Lihat ke Halaman Asli

Willem Wandik. S.Sos

ANGGOTA PARLEMEN RI SEJAK 2014, DAN TERPILIH KEMBALI UNTUK PERIODE 2019-2024, MEWAKILI DAPIL PAPUA.

Empat Tahun Natal di Tanah Papua, Penuh Duka dan Air Mata

Diperbarui: 25 Desember 2021   14:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Willem Wandik S.Sos (Ketua DPP GAMKI)

NATAL 2021 - Dalam suasana perayaan natal di bulan Desember Tahun 2021 ini, suasana perayaan terasa berbeda di 4 Kabupaten, Tanah Papua, tidak seperti perayaan natal di tahun-tahun yang damai, dimana setiap keluarga OAP dapat pulang berkumpul bersama keluarga, memetik hasil kebun di kebun sendiri, mempersembahkan perjamuan makan terbaik dari hasil peternakan sendiri, untuk merayakan hari lahirnya "Yesus Kristus" menjadi juru selamat bagi umat di seluruh dunia, dengan suka cita dan perasaan yang penuh syukur karena telah diberi banyak berkat selama 12 bulan dalam setahun.. 

Sejak empat tahun yang lalu, dalam momentum perayaan natal, operasi militer di mulai pada akhir tahun 2018 di wilayah Nduga, Tanah Papua.. Status Quo "operasi militer" hingga Desember 2021 ini, tidak menunjukkan pertanda akan berakhir.. Hal yang berbeda justru terjadi pada Umat Kristen di banyak tempat lain di Negara Kesatuan Republik Indonesia, dimana mereka dapat mengekspresikan perayaan natal dan  merasakan "kedamaian natal" disetiap tahunnya dengan rasa syukur.. 

Justru di Tanah Papua, situasi berbeda terjadi pada setiap perayaan natal, dimana aksi saling balas dendam, menumpahkan darah, antara kelompok bersenjata versus aparat personil militer dan kepolisian terus berlanjut.. Korban tewas dari dua belah pihak terus bermunculan, seperti menghitung angka angka kematian yang telah lazim diwartakan oleh media nasional.. Namun, yang tidak kalah pentingnya, berita tentang "hilangnya damai dalam perayaan natal di Tanah Papua" yang berlangsung selama 4 kali perayaan natal, tidak pernah menjadi "highlight/sorotan" pemberitaan media nasional..

Alhasil, suasana operasi militer di Tanah Papua, selalu digambarkan sebagai peristiwa penegakan kedaulatan oleh personil militer dan kepolisian "kampanye nilai-nilai heroisme", melawan para pemberontak.. Padahal, dibalik konflik bersenjata tersebut, ada ratusan ribu/hingga juta OAP yang tersebar di 4 Kabupaten yang menjadi basis operasi militer, tidak merasakan suka cita perayaan natal "krisis kemanusiaan yang akut"..

Lazimnya, dalam perayaan natal, setiap keluarga akan berkumpul bersama, kerabat dan handaitaulan yang tinggal berjauhan datang berkumpul bersama di kampung halaman, anak-anak akan mencari orang tua, dan orang-orang tua akan memberikan hadiah kepada anak anaknya..

Al-Kitab telah memberikan penghiburan kepada umat Kristen yang tengah merayakan natal: 

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (Yohanes 3 : 16)

Dalam sudut pandang teologi kristen, Tuhan Yesus hadir ditengah tengah manusia yang beriman dan percaya, untuk menebus dosa dosa manusia, memberikan pengampunan kepada para pembuat dosa dan makar, dengan cukup mengimani kelahirannya..

Natal yang yang dirayakan tiap tahun oleh umat kristen, bukanlah sekedar ritual perayaan biasa, melainkan bentuk manifestasi terhadap keimanan umat kristen yang mengharapkan "keselamatan", kebaikan, kesuksesan, dan pengampunan atas dosa dosa di hadapan "agungnya" kelahiran Tuhan Yesus ke dunia..

Tuhan yang begitu "maha kasih dan maha tinggi", memberikan janji keselamatan terhadap para pendosa yang percaya akan diri-Nya, namun ditengah-tengah perayaan orang-orang yang beriman terhadap Tuhan Yesus Kristus di hari natal di Tanah Papua, terdapat ratusan ribu umat yang merindukan natal, harus hidup dalam bayang-bayang konflik berdarah, hidup terpisah dari keluarga, mereka meninggalkan rumah rumah dan kampung halaman, perayaan natal yang sebelumnya ramai dengan dekorasi lampu hias dan pohon natal di sudut sudut rumah dan kampung - kini gelap gulita, berganti dengan suasana horor dan menakutkan, akan adanya peristiwa berdarah yang terus berlangsung dari hari ke hari..

Bagi mereka yang tidak merasakan bagaimana kampung-kampung mereka dijadikan basis operasi militer, tentunya, akan mudah mengatakan, kehadiran aparat militer dan kepolisian dalam tugas operasi militer, untuk memberikan jaminan keamanan, namun, disepanjang 4 kali perayaan natal, sejak natal di tahun 2018 hingga perayaan di tahun 2021 ini, suasana kedamaian, suka cita, dan suasana religius dalam merayakan hari natal, tidak pernah dirasakan oleh OAP, yang justru terjadi, adalah teror ketakutan yang terus menghantui kehidupan masyarakat di kampung kampung, yang selama beberapa tahun, bahkan membangun pelayanan di gereja sekalipun tidak dapat dilakukan, karena umat harus hidup berpindah pindah, dari shelter pengungsian, untuk sekedar mencari rasa aman..

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline