Lihat ke Halaman Asli

Kearifan lokal Wanatani Di Lampung Barat sebagai pertanian berkelanjutan

Diperbarui: 16 Juli 2023   18:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: himabat.fkt.ugm.ac.id

Istilah buadaya dan kearifan local yang petani miliki seperti penggarapan lahan merupakan penyebutan yang bersumber dari latar belakang kesukaan yang kemudian meluas. Budaya dan kearifan local hingga saat ini masih dipercaya oleh petani yang memberikan dampak positif terhadap pertanian seperti wanatani.

Wanatani sebenarnya bukan hal baru bagi para petani, malah sebaliknya bagi dunia ilmiah. Petani memiliki banyak kearifan lokal dalam Pratik pertanian melalui warisan turun – temurun.

Kondisi topografi dan agroklimat Di Lampung Barat

Di Lampung Barat utamanya di huni oleh 4 etnis besar yaitu lampung, semendo, sunda dan jawa, dengan mata pencarian kopi. Secara tanah dan Agroklimat Lampung Barat memiliki lanskap perbukitan sampai bergunung dengan ketinggian antara 200 - > 2000 m dari permukan laut, secara curah hujan besar yaitu 2.833 – 3.058 mm per tahun dan didominasi tanah yang peka erosi.(4)

Sebagian besar juga merupakan wilayah serapan bagi semua daerah aliran sungai utama provinsi lampung. Hutan dan wilayah resapan ini mencapai 30% dari wilayah Lampung Bagian Barat dan dikuasi negara. Akan tetapi nyatanya penggunaan lahan menurut Afanfi, sebagian besar adalah tanaman kopi.(4)

Sejarah adanya Wanatani dan apa itu wanatani?

Pada tahun 1970-an, terdapat gagasan pengembangan sistem pertanian yang menghilhami gagasan pengembangan sistem wanatani modern (2). Gagasan ini timbul karena jumlah ketersediaan lahan pertanian kian bertambah yang membuat pembukaan lahan bersar – besaran pada hutan terjadi adanya pembukan lahan yang besar tersebut membuat terjadinya kerusakan lingkungan dan sumberdaya alam.

Pola tanam agroforestry atau biasanya petani menyebutnya wanatani merupakan cara pengelolaan yang menggabungkan tanaman pertanian dan tanaman kehutannan dalam pola tanam monokultur, baik dari segi ekonomi-sosial maupun lingkungan.

Potensi penerapan wanatani

Wanatani ini sangat popular dikalangan petani dimana wanatani ini memanfaatkan tanaman kehutanan sebagai tempat aktivitas pertanian sepert agroforestry. Dimana memanfaatkan hutan sebagai lahan pertanian. Manfaat penerapan wanatani secara social dan ekonomi memperoleh pendapatan yang diperoleh dari penerapan wanatani tersebut. Manfaat dari segi lingkungan yaitu sebagai penyedia karbon, konserbasi air dan pencegah erosi.(1)

Para petani Di Lampung Barat mengembangkan wanatani untuk beberapa tanaman yang didominasi oleh beberapa jenis tanaman pertanian seperti kopi, lada dan kakao dimana tanaman tersebut membutuhkan naungan bertumbuh, hutan adalah tempat yang cocok sebagai wanatani dari ketiga tanaman tersebut.(1)

Dampak Wanatani untuk pertanian berkelanjutan

Dampak pada kearifan lokal wanatani ini dimana kolobarisi antar tanaman kehutanan dan tanaman pertanian menjadi ekosistem biologis dimana keankeragaman terjadi disana dan populasi setiap spesies berkembang.

Ekosistem secara fisik yaitu berupa tanah, tanah merupakan unsur paling penting, tanah yang baik dimana daya cakram akar yang baik tidak mengubah struktur tanah yang mengakibatkan minimnya erosi. Lahan pertanian di dalam hutan akan meninggalkan seresah daun, dimana seresah daun ini bisa menjadi tambahan bahan organik pada tanaman pertanian hal ini bisa menimbulkan keberlanjutan bahan organik bagi tanaman pertanian.(2)

Dari serasah daun tersebut bisa bertambak positif dimana lahan yang tertutup oleh vegetasi seperti seresah daun, batang dan ranting pohon akan mengurangi terjadinya runoff atau longsor. Ketika kondisi tanah tidak ada tutupan lahan (seresah) maka air hujan yang jatuh akan sulit terinfiltrasi dan air akan mengalir di permukaan tanah dan mengangkut butiran-butiran tanah atau bisa disebut sebagai erosi.(3)

Sumber

Anesa Dadi, Rommy Qurniati, Yulia Rahma F., Irwa Sukri B., 2021. Budaya dan Kearifan Lokal dalam pengelolaan lahan dengan pola Agroforestri di kesatuan pengelolaan hutan lindung Batutegi Provinsi Lampung. Jurnal Hut Trop Vol 6 (1). 26 – 37

Ariani, S. 2003. Peranan Thricoderma harzianum terhadap kecepatan dekomposisi berbagai sumber bahan organic dan kualitas kompos yang dihasilkannya. Skripsi Sarjana Pertanian Unversitas Andalas. Padang. 50 hal.

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah Bergambar terhadap Peningkatan
dan Air. IPB Press. Bogor.

Nurhaida I., Sugeng Priyanto H., Samsul Bakri, Akmal Junaidi, Pairul Syah. 2006. Penginventarisan Kearifan Lokal Dalam Praktik Wanatani Kopi Dalamm Debat Kelestarian fungsi Hidro-Orologis Wilayah resapan Di Lampung Barat. Jurnal Pembangunan Vol 5 (2). 91 – 105




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline