Lihat ke Halaman Asli

Media Sosial Merupakan Corong Aspirasi Rakyat

Diperbarui: 18 Maret 2017   20:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi Politik dan Pemerintahan

Demokrasi digital menuntut masyarakat untuk berpartisipasi dalam hal instrumen untuk berekspresi dan beraspirasi secara bebas dan bertanggungjawab. Dalam teori Politik  menegaskan bahwa ketika tingkat partisipasi politik rendah maka untuk mengatasi masalah ini ada dua yaitu moderenisasi dan meningkatkan komunikasi massa. 

Demokrasi juga membuka ruang seluasnya gerbang transparansi sehingga ini berbanding lurus dengan persamaan dari media internet yaitu kebebasan dan transparansi. Teknologi digital memberikan dampak positif yang menonjol sehingga rakyat tidak lagi kaku untuk menyalurkan aspirasi yang diinginkan dan harus dikerjakan oleh pemangku kebijakan publik. 

Pada zaman sebelum adanya media sosial rakyat dihadapkan pada situasi yang serba terbatas dalam meningkatkan partisipasi politik terutamanya terutama menyampaikan aspirasi misalnya dahulu rakyat hanya menyampai aspirasi manakalah diadakan musyawarah rencana pembangunan disetiap tingkatan atau  datang menemui pejabat secara langsung namun saat ini semua sudah berbanding terbalik  kran demokrasi semakin terbuka  bagi siapapun dari manapun untuk turut serta berpartisipasi menyampaikan aspirasi sehingga dibaca oleh pejabat atau politikus-politikus, aparatur daerah, aparatur desa untuk ditindaklanjuti secara bijak melalui tanggungjawab yang diamanatkan oleh rakyat dan kesempatan itu terbuka lebar baik melalui akun pribadi atau grup-grup media sosial  seperti  facebook (ada grup Forum Peduli Rakyat Indonesia, Grup Save Ahok, grup Forum Peduli Rakyat Sikka, Grup  Forum Rakyat Pencari Keadilan, Grup Margasiwa, Grup Kelompok Cipayung dan lain-lain ) ada juga berbagai grup baik di WA,Line, BBM, Twiter, Blog, Website.

Sampai saat ini dalam teori yang diungkapkan berbagai ahli tentang sejarah Komunikasi Politik dunia  mencatat setidaknya ada tiga generasi berbeda dalam ruang untuk menyalurkan aspirasi diantara rakyat dan pemangku kebijakan

Generasi retorika politik. Di era ini, pesan komunikasi politik diarahkan oleh kemampuan seni berbicara (art of speech). Era ini muncul sejak zaman romawi dan yunani, ketika politikus tersebut berpidato maka rakyat akan berbondong-bondong untuk datang mendengarkan apa yang ingin disampaikan oleh politikus contoh paling dekat dan nyata sejarah politik di Indonesia yaitu Presiden pertama Indonesia Bapak Ir. Soekarno yang biasa disapa Bung karno.

Generasi media massa, di era ini kemampuan bicara saja dianggap tidak cukup, perlu sarana untuk menyebarluaskan pesan politik yang ingin disampaikan sehingga terjawab dengan munculnya media massa seperti koran dan lain-lain. Konon siapa yang menguasai media massa, ia akan berpeluang besar terpilih dalam panggung politik.

Generasi Media sosial. Ini generasi internet akan berbeda dengan media konvensional. Jika sebelumnya media ada ditangan pemilik modal maka diera ini media sudah ada ditangan setiap rakyat. Yang dahsyat dalam era ini adalah kekuatan jaringan jika setiap penguna akun media sosial bersatu untuk mewujudkan misi tertentu maka proses untuk mewujudkan misi tertentu itu akan berhasil ambil contoh negara tertutup seperti mesir saja bisa ditembus kekuatan media sosial sehingga kekuatan pemimpin otoriter Husni mubarak memilih mundur dari kursi Presiden dan  terpilihnya Barack obama menjadi Presiden As serta Pa Joko Widodo   menjadi Presiden Indonesia beberapa tahun lalu juga berkat kekuatan yang dibangun melalui jaringan facebook dan twiter kemudian ada juga kekuatan netizen seperti penolakan kenaikan BBM, penolakan kepala daerah dipilih oleh DPRD,  save KPK,Kasus korupsi, kasus dugaan penistaan agama dll.

Derasnya arus media sosial langsung diantisipasi  oleh pemerintah indonesia dengan membuat regulasi sebagai langkah meminimaliasir hal-hal yang menyimpang dari kultur budaya Indonesia  yaitu membuat Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang Undang nomor 11 tahun 2008 atau UU ITE adalah UU yang mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik, atau teknologi informasi secara umum. UU ini memiliki yurisdiksi yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia

Pemerintah juga saat ini kerepotan dengan membanjirnya berita-berita bohong di internet. Malah, Presiden Joko  Widodo telah memerintahkan pembentukan Badan Cyber Nasional (BCN) Namun, juru bicara presiden, Johan Budi ketika dikonfirmasi BeritaBenar, Jumat, 6 Januari 2016, menjelaskan bahwa rencana pembentukan BCN tak ada hubungan dengan banyaknya beredar hoax. “Tujuan direalisasikan Badan Cyber Nasional untuk mengamankan fasilitas jaringan di sistem internet pemerintah dari serangan hacker. Jadi sebenarnya untuk membangun sistem yang aman, melindungi dari cyber crime.

Media sosial bisa dikatakan secara terang benderang sebagai corong aspirasi rakyat Indonesia sejalan dengan semangat demokrasi dan HAM yang dijelaskan dalam UUD 1945. Untuk itu demokrasi digital melalui media sosial  harus senantiasa disikapi secara kritis dan profesional. Jika ada hal positif mari kita tampung dan menyebarluaskan kepublik dan Jika ada hal Negatif dieliminiasi sehingga tidak menjadi konsumsi publik. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline