Meneruskan artikel sebelumnya yang berjudul Analisa Kebijakan Perlindungan Anak Antara JW-JK vs PS-HR (Part 1), dan didalam artikel sebelumnya juga sudah di paparkan karakteristik atau ke-khas-an masing-masing pasangan terkait janji-jani mereka tentang kebijakan program perlindungan anak yang akan dijalankan jika terpilih memimpin NKRI.
Dari beberapa kebijakan program perlindungan anak yang dijanjikan oleh kedua pasang Capres-Cawapres dalam pertarungannya di Pilpres 9 Juli 2014 nanti, terlihat bahwa pasangan JW-JK lebih serius dan lebih luas sebagai bagian dari tanggung jawab negara yang memang harus dilaksanakan dibanding dengan pasangan PS-HR.
Hal ini bisa dicermati bahwa kebijakan perlindungan anak yang dijanjikan oleh pasangan PS-HR sebagian besar bersifat kebijakan normatif yang memang selama ini sudah dijalankan dibeberapa Kementerian, seperti Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kepolisian dengan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak, maupun Kementerian Pendidikan Nasional melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS), hingga Kementerian Agama.
Sedangkan kebijakan perlindungan anak yang dijanjikan oleh pasangan JW-JK, meski ada beberapa kebijakan yang bersifat normatif seperti penyelenggaraan pendidikan gratis hingga jenjang sekolah atas. Namun ada hal yang berbeda dan baru yang dijanjikan oleh pasangan JW-JK meski ini merupakan model yang sudah diterapkan di DKI Jakarta, yakni “Kartu Indonesia Pintar”.
Selain itu, kebijakan perlindungan anak yang di usung oleh JW-JK ini lebih mengarah pada proses perlindungan dan pencegahan dengan dimasukan pengetahuan HAM di sekolah serta menjadikan pendidikan budi pekerti dan pembangunan karakter peserta didik sebagai basis dasar pendidikan.
Begitu juga dengan kebijakan anak yang membutuhkan perlindungan khusus (Children Need Special Protection (CNSP)), pasangan JW-JK lebih memahami konsepsi perlindungan anak yang menjadi kewajiban negara dibanding pasangan PS-HR.
Ini tercermin dengan beberapa hal yang menjadi fokus kebijakannya seperti dibuka peluang Upaya di keluarkannya Undang-Undang terkait tindak kejahatan seksual, alokasi anggaran yang terukur untuk kepentingan anak dan balita, hingga penghapusan regulasi yang berpotensi memberikan ruang pelanggaran HAM anak.
Meski dari kebijakan program perlindungan anak yang dijanjikan oleh pasangan JW-JK lebih unggul dalam memberikan perhatian atas kebijakan terkait dengan perlindungan anak dibanding dengan pasangan PS-HR.
Ada beberapa hal mendasar yang luput atau lalai dari perhatian pasangan PS-HR dan JW-JK, diantaranya adalah melakukan kajian yang kemudian memutuskan apakah perlu atau tidaknya melakukan revisi atau amandemen terhadap Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagai bagian dari bentuk perhatian serius negara untuk memberikan perlindungan dan pencegahan anak dari segala tindak pelanggaran.
Disamping itu, hal yang dilupakan oleh kedua pasangan ini adalah melakukan review atas kebijakan perlindungan anak yang tersebar di berbagai Kementerian, karena selama ini kebijakan perlindungan anak yang dilaksanakan oleh pemerintah banyak terjadi tumpang-tindih antar Kementerian bahkan cenderung bersifat sektoral dan tanpa ada keterkaitan kebijakan antar Kementerian.
Sehingga seringkali terjadi benturan, “rebutan lahan”, hingga munculnya ego sektoral antar Kementerian didalam menjalankan kebijakan perlindungan anak yang pada akhirnya persoalan dasar atas pemenuhan dan perlindungan anak di Indonesia tidak menjadi salah satu prioritas utama dari program-program di Kementerian yang memiliki program perlindungan anak.