Pernahkah kamu merasakan bagaimana rasanya ketika apa yang telah kita usahakan, ternyata harus berakhir atau tidak sesuai dengan apa yang telah kamu rencanakan selama ini, atau mungkin kamu pernah merasakan bagaimana rasanya mempertahankan apa yang selama ini kamu pertahankan.
Namun, harus gagal ketika kamu tidak sanggup lagi menggenggam keyakinan yang besar didalam dirimu. Dengan segala ekspetasi yang cukup tinggi. Namun, harus runtuh oleh kenyataan yang tidak diharapkan kehadirannya. Pada suatu titik yang pernah kita jumpai atau mungkin suatu titik yang akan kita temui suatu hari nanti.
"Manusia adalah makhluk yang paling sempurna. Namun, tidak ada yang sempurna diantaranya" suatu kata yang sering kali kita dengar, atau mungkin suatu kata yang tidak asing ditelinga kita. Dan nyatanya pada hari ini, didalam ruang lingkup kehidupan sosial kita saat ini. Kata sempurna layaknya seperti kata kerja yang terus saja mendorong kita. Dimana didalam kehidupan ini, kita dituntut untuk bersaingan merebutkan gelar manusia yang paling sempurna. Dan yang lebih parahnya, kita dipaksa berpura-pura untuk menjadi yang bukan diri kita sendiri. Untuk dapat bertahan dalam suatu nilai yang telah ditetapkan oleh masyarakat. Suatu nilai yang telah di pertahankan sejak lama. Kita Terpacu dalam suatu persaingan, yang kita namakan sebagai kehidupan. Dan anehnya, tanpa kita sadari, kita masih saja terjebak didalam suatu perlombaan untuk menjadi yang paling sempurna.
Tentang segala kecemasan dimasa yang akan datang, terkadang selalu terselip sebuah kata didalam pikiran "Masih mampukah kita bertahan?" Bertahan ditengah-tengah kondisi dan gejolak yang tidak dapat meyakinkan diri kita sendiri. "Apakah kita mampu?" Dengan banyaknya tangan yang kotor, tidak jarang manusia saling menjatuhkan dan merendahkan. Seperti didalam suatu pergulatan, yang kuat akan bertahan.
Tidak jarang juga hal ini didorong oleh faktor keinginan orang lain. Orang yang tidak berhasil menjadi apa yang dia cita-citakan. Lalu berharap lebih kepada kita agar tidak seperti dia suatu hari nanti. Seperti pohon yang berharap benih darinya menghasilkan buah yang sempurna. Kita selalu ketakutan, lalu bersembunyi dibalik kecemasan akan kehidupan kita dimasa depan.
Hidup layaknya berlomba menaiki tangga.
Jika hidup perihal pencapaian, maka kehidupan seperti perlombaan menaiki anak tangga. Semakin tinggi seseorang diatas tangga, maka akan sulit melihat orang yang berada dibawahnya. Sebab, semakin tinggi tangga yang dinaiki maka akan terlihat kecil juga orang yang ada dibawahnya saat ini dan semakin besar juga rasa takut ketika ada seseorang yang berusaha menjatuhkannya. Semakin tinggi tangga yang dinaiki, maka semakin banyak juga orang yang berada dibawah akan memperhatikannya.
Sebaliknya, orang yang saat ini berada dibawah akan berusaha dengan segala cara agar sampai pada anak tangga tertinggi. Pandangannya selalu keatas. Tanpa pernah melihat kebawah, sejenak melihat tentang segala pencapaian yang telah dia raih selama ini. Tentang sejauh mana kakinya telah melangkah.
Sebab hidup bukanlah perlombaan tentang siapa yang lebih dulu sampai pada tujuannya. Hidup adalah perjalanan dan setiap manusia punya langkah yang berbeda dan perjalanan yang dimulai dari titik yang berbeda juga. Ada yang memulainya dengan diri sendiri dari titik terendah, ada juga yang memulai perjalanan dengan di pandu dan dibekali oleh orang terdeketnya. Dan lagi pula kehidupan yang layak dijalanin adalah kehidupan yang tidak selalu sembunyi didalam gua kemunafikan. Tidak melupakan tentang arti esensi manusia didalam dunia. Keberhasilan manusia adalah ketika dia tidak melupakan keberadaan.
---Wildan M k