Ironi Pendidikan Vs Merdeka Belajar
Oleh : Wilda Khoirun Nisa' (2140210095)
Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Proses membentuk manusia yang sebelumnya dianggap memiliki karakter buruk menjadi lebih baik (terpelajar). Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk menanggulangi kebodohan dan kemiskinan yang terjadi di Negara yaitu Indonesia. Pentingnya pendidikan tidak boleh diremehkan. Selain menjadi sarana untuk menambah wawasan, pendidikan bisa mengasah kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah, meningkatkan perekonomian, hingga menciptakan kesempatan kerja yang lebih baik.
Adapun implementasi dari pentingnya pendidikan tersebut adalah adanya program Wajib Belajar 12 Tahun. Program tersebut merupakan keberlanjutan dari program sebelumnya yaitu Program Wajib Belajar 9 Tahun. Wajib belajar menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Namun, tak dapat dipungkiri bahwa dunia pendidikan mempunyai kesenjangan dan masalah tersendiri. Permasalahan kesenjangan pendidikan di Indonesia sendiri pada dasarnya bukanlah sebuah permasalahan baru. Sudah lama rasanya, pendidikan yang dienyam oleh mereka yang berekonomi menengah ke atas jauh lebih baik dari segi kuantitas dan kualitas.
Mulai dari sekolah yang lebih bagus, fasilitas lebih lengkap hingga bimbingan belajar di luar sekolah adalah fasilitas-fasilitas yang jarang dinikmati oleh mereka yang hidup dalam ekonomi kelas ke bawah. Ketika peserta didik seharusnya menghabiskan waktunya untuk belajar, nyatanya masih banyak siswa di Indonesia yang masih harus berjuang mengurus rumah tangga dan bekerja jika ingin melanjutkan sekolah mereka. Pendidikan yang seharusnya dapat di enyam oleh para siswa dengan mudah dan menyenangkan nyatanya tidak berjalan seperti yang di harapkan. Pendidikan sekarang ini, jauh dari kata kesejahteraan ataupun merdeka belajar. Pasalnya, pendidikan sekarang ini hanya memberatkan siswa dan meningkatkan tingkat stres pada siswa. Karena biaya pendidikan yang tak lagi ramah untuk kalangan masyarakat menegah ke bawah, juga pemberian tugas yang terlalu banyak oleh para guru. Tugas-tugas itu nyatanya tidak menjadikan para siswa paham akan yang dipelajari maupun yang dikerjakannya namun, tugas-tugas itu hanya menjadikan siswa semakin stres, malas, dan tidak paham.
Selanjutnya, kebijakan merdeka belajar yang dicanangkan oleh menteri Nadiem Makarim yang jika menurut dari redaksi kalimatnya yaitu "merdeka Belajar" berarti bebas, independen, tanpa ada tekanan dan sebagainya. Maka jika mengikuti pengertian merdeka secara tekstual, kita akan mengartikan bahwa dalam proses pendidikan itu semau dari siswa dan guru. Konsep merdeka belajar memberikan kebebasan berpikir kepada siswa dan guru untuk mengeksplorasi pengetahuan di lingkungannya. Sehingga, menurut pandangan penulis secara subyektif konsep merdeka belajar ini hanya menjadi ironi yang tidak terealisasi. Namun nyatanya konsep merdeka belajar yang dicanangkan tersebut tidak sesuai dengan kkonsep yang direncanakan.
Toh, merdeka belajar mengharapkan para guru dan murid dapat merdeka dan berbahagia dalam menjalankan pendidikan. Merdeka belajar yang ingin memerdekakan sistem pembelajaran ternyata hanya menambah beban dengan pemakaian kuota data yang banyak, pembelajaran video yang membosankan dan beban biaya bertambah. Mengapa harus ada merdeka belajar jika hanya tambah membebani? Dan mengapa harus ada program wajib belajar 12 tahun jika pada akhirnya para siswa hanya lulus karena sebuah nilai? Itulah ironi pendidikan sekarang, ironi pendidikan yang banyak orang tahu namun tidak ada kesadaran diri untuk mewujudkannya. Sistem pembelajaran indonesia yang kaku akan kurikulum sehingga lupa dan tidak mengerti apa yang siswa butuhkaan sebenarnya. Teori-teori yang begitu banyak tanpa ada praktek yang membersamai. Apa itu belajar? Jika hanya membuat siswa stres dan putus asa dalam belajar. Jika belajar adalah hal penting maka harus dilakukan dengan baik dan menyertakan kebahagiaan. Namun, konsep belajar saat ini hanyalah konsep tanpa memperdulikan kenyamanan dan kebahagiaan. Yang di usung pendidikan saat ini hanyalah pendidikan yang sesuai kurikulum dan menjebak siswa dalam ketertekanan.
Kondisi ini bahkan berkembang jauh lebih parah ditambah dengan adanya pandemi yang mengubah metode pembelajaran menjadi berbasis daring. Perubahan yang mendadak ini tampaknya tidak diikutsertai dengan pembekalan yang matang baik bagi tenaga pengajar ataupun peserta didik. Akibatnya sistem yang dibangun menjadi rancu dan tidak dapat diikuti oleh semua peserta.
Tak hanya itu konsep pembelajaran daring dan merdeka belajar juga membutuhkan teknologi dan penguasaan yang mumpuni. Apalah daya bagi masyarakat yang ada di pedalaman? Mereka semakin kesulitan untuk mendapatkan pendidikan. Dari harga alat teknologi yang mahal, kuota data yang tidak murah, sinyal yang tak mudah di dapat dan semua itu berdampak pada ekonomi. Pendidikan yang tidak merata ini seharusnya diatasi dulu permasalahanya. Dukungan pelaksanaan wajib belajar 12 tahun harus diiringi dengan meningkatkan kualitas manajemen pelaksana di tingkat sekolah dalam pemanfaatan dana dan sosialisasi terkait program dukungan pemerintahan ke masyarakat, misalnya informasi program mitra warga, serta peningkatan kualitas mutu pendidikannya, baik dari peserta didik maupun dari tenaga pendidik. Maka dari itu, hendaknya kita memaknai ulang "Merdeka Belajar" sebagai konsep pendidikan humanis. Pendidikan yang lebih berpihak kepada rakyat, dan lebih membahagiakan. Terlebih dalam konteks Pandemi seperti ini, tidaklah elok kita memberatkan siswa dengan berbagai tuntutan, karena sejatinya pemerintah meliburkan sekolah bukan untuk uji coba pembelajaran jarak jauh, melainkan untuk memastikan anak-anak bangsa sehat dan tidak terpapar Covid-19.
Tak lupa pula literasi yang sedikit minat. Sejatinya, bangsa yang maju adalah bangsa yang warganya banyak meminati literasi. Faktanya, indonesiamenempati urutan keenam dari bawah dari 79 negara di dunia. Minimnya minat literasi di indonesia sangat berpengaruh pada indonesia yang tak lantas enjadi negara maju. Bangsa yang maju dan memiliki budaya literasi tinggi dapat menciptakan daya pikir dan daya cipta yang tinggi. Sangat banyak fakta ironis dan ketimpangan-ketimpangan yang ada di indonesia. Para siswa yang diharapkan dapat membawa dan memajukan bangsa kini dikekang dalam standar kurikulum. Masih banyak yang perlu diperbaiki indonesia khususnya dalam bidang pendidikan karena, tak hanya infrastruktur memadai yang dibutuhkan, tetapi kepedulian dan kebahagiaan dalam belajarlah yang lebih dibutuhkan untuk menarik minat belajar dan literasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H