Lihat ke Halaman Asli

Wilfridus Bria

Guru di Yayasan Alirena

Paud Sion Sumano

Diperbarui: 9 Juli 2022   09:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keceriaan anak-anak Paud Sion dalam balutan pakaian adat (dokpri)

Aku hanya seorang guru biasa, yang masih memiliki banyak keterbatasan sebagai guru baik dari segi pengetahuan maupun skill. Pengalaman mengajar sebagai guru lebih sering saya habiskan di tingkatan yang lebih tinggi dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas. Belum pernah terpikir untuk mengajar anak usia diri. 

Hal ini disebabkan pernah, pada suatu kesempatan, ada teman guru yang adalah wali kelas satu tidak hadir di sekolah karena sakit. Bapak dan ibu guru yang lain diminta mengisi waktu kosong itu dan saya satu di antara yang mengisi dengan mengajar Bahasa inggris. Pengalaman pertama belajar bersama anak SD kelas satu pada waktu itu tidak akan kulupakan. Ketika sedang belajar, datang seorang anak perempuan yang sangat polos, minta digendong, aku kehilangan akal bagaimana merespon anak itu. 

Cerita hari itu membuatku sadar bahwa aku tidak mampu mengajar anak-anak di kelas 2 dan 1 SD, apalgi anak Paud -- TK. Jika harus memilih, aku akan konsisten memilih mengajar di kelas yang lebih tinggi. Mengajar paud tidak pernah terbersit di benakku.

Manusia boleh berencana tetapi Tuhanlah yang akan menjadikannya nyata. Dan rencana Tuhan tidak selalu sesuai keinginan dan cita-citaku. Tuhan membawaku ke Papua, tanah impianku dan di sana aku harus mengajar anak-anak Paud-TK. Sebuah titik balik, aku sadar, Tuhan punya rencana untukku. 

Sejenak aku mengingat firman yang diucapkan langsung oleh Tuhanku, "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. (Markus 10: 14). Aku sadar, Tuhan memakai anak-anak Papua terutama yang ada di Kampung Sumano untuk membuat aku semakin mengerti kasih dan kemurahan-Nya.

Sejak hari pertama di Paud-TK, aku langsung jatuh hati. Melihat kesederhanaan mereka, yang datang ke sekolah tanpa sandal dan dengan baju seadanya seakan memutar kembali nostalgia 32 tahun lalu. Pada waktu itu aku tidak jauh berbeda dengan mereka ini. Aku sadar aku sedang berhadapan dengan anak Tuhan yang dititipkan kepada keluarga-keluarga di Kampung Sumano. Dan setiap hari aku selalu menerima berkat yang berbeda dari Tuhan melalui kehadiran anak-anak ini. Dari mereka aku melihat masa depan Kampung Sumano yang lebih baik. Ini semua terpancar dari binar mata mereka yang selalu memberikan harapan.

Banyak cerita antara mereka dan aku yang ingin aku bagikan, namun pada kesempatan ini aku berbagi soal bagaimana kami bersama-sama membangun relasi dengan Tuhan, relasi yang sederhana, mulai dari kebiasaan kami sehari-hari. Kami mengawali dan mengakhiri kegiatan kami dengan memohon berkat dari Tuhan dan aku melihat ketulusan hati anak-anakku ini saat bermohon pada Tuhan. Aku belajar bahwa ketulusan itu alamiah, tidak dibuat-buat. Aku belajar menjadi orang tulus lebih banyak dari kepolosan hati anak-anakku ini.

Perjalananku bersama anak-anakku ini masih jauh, namun yang buat aku yakin adalah bahwa perjalanan kami menuju masa depan yang lebih baik diberkati oleh Tuhan kami. Tuhan mengasihi kami, dari segala keterbatasan kami. Aku tidak meminta lebih dari Tuhan selain berkat berlimpah untuk anak-anakku ini. Anak-anak tidak hanya menjadi murid tetapi sekaligus guru bagiku.

 "Dan cinta ibu itu seperti kehidupan ini, tanpa perlu engkau minta, tanpa perlu engkau cari, ia pasti datang dengan sendiri." Untuk anak-anakku di Paud-TK Sion Sumano, aku hanya ingin memberikan yang terbaik untuk kalian.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline