Lihat ke Halaman Asli

Wildan Sahidillah

Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia

(Plastik) Masa Depan Kita

Diperbarui: 13 Juli 2023   16:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tiadakah puas yang bersandar
Yang menjulang pada nikmat
Yang telah diberikan-Nya
Di mana batas kehausan?

(Sore - Plastik Kita)

Umat manusia di dunia banyak menggunakan plastik. Plastik tersebut digunakan sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Ada yang menggunakan tersebut untuk membeli gorengan, membeli barang, dan sebagainya, karena plastik tersebut mudah untuk dibawa ke mana-mana. Masyarakat Indonesia, khususnya, sering sekali menggunakan plastik dalam kehidupan sehari-hari.

Plastik pertama kali ditemukan tahun 1869 oleh John Wesley Hyatt. Bahan plastik yang pertama digunakan adalah seluloid. Setelah itu, dikembangkan lagi oleh Baekeland, pada tahun 1909 menemukan sebuah bakelit, yaitu sebuah resin sintetis. Bahan-bahan yang dibuat ternyata belum cukup baik, Karl Ziegler dan Guilio Natta, berhasil memperbaiki plastik supaya menjadi bahan yang baik untuk peralatan, dan menggantikan bahan kuat lainnya. Penemuan plastik tersebut membuat Karl Ziegler dan Guilio Natta bisa memenangkan Hadiah Nobel 1963.

            Tujuan dibuat plastik pada awalnya adalah untuk menggantikan kertas yang berasal dari pohon. Untuk mengurangi penggunaan kertas, maka plastik tersebut diciptakan. Plastik pada mulanya digunakan bukan untuk sekali pakai. Namun, makin hari, banyak orang menggunakan plastik tersebut hanya sekali pakai, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan. Banyak sampah-sampah terbentang di lautan seluruh dunia, karena tidak bijak dalam menggunakan sampah plastik tersebut.

Media Internasional mencoba menyoroti persoalan pengelolaan sampah plastik di Indonesia. Namun respon yang didapatkan dari pemerintah justru terkesan seperti penyangkalan bahwa sampah yang mengotori lautan Indonesia, bukanlah dari daratan. Letak Indonesia yang berada di jalur perlintasan lah yang menjadikan negara ini jadi kubangan terbesar sampah plastik. Ya itulah respon pemerintah menanggapi laporan yang dirilis Jurnal Science (Vice.id, 2018).

Jenna R. Jambeck (dalam CNBC Indonesia, 2019) menyatakan bahwa pada tahun 2010 ada 275 ton juta sampah plastik yang dihasilkan di seluruh dunia. Sekitar 4,8-12,7 juta ton di antaranya terbuang dan mencemari laut. Indonesia memiliki populasi pesisir sebesar 187,2 juta yang setiap tahunnya menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik yang tak terkelola dengan baik. Sekitar 0,48-1,29 juta ton dari sampah plastik tersebut diduga mencemari lautan.

Peran manusia dalam perkembangan sampah dari hari ke hari sangat vital. Banyak yang tidak menyadari bahwa dampak dari sampah plastik tersebut tidak hanya pada manusia saja, tapi mempengaruhi ekosistem yanga ada di dunia ini. Ambil contoh di laut, banyak hewan-hewan di lautan mati karena memakan sampah plastik. Penyu misalnya, memakan sedotan dan plastik, ikan memakan putung-putung rokok, dan yang terbaru, dari artikel Vice Indonesia, ditemukan seekor rusa di Thailand mati, dan ditemukan tujuh kilogram sampah, di antaranya adalah sampah plastik.

Plastik dianggap sebagian orang sebagai hal yang sepele. Kita melihat banyak orang yang membuang sampah sembarangan, di tempat-tempat tertentu. Melihat orang-orang membuang sampah dari mobil, dari atas jembatan, merupakan hal yang miris, bagaimana bisa seseorang membuang sampah bisa setenang itu. Padahal sudah ada larangan untuk membuang sampah di tempat tersebut, tetapi masih banyak orang yang melakukannya. Sebenarnya apakah mereka tidak mengerti bagaimana dampak yang ditimbulkan dari plastik tersebut?

Semua orang pasti menggunakan plastik. Tapi, banyak orang yang tidak menyadari bahwa plastik tersebut mencemari dan merusak lingkungan. Ketika kita membeli makanan, menggunakan plastik, membeli kopi atau es, menggunakan plastik, membeli barang di mal, dengan plastik, membeli air mineral, dengan botol plastik juga. Ketika dilihat kembali, faktanya memang karena plastik tersebut murah dan dapat digunakan untuk apa saja. Maka dari itu, orang-orang sangat terbiasa dengan menggunakan plastik tersebut.

Sisi lain dari sampah plastik adalah adanya nilai ekonomi. Di Indonesia, banyak pemulung karena memang plastik tersebut memiliki nilai ekonomi. Pemulung mengumpulkan sampah-sampah yang bisa dijual kembali dan menjadi rupiah. Menurut artikel CNN Indonesia, berdasarkan data Ikatan Pemulung Indonesia (IPI), saat ini terdapat 3,7 juta orang di 25 provinsi di Indonesia yang bergantung pada sampah plastik dan sampah daur ulang untuk mencari nafkah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline