Lihat ke Halaman Asli

Ndhy Rezha

Penulis Pemula

Sisi Gelap Media ‘Televisi’

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Keluarga mana yang tidak memiliki televisi di dunia ini ?

Televisi di era modern telah menjadi kebutuhan primer bagi manusia. Dengan televisi kita dapat menerima banyak informasi yang bermanfaat, hiburan dan bermacam hal lain yang dapat menunjang pola pikir masyarakat ke arah kemajuan. Namun ada beberapa hal yang membuat televisi cukup berbahaya bila kita tidak kritis dalam memilah hal mana yang pantas untuk dikonsumsi oleh pikiran kita.

Beberapa item atau program yang kerap disiarkan melalui stasiun televisi khususnya di negara ini memuat beberapa hal BURUK yang sebenarnya telah menyita perhatian beberapa pihak terkait, tidak terkecuali KPI (Komisi Penyiaran Indonesia).

Baru-baru ini KPI melayangkan teguran pada prgram YKS soal goyang oplosan yang dianggap tidak etis untuk ditampilkan ke khalayak ramai. Dalam hal dunia hibuan KPI memang sangat peka dan terkesan reaksioner dalam menanggapi setiap tayangan yang dianggap tidak pantas. Seperti beberapa tahun lalu ketika KPI juga melayangkan teguran pada beberapa program televisi diantaranya Extravaganza, Suami-suami taku isteri, animasi One Peace, Naruto dan yang paling menyita perhatian adalah beberapa teguran yang dilayangkan kepada pelawak Olga Syahputra yang dianggap kerap melontarkan banyolan-banyolan yang tidak pantas dan melanggar etika dan moral seorang publik figur.

Namun ada salah satu program televisi yang terlupakan oleh KPI yaitu berita kriminal.

Mengapa ?

Berita kriminal tidak hanya mengandung konten yang tidak pantas untuk ditonton tetapi tidak jarang mempublikasikan modus kejahatan baru.

Dalam berita kriminal kejahatan yang menjadi objek pemberitaan kerap disebut sebagai main idea, meskipun tujuan dari pemberitaan adalah informasi. Berita kriminal kerap menggunakan bahasa atau kata-kata yang sensitif. Seperti pemerkosaan, pencabulan, pembunuhan dan perampokan. Tentu saja sebab sesuai dengan label program yang mengangkat segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia kriminal. Tetapi bayangkan bila yang menjadi penyimak adalah mereka yang masih dibawah umur, terlebih berita kriminal kerap hadir di setiap waktu.

Atau ketika berita kriminal menawarkan modus kejahatan baru. Seperti aksi pembakaran ATM yang berhasil menggasak uang sejumlah puluhan juta yang terjadi beberapa bulan lalu meskipun pelakunya akhirnya tertangkap. Aksi tersebut sebenarnya tergolong modus baru namun publikasi televisi berhasil mengilhami beberapa pelaku kejahatan lain untuk melakukan aksi yang sama. Persoalan tertangkap bukanlah masalah utama , yang penting aksi mereka sukses. Dalam pemberitaan pelaku kejahatan menampilkan modus untuk mengukur tingkat keberhasilan aksi kejahatan dan penangkapan adalah persoalan lain, hal inilah yang kerap terjadi akibat dari publikasi yang dilakukan oleh televisi khususnya di negara ini.

Korban perkosaan misalnya, banyak pemberitaan yang menyematkan kalimat ‘ korban takut melapor karena diancam atau malu’ hal inilah yang kemudian mengilhami beberapa pelaku kejahatan pemerkosaan sebab kasus pemerkosaan adalah tindak kejahatan yang menciptakan kondisi dilematis bagi korban perempuan.

Dalam kasus pembunuhan yang paling parah , beberapa tahun lalu kasus mutilasi adalah kasus yang jarang terdengar namun beberapa tahun belakangan ini kasus ini kian marak bahkan grafik peningkatan atas kejahatan tingkat tinggi ini cukup signifikan. Media televisi tidak bisa mengelak dalam persoalan menyampaikan modus sebab sejak pertama kali kasus mutilasi di beritakan (sekitar awal 2000an) kasus tersebut kini semakin marak . Media televisi yang menayangkan pemberitaan kasus mutilasi kerap menyematkan kalimat korban sulit dikenali sebab beberapa potongan tubuh korban telah membusuk saat ditemukan’.Kalimat inilah yang mengilhami para pelaku kejahatan untuk melakukan aksi mutilasi sebab bila korban tidak teridentifikasi dalam waktu yang lama maka pelaku juga akan sulit tertangkap atau bahkan penutupan kasus seperti yang terjadi dalam beberapa kasus mutilasi di negara ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline