Di awal tahun ini kita dikejutkan oleh anak-anak SMK di Solo dengan mobil ESEMKA. Terlebih, adanya kebijakan Jokowi, walikota Solo yang mengganti mobil dinas lamanya dengan mobil ESEMKA asli Solo. Banyak pihak yang pro dan melambungkan harapan kelak mobil ESEMKA menjadi cikal bakal kebangkitan mobil nasional yang telah lama dirintis bangsa ini. Namun, juga banyak kontra dan [mungkin] mencibir dan menggosip tentang ESEMKA. Rata-rata opini mereka berbunyi," eh, ini hanya akal-akalan politis Jokowi ". " eh, mobil rakitan aja beritanya dibesar-besarin". " eh, paling-paling nasibnya kayak TIMOR di zaman orde baru dulu". Opini-opini itu tidak lain merupakan bentuk ungkapan penduduk bangsa yang selalu bersikap pesimis. Orang-orang pesimis tersebut yang membuat bangsa ini sulit untuk bersaing dengan negara maju lain. sejarah berkata, ketika zaman pendudukan Belanda, banyak kaum-kaum pribumi yang di amat disegani oleh penduduk pribumi sendiri, namun sangat tunduk seakan-akan menjadi "babu" pejabat kolonial Belanda. hingga akhirnya, lahir Budi Utomo yang manjadi cikal bakal lahirnya semangat Kebangsaan, semangat untuk merdeka, serta cikal bakal dimulainya zaman pergerakan nasional. Mereka yang masih pesimis dengan kemampuan kreasi anak bangsa, seperti halnya opini-opini mereka yang bernuansa pesimistis, tidak lain merupakan sikap kebanyakan kaum-kaum pribumi negara ini dizaman Kolonialisme Belanda. Sudah saatnya bangsa ini bersikap optimistis dengan selalu mendukung karya-karya anak bangsa untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2030. Perilaku optimis dapat di kreasikan dengan aksi nyata, tidak hanya bersuara belaka. Nothing is impossible.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H