Lihat ke Halaman Asli

Wildan Hakim

Dosen I Pengamat Komunikasi Politik I Konsultan Komunikasi l Penyuka Kopi

Mengembangkan Corporate Story

Diperbarui: 20 Desember 2015   17:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Salah satu visualisasi corporate story yang diimplementasikan Ikea Inggris. Sumber foto: http://www.ikea.com"]

[/caption]Membangun corporate story kini menjadi salah satu elemen penting dalam aktivitas komunikasi korporasi. Harus diakui, membangun atau mengembangkan corporate story bukan hal mudah. Sebuah corporate story yang bagus dan tepat harus berdampak positif terhadap citra dan reputasi perusahaan berikut produk yang dijual kepada para konsumen.

Laman www.thecorporatestoryteller.com mendefinisikan corporate story sebagai how the most successful companies use marketing and communications to move their businesses ahead. Artinya, untuk sukses atau menang dalam persaingan, perusahaan harus mampu mendayagunakan kinerja pemasaran dan komunikasinya agar terus bertahan. Lebih lanjut, www.thecorporatestoryteller.com menegaskan, corporate story adalah segala hal untuk meraih kemenangan. Yakni, mengupayakan agar produk atau layanan baru diterima baik oleh konsumen, menambah pendapatan perusahaan dan imbal hasil yang lebih tinggi bagi pemegang saham, membangun pemahaman yang jelas tentang nilai perusahaan, serta mengembangkan harga produk masuk ke kelas premium.

Dengan sederet manfaatnya itulah, tak heran banyak perusahaan membangun dan mengembangkan corporate story-nya. Pijakan awal dalam membangun corporate story adalah ide. Ide yang bernas dan kreatif bisa mengantarkan perusahaan untuk mengembangkan pesan yang menarik dan berkesan bagi konsumen maupun publik pada umumnya. Ide awal mengembangkan corporate story dimulai dari menjawab pertanyaan: what's the company's raison d'etre. Apa alasan utama perusahaan eksis dan berbisnis?

Ada beragam jawaban yang bisa diajukan untuk menjawab pertanyaan di atas. Namun ada satu hal yang harus diingat dalam mengembangkan corporate story. Cerita yang dibangun harus berbasis pada fakta dan realita. Bukan karangan indah atau fiksi. Dalam menyajikan corporate story, sebagian besar perusahaan terjebak pada ungkapan klise. Semisal menyatakan, ingin memberikan layanan istimewa bagi konsumen atau memberikan nilai tambah terhadap produk atau layanan. Cary Brazeman, prinsipal dari The Corporate Storyteller menganggap, dua contoh pernyataan tersebut sudah ‘basi’. Sebab, para pesaing juga melakukan hal yang sama di setiap aktivitas pemasaran dan promosinya.

Cary Brazeman lantas mencontohkan corporate story yang dikembangkan penyedia kartu kredit American Express. Dengan tag line-nya Realise The Potential, American Express menawarkan pengalaman baru bagi para nasabahnya. Mulai dari kemudahan membayar biaya perjalanan, membeli tiket, hingga membayar makan malam spesial bersama keluarga.

“Kartu American Express yang ada di dompet, bisa menjadi bukti nyata keuntungan yang saya peroleh sebagai anggotanya. American Express melacak dengan baik jenis transaksi yang saya lakukan. Jika ada transaksi yang di luar kebiasaan, itu artinya kartu saya dicuri, dan tidak akan bisa digunakan untuk bertransaksi. That kind of service is part of the American Express story,” tegas Brazeman.

Implementasi atau penerapan corporate story bisa dengan mudah ditemukan pada tayangan iklan, pemilihan tag line, penampilan di media sosial, tampilan visual outlet, hingga tampilan laman resmi perusahaan. Tentu semua tampilan itu mengandung makna dan bisa ditafsirkan.

Di Indonesia, corporate story untuk merek lokal mulai diimplementasikan. Meski harus diakui, implementasinya masih kalah dibandingkan dengan korporasi atau brand dari luar negeri. Salah satu contoh menarik dalam menyajikan corporate story adalah Ikea. Penyedia produk furnitur asal Swedia ini dikenal kreatif dalam menyuguhkan corporate story-nya kepada konsumen.

Sajian corporate story-nya memancing orang untuk membaca, melihat, dan mengajak orang berinteraksi langsung dengan pengelola Ikea. Bermula dari interaksi itulah, Ikea berharap akan ada transaksi. Dalam ungkapan yang lebih lugas ialah mengajak orang from interaction to transaction yang berarti membeli produk Ikea.

Gambar di atas merupakan salah satu contoh corporate story yang disajikan Ikea cabang Inggris. Pesannya sangat jelas: melakukannya dengan cara yang berbeda. Dengan pesan singkat Doing it a different way, Ikea hendak menegaskan konsistensinya dalam melayani konsumen dan pelanggannya. Lewat visualisasinya yang sederhana, Ikea menyatakan, how we try to make everday life better for many people. Membuat kehidupan menjadi lebih baik (better) bagi banyak orang, itulah yang ingin dilakukan Ikea lewat produk yang dijualnya. Sederhana, menarik, dan memancing orang untuk berinteraksi dengan Ikea. Usai berinteraksi, harapannya orang datang ke gerai Ikea dan melakukan transaksi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline