Lihat ke Halaman Asli

Wiliyam Sutikno

Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Awalnya Salah Paham Berakhir Tragis

Diperbarui: 18 Desember 2020   14:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

tribunnews.com

Kasus yang ditulis oleh penulis berasal dari kasus kriminal yang berujung kepada tewasnya seorang pria berinisial A (42) oleh seorang pria berinisial I (44) yang diakibatkan karena adanya kesalahpahaman antara pelaku yang berinisial I dengan korban yang berinisial A.

Berita ini berjudul " Gara-gara Panggil 'Ompong', Pria Ini Bikin Salah Paham dan Bacok Orang yang Tersinggung hingga Tewas" dan diunggah pada tanggal 13 September 2020 pukul 20.49 WIB dalam Tribunnews.com regional Sumatra.

Kejadian ini terjadi di jalan Bungaran V, 8 Ulu, Jakabaring, Palembang pada hari Jumat tanggal 11 September 2020. Kesalahpahaman ini mengakibatkan pria berinisial I membunuh A dengan menusukkan pisau ke punggung kiri I hingga I terkapar bercucuran darah, kemudian A kabur ke Lempuing, Ogan Komering Ilir (OKI) saat korban tidak berdaya.

Pada akhirnya kasus ini bisa diselesaikan dengan ditemukannya pelaku di tempat persembunyiannya yang berada di Lempuing, Ogan Komering Ilir dan kemudian A diamankan serta akan dihukum sesuai peraturan atau hukum yang berlaku di Indonesia.

Kasus yang mengerikan ini awalnya bisa terjadi dikarenakan adanya kesalahpahaman antara pelaku dengan korban dan kesalahpahaman merupakan sebuah konflik. Konflik menurut Soerjono Soekanto adalah pertentangan atau pertikaian suatu proses yang dilakukan orang atau kelompok manusia guna memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai ancaman dan kekerasan dan oleh karena itu, konflik diidentikkan dengan tidak kekerasan.

Berdasarkan konflik yang diberitakan pada berita di atas, Konflik di awali dengan korban yang memanggil temannya dengan sebutan "Ompong", namun kata yang disampaikan oleh korban dianggap oleh pelaku merupakan sebuah penghinaan terhadap dirinya. Padahal korban tidak sama sekali bertujuan untuk berbicara dengan pelaku. Hal ini tentu didasari oleh kesalahpahaman dan salah persepsi yang timbul dalam benak pelaku karena merasa korban berbicara ke arah pelaku.

Semua konflik tentu akan memiliki tahap-tahap dan berdasarkan kasus yang diberitakan di atas, tahap pertama dari timbulnya sebuah konflik menurut Pondy dalam Arikunto (Arikunto, 1981:45) adalah tahap Felt Conflict, hal ini merupakan proses dimana terdapat ketegangan antar individu dan masing -- masing individu memiliki kepentingannya masing - masing.

Hal ini bisa dilihat dari pelaku yang merasa dihina oleh korban dan merasa tidak terima dan korban yang memiliki kepentingan untuk memanggil temannya dan tidak bermaksud untuk menghina pelaku.

Kemudian tahap selanjutnya adalah Manifest Conflict yang merupakan tahap dimana antar individu melakukan tindakan verbal, contohnya seperti perlakuan kasar. Hal ini bisa dilihat dari pelaku yang melakukan penusukan dengan sebuah pisau kepada korban di punggung kiri korban karena merasa dihina oleh korban.

Tahap selanjutnya adalah tahap Aftermath dan tahap ini menurut Pondy adalah hasil akhir dari konflik yang telah dilakukan oleh antar individu dan dapat kita lihat bahwa konflik ini berakhir dengan tewasnya korban karena ditusuk menggunakan pisau di punggung kiri oleh pelaku dan pelaku yang semula melarikan diri ke daerah Lempuing berhasil ditemukan oleh pihak kepolisian dan diamankan agar dapat dihukum dengan hukum yang berlaku di Indonesia.

Konflik sendiri tentunya memiliki cara - cara tersendiri dalam penyelesaiannya. Beberapa contoh penyelesaian konflik menurut Rahim dan Toomey dalam Baldwin, dkk (2014, h.281) adalah menghindari, mengakomodasi, bersaing atau dominasi, kolaborasi atau berintegrasi, dan berkompromi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline