"Tidak penting apapun agamamu atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu."
- Gus Dur
Indonesia dan toleransi. Kedua kata yang tidak dapat dipisahkan sejak terbentuknya negara kesatuan Indonesia ini. Dari dulu Indonesia merupakan negara beragam yang multikultural, mulai dari sukunya, budayanya, sampai agamanya. Hal ini terlihat dalam seluruh perjuangannya saat memerdekakan diri melawan penjajahan, ketika banyaknya rakyat dari daerah-daerah yang berbeda bersatu untuk membentuk negara Indonesia.
Menurut Sahal dkk (2018), toleransi adalah sikap ketersediaan dan kemampuan seseorang untuk menghargai agama, suku, etnis, pendapat, sikap atau tindakan orang lain yang berbeda dengan dirinya sendiri. Toleransi juga berarti mengakui dan menghormati adanya golongan minoritas dalam suatu komunitas sehingga sadar atas hak yang dimiliki.
Namun, apakah semangat persatuan ini masih bertahan di tengah realitas masyarakat kita sekarang? Dalam perkembangan zaman, kasus intoleransi sering kali muncul dalam masa-masa kini. Sampai sekarang masih ada saja kasus pembakaran gereja dan larangan pembuatan tempat ibadah, hingga adanya penyebaran perpecahan di media sosial. Dari hal ini terlihat bahwa lama-kelamaan nilai toleransi itu hilang
Walau pernyataan tersebut terdengar pesimistik, sebenarnya Indonesia masih mempunyai harapan untuk kembali untuk menghidupkan kembali toleransi yang ada di tengah masyarakat, dan kadang hal tersebut muncul dari tempat yang paling tidak disangka. Hal tersebut muncul dengan sangat jelas ketika kita mengikuti kegiatan live-in ekskursi ke pondok pesantren dengan kami sebagai seorang dengan latar belakang yang sangat berbeda.
Pondok Pesantren
Hari diawali dengan lebih pagi dari biasanya, keseharian pergi pulang dari sekolah menengah kanisius untuk kali ini tidak akan berlaku, tetapi ternyata hal seperti itu hanyalah sebuah kebiasaan bagi tempat yang akan dikunjungi. Saya diberi kesempatan untuk melakukan ekskursi ke pondok pesantren Amanah Muhammadiyah di Tasikmalaya.
Ekskursi dapat diartikan sebagai sebuah perjalanan imersif yang bertujuan untuk membuka pandangan menjadi lebih luas terkait toleransi keagamaan yang ada di Indonesia. Kanisius sebagai sekolah katolik yang ada di tengah Jakarta kadang terasa sangat minim apabila lingkungan dan kebudayaan yang diketahui hanya lingkungan kota jakarta. Oleh karena itu, maka sekolah melakukan kegiatan drastis setiap tahunnya oleh Kanisius untuk mengetahui kehidupan dari pondok pesantren dan memperluas pandangan para siswa kanisius.
Pondok pesantren adalah sekolah asrama yang menekankan nilai-nilai agama dengan lebih kuat, dengan siswanya dikenal sebagai santri dan siswinya sebagai santriwati. Karena merupakan sekolah pesantren, maka pendidikan agama merupakan salah satu kekhasan utamanya yang diterapkan dalam pembelajaran bahasa arab dan melakukan ibadah di sekolah
Mengalami ekskursi secara langsung mempunyai perasaan yang jauh berbeda dibandingkan apa yang diceritakan mereka yang sudah melakukannya sebelumnya. Sebelum berangkat, ada yang merasa takut atas kebudayaan mereka yang jauh sangat berbeda, ada yang langsung semangat untuk bertemu dengan budaya baru, dan ada juga yang bersedia mengikuti apa adanya.
Perjalanannya diperkirakan untuk membutuhkan waktu sekitar 6 jam, tetapi terasa jauh lebih lama karena tidak diperbolehkan menggunakan gawai, tak sangka mereka sendiri tidak boleh menggunakan gawai selama ratusan harinya mereka tinggal di pondok pesantren.