Baca Komik Petruk sejak kecil, dilanjutkan saat menjadi santri kerap membagi waktu antara membaca koran dan Kitab Kuning. Membuat hidup seorang santri sederhana berbalik 180 derajat.
Dari yang gagal menjadi seorang ahli Informasi Teknologi (IT), malah bangkit menjadi wartawan handal dan penulis buku.
Ini adalah kisah seorang pemuda bernama Dede Rosyadi, Sos.I, M.Sos. Pria yang tak pernah mengenal lelah berjuang mengarungi kehidupan. Berada di puncak karir, Deros begitu sapaan akrabnya ternyata harus melewati beragam kejadian pahit dalam hidup.
Komik Petruk Pintu Gerbang Awal Jalan Menjemput Takdir
Berawal pada 7 Maret 1989, di Kampung Pengarengan, Kaliabang Tengah, Kota Bekasi, Jawa Barat, lahir seorang bayi laki-laki dari pasangan suami istri Mursyid dan Askanah. Pasutri ini kemudian menamakan buah hati mereka Dede Rosyadi.
Mursyid dan Askanah tidak berpendidikan tinggi, hanya pedagang biasa dengan penghasilan tak menentu. Meski demikian
pasutri ini memiliki semangat yang tinggi untuk mendukung Deros tumbuh dengan pendidikan yang layak. Harapannya saat kemudian hari Deros memperoleh kehidupan lebih baik dari mereka.
"Orang tua pedagang, bokap memang enggak sekolah orang susah. Nyokap pun hanya cuman lulus SD. Walau bukan lahir dari orang kaya. Tapi bekal saya cuman semangat, pantang menyerah dan ilmu agama. Itu lebih berharga dari kekayaan," kata Deros mengawali perbincangan dengan penulis di sudut kota Jakarta Selatan baru-baru ini.
Saat Deros memasuki usia Sekolah Dasar, sang ibu Hj Askanah memiliki kebiasaan yang unik. Yakni tidak membelikan mainan seperti anak-anak pada umumnya, setiap ke pasar sang ibu selalu membeli Komik Petruk lalu menyuruh Deros membaca seluruh isi ceritanya hingga tuntas.
"Setiap pulang dari pasar pasti Ibu beli Komik Petruk. Padahal saya maunya mainan seperti anak-anak kecil lainnya. Tapi karena terus menerus dibeli, saya akhirnya mulai baca dan ujungnya jadi suka," kata pria berusia 32 tahun itu.
Disaat Ibunda Hj Askanah mendorong Deros rajin membaca, sang ayah H. Mursyid tak tinggal diam, Ia justru mengambil peran membekali pendidikan agama kepada putra semata wayangnya. Pasalnya Bapak Mursyid merasa penting menyeimbangkan pola hidup antara pengetahuan dan agama. Sehingga kelak Deros dewasa tak hanya berilmu namun juga beriman.
"Jadi kedua orang tua saya walau bukan orang berpendidikan, tetapi mereka mengambil peran masing-masing dalam membesarkan saya. Ibu dorong untuk saya banyak baca. Bapak tanamkan ilmu agama," cerita Deros mengenang masa kecilnya.