Lihat ke Halaman Asli

Asal Tempel Stiker, Kampanye Ngawur dari Pasangan Agus-Sylvi

Diperbarui: 2 Januari 2017   21:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi pribadi

Pukul 16.30 kebetulan saya keluar rumah untuk jemput isteri di kantornya yang bersamaan dengan Ibu Mertua juga pergi keluar rumah, saat itu rumah dalam situasi normal tanpa ada kejanggalan tempelen apapun di kaca maupun di tembok rumah.

Menjelang Maghrib pun saya tiba di rumah dan belum sempat memarkir motor, mata saya dikejutkan sebuah tempelan stiker nama salah satu calon Gubernur DKI Jakarta dengan nomor urut 1 (satu) di depan tembok rumah. Dan ternyata tidak hanya di depan tembok rumah yang ditempelin stiker, di kaca samping pintu rumah pun jadi sasaran tempelan stiker pasangan Nomor urut 1.

Keterkejutan dan keheranan semakin menjadi-jadi saat saya bertanya pada Ibu mertua, apakah orang yang menempelkan stiker ini meminta izin pada ibu atau pada yang lain? Ternyata saya menerima jawaban yang sangat mengejutkan, beliau menjawab bahwa saat beliau datang SUDAH ADA TEMPELAN STIKER ITU!.

Dokumentasi pribadi

GILA dan NGAWUR! Itu tanggapan spontanitas saya saat mendengar jawaban Ibu Mertua, dan hal ini pun mengingatkan saya dengan pemberitaan di salah satu media terkait protes seorang Ibu di Kramatjati yang menjadi viral dan kebetulan wilayah si Ibu yang protes ini satu Kecamatan dengan saya.

Akhirnya muncul di benak saya, apakah Kampanye/Sosialisasi tanpa permisi dan main tempel di rumah orang menjadi salah satu strategi kampanye pasangan Nomor urut 1? hanya Tuhan, tim sukses Agus- Sylvi yang tahu.

Apakah model kampanye seperti ini yang dipertontonkan Pasangan Nomor Urut 1 dengan taglinenya “Jakarta Untuk Rakyat”. Padahal dengan main tempel stiker tanpa permisi ni menunjukkan tidak adanya penghargaan pada rakyat yang punya hak pilih, meski menempel stiker di rumah orang adalah hal kecil dan bisa sewaktu-waktu dicopot oleh pemiliknya.

Namun ini menunjukkan bahwa hal yang sederhana saja Pasangan Cagub-Cawagub Nomor urut 1 tidak memiliki etika sopan santun dan saling menghargai pada masyarakat.

Selain itu, dengan belajar dari kejadian penempelan stiker ini, muncul di benak saya, Apakah pasangan Calon ini hanya mengejar kekuasaan belaka?. Sehingga segala cara, langkah dan strategi apapun dan jikalau perlu persoalan etika, moral dan sopan santun pun tidak menjadi nilai-nilai politik bagi pasangan ini.

Oleh karenanya, kejadian tempel stiker ini pun memberikan petunjuk dan kesan bagi rumah-rumah yang menjadi “korban” untuk dapat menilai, menelaah, apakah pasangan nomor urut 1 dalam Pilkada DKI layak untuk dipilih atau tidak pada tanggal 15 Februari 2017. Hanya Tuhan dan pemilih “korban” penempelan stiker Agus-Sylvi yang tahu. Tapi Kalau ditanya pada saya, saya akan katakan TIDAK! Terus pilihan penulis ini siapa? Ya, saya jawab. Berarti masih ada dua kandidat yang ada di hati, otak dan pikiran saya. Bergantung dari dua kandidat ini, apakah dapat memberikan kepentingan terbaik bagi Rakyat DKI Jakarta atau tidak dalam kampanyenya.

Salam Kejujuran dari Lapangan Hijau,
@wilfun

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline