Lihat ke Halaman Asli

Sistem Religi dalam Ranah Kebudayaan

Diperbarui: 18 Juni 2015   08:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Religi telah dikaji sejak disiplin ilmu Antropologi dikembangkan. Ketika bangsa Eropa mengumpulkan, mempelajari hingga memahami informasi adat istiadat bangsa-bangsa lain, seiringnya waktu mereka mulai tertarik akan upacara religi. Ketertarikan itu disebabkan oleh anggapan bahwa upacara keagamaan dalam kebudayaan adalah bentuk unsur kebudayaan yang tampak secara lahiriah dan juga pengumpulan bahan-bahan etnografi untuk membuat teori-teori tentang asal-usul suatu kepercayaan.Dari bahan-bahan etnografi dan kumpulan lukisan-lukisan masyarakat sederhana didapat simpulan bahwa sistem Religi berkembang mulai dari animisme, dinamisme, politeisme dan monoteisme.

Sejak dahulu manusia telah menyadari ada sesuatu yang bersemayam pada dirinya yang mana ketika sesuatu itu lenyap maka kehidupan pun akan sirna. Edward B. Tylor (1873) dianggap tokoh pertama kali yang mengungkapkan asal mula religi adalah kesadaran manusia akan adanya jiwa atau roh di dalam jasmaninya.  Teori ini disebut Animisme, paham akan jiwa atau roh yang mengatur, mengayomi dan mengendalikan kehidupan manusia. Ketika jasmani hancur atau sudah tua dan tidak bisa berkembang lagi maka jiwa akan lepas dari tubuh-jasmaninya dan menjadi jiwa yang bebas, merdeka. Mereka akan memenuhi alam dunia ini serta menjadi roh-roh halus atau spirit, bukan lagi jiwa. Aliran animisme menganggap jiwa tidak hanya berada di jasmani manusia melainkan ada di seluruh tiap-tiap benda yang bernyawa maupun benda yang tidak bernyawa.

Dalam evolusi religi manusia percaya bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia mempertahankan hidup. Dibalik segala peristiwa  dan gerak alam hidup itu disebabkan oleh adanya jiwa. Gunung yang meletus, sungai-sungai mengalir, matahari yang tak kunjung lelah menerangi bumi dari malam hingga siang, siang hingga malam. Semua itu tak lepas dari jiwa alam yang kemudian dipersepsikan oleh manusia sebagai mahluk-mahluk dengan suatu kepribadian dan pikiran. Lebih dikenal dengan sebutan dewa-dewa alam. Religi ini disebut dengan Dinamisme.

Setelah itu, manusia mengira dewa-dewa itu mempunyai suatu kenegaraan di singgasananya sana, diatas langit. Suatu negara ataupun struktur kehidupan yang serupa dengan struktur kenegaraan yang ada di bumi. Sehingga dapat dikirakan bahwa dewa-dewa juga memiliki tingkatan-tingkatan, ada yang memiliki pangkat dewa rendah hingga dewa tertinggi. Akibat itulah mereka juga menganggap dewa-dewa itu adalah penjelmaan dari dewa yang paling tinggi sehingga timbullah kepercayaan kepada satu Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga agama-agama Monotheisme bermunculan di muka bumi ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline