menyampaikan bahwa bangsa kita yang tidak hobi membaca buku, tiba-tiba dicekoki dengan banjir informasi di ranah digital, dan karena sifat dasarnya suka berbincang maka informasi yang diterima itu lalu dibagikan tanpa melakukan verifikasi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline