Kehidupan menawarkan begitu banyak ruang dan waktu untuk belajar. Berada di satu kampung kecil di wilayah Papua pun tidak membatasi saya untuk belajar.
Setelah satu tahun bersama dengan keluarga-keluarga di Kampung Sumano, aku boleh mengakui bahwa setiap waktu adalah proses pembelajaran. Kali ini aku ingin berbagi tentang seorang anak didikku di Paud A, yang tiada hentinya menginspirasi gurunya.
Namanya Lutria Desiana Tebe. Dia anak kelima dari 5 bersaudara, untuk saat ini dia boleh dibilang yang bungsu, karena saya belum tahu rencana keluarga Bapak Tebe dan Ibu Yuliana, orang tua dari Lutria. Namanya tidak asing karena sangat Indonesia. Yang jika dimaknai secara harafiah berarti "serigala yang lembut"
Lutria, lahir dalam keluarga yang sangat sederhana. Sama seperti keluarga-keluarga lain di kampung, yang umumnya masih jauh dari sejahtera.
Bertumbuh dalam segala keterbatasan tidak membuat dia menjadi anak yang biasa. Ia anak yang luar biasa, sangat riang jika tidak sakit dan memiliki kemauan yang sangat keras. Usianya baru tiga tahun namun dari pandangan matanya, ia memiliki cita-cita yang tinggi.
Ada keyakinan yang besar terpancar dari wajah lembutnya. Ketika diminta bersama gurunya memimpin doa, ia selalu memimpin dengan hati yang besar dan penuh ketulusan. Saat berdoa ia akan menutup kedua matanya, melipat kedua tangannya dan meletakkannya di dadanya. Ia akan terus menutup matanya sebelum ia mendengar kata 'amin', tanda doa telah selesai.
Semangat jiwanya tidak hanya tampak ketika berdoa. Dia menjadi anak paling periang saat mengikuti senam pagi. Ia selalu menjadi pusat perhatian orang tua yang hadir, anak-anak sekolah dasar yang datang, dan juga membuat kakak-kakaknya yang TK gemas.
Ia anak yang ceria dengan kemauan yang keras. Ia belum pandai memegang pencil dan belum pandai membentuk garis vertikal maupun horizontal namun ia selalu ingin memegang pencil dengan benar dan mencoret-coret di kertas dengan bangga.
Ia anak yang memiliki visi, ini tampak dari matanya yang selalu berseri, seolah melihat jalan lurus modernisasi di depannya. Ketika menonton film-film kartun, ia sangat antuasias dan emosinya tampak dari setiap gerakan tubuhnya ketika para pemeran beraksi. Ekspresi-ekspresi spontannya memiliki banyak makna.